《Terdapat ****** ******》
Harap bijak dalam membaca.....
William dan Nozela merupakan sahabat sejak mereka masih kecil. Karena suatu kejadian tak disengaja membuat keduanya menjalani kisah yang tak semsestinya. Seiring berjalannya waktu, mulai tumbuh benih-benih cinta antara keduanya.
William yang memang sudah memiliki kekasih terpaksa dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Akankah dia mempertahakan kekasihnya atau memilih Nozela??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28
Nozela merutuki kebodohannya yang sama sekali tak menolak sentuhan William, dia justru menikmati, sangat menikmatinya.
"Tenangin diri lo Jel."
Nozela mulai menarik nafas lalu menghembuskannya pelan. Setelah cukup tenang, dia mulai berjalan menuju lemari pakaiannya. Nozela mengambil celana training dan kaos crop berwarna hitam.
"Gue takut keluar anjir. Malu banget ketemu William."
Tok
Tok
"Jel? Masih lama?"
Terdengar suara William dari luar, Nozela segera memakai pakaiannya.
"Iya bentar."
Setelah selesai, dia membuka pintunya lalu keluar.
"Sini, gue bantu keringin rambutnya." Ucap William.
Meski terasa canggung, namun Nozela tetap mengangguk lalu duduk di kursi meja rias. William mulai menyalakan hairdryer lalu mengarahkannya ke rambut Nozela.
"Pantesan Clarissa kecintaan banget, act of service gini." Batin Nozela.
Beberapa menit kemudian William selesai mengeringkan rambut Nozela. Dia mematikan hairdryernya lalu meletakkan di meja. Dia mengambil vitamin rambut lalu menuangkan ke telapak tangannya, dengan lembut dia mengusapkannya ke rambut Nozela.
"Nah, udah selesai." Ucap William.
Nozela menatap sahabatnya dari pantulan cermin lalu tersenyum. "Makasih William Jasper."
Cup.
William mengecup pucuk kepala Nozela. "Sama-sama Ojel."
Nozela mengambil sisir lalu menyisir rambutnya. "Tumben lo kesini? Bukannya sama Clarissa ya?"
"Dia pulang, katanya mau ke rumah neneknya."
Nozela mengangguk, dia kemudian berdiri dan menggandeng lengan William.
"Jajan yuk." Ajaknya.
William mengangkat tangannya untuk melihat jam di pergelangan tangannya.
"Baru jam enam."
"Nggak papa, ayok."
Nozela menarik tangan William keluar dari kamar. Mereka menuruni anak tangga menuju ruang keluarga.
"Mah." Panggil Nozela.
"Mamah kamu di dapur." Ucap Andito yang baru saja datang.
Nozela meninggalkan William dengan papanya.
"Udah lama Liam?"
"Udah Om."
Nozela melihat mamanya sedang memasak untuk makan malam. Dia segera mendekati mamanya dan beberapa asisten rumah tangga.
"Ojel mau keluar sama Liam."
Tiara menoleh. "Mau kemana?"
"Jajan." Jawab Nozela sambil memperlihatkan deretan giginya.
"Yaudah sana, pulang jangan malem-malem."
Nozela mengangguk. "Siap bos."
Nozela meninggalkan dapur lalu kembali ke ruang keluarga, William tengah bermain catur dengan papanya.
"Ih, kon main catur sih." Protes Nozela.
"Emang kenapa? Biasanya juga gini kan?" Tanya Andito.
"Ojel mau pergi sama Liam. Liam, ayok."
"Mau kemana sih? Nanggung tau, lagi seru nih mainnya."
"Papa, mending main aja sama pak ujang. Liamnya mau Ojel ajak pergi."
William hanya tersenyum melihat perdebatan Nozela dan papanya, anak dan papa sama saja tidak ada yang mau mengalah.
"Lain kali kita main lagi om, sekarang saya pergi dulu. Nanti kalo ngamuk bahaya, makan tanaman tetangga."
Andito tertawa kecil. "Hari ini papa ngalah, tapi besok-besok kamu nggak boleh ganggu papa sama William."
"Tck, iya ya."
William mengangguk sopan lalu mengikuti langkah Nozela yang sudah pergi lebih dulu. Mereka masuk ke dalam mobil William, Nozela memasang seat beltnya lalu mulai menyalakan musik.
Perlahan mobil William pergi meninggalkan rumah Nozela. Hari sudah petang, William membawa mobilnya menuju street food yang biasa dia kunjungi dengan sahabatnya itu.
Beberapa menit kemudian, mobil William berhenti di parkiran taman kota. Mereka berdua kemudian keluar dari mobil.
"Tunggu Jel."
"Ada apa?"
William melepaskan jaketnya lalu memakaikannya pada Nozela.
"Dingin."
Nozela tersenyum, meski jaketnya kebesaran namun dia tetap berterima kasih pada William yang begitu perhatian. Mereka kemudian mendatangi beberapa penjual, Nozela membeli sate taichan, martabak, siomay serta membeli dua botol air mineral.
"Habis?" Tanya William.
"Kan nanti dimakan sama lo."
Nozela mengajak William untuk duduk di salah satu bangku taman, dia meletakkan semua makanannya ke meja lalu membukanya satu per satu.
"Em, enak banget." Ucap Nozela saat memakan siomaynya.
"Cobain deh."
Nozela menyuapi William siomay itu dengan sendok bekasnya.
"Lumayan." Ucap William.
Mereka berdua makan saling suap dan kadang sambil bercanda. William dengan iseng membuat mulut Nozela penuh noda coklat dari martabak yang mereka makan.
"Lucu banget kaya badut, hahah."
Nozela mengerucutkan bibirnya. "William."
"Iya ya, sorry."
William menarik dua lembar tissue lalu mengelap mulut Nozela.
"Nah udah bersih."
Mereka kembali melanjutkan makan, William tersenyum melihat tawa serta keceriaan Nozela malam ini. Sudut hatinya menghangat, dia seperti ingin terus melihat Nozela seperti ini.
"Gue kenapa?" Tanya William dalam hati.
"Pedes, Liam. Minum." Ucap Nozela.
William segera membukakan air mineral lalu menyodorkan ke mulut Nozela.
"Pelan-pelan." Ucap William.
"Hah, hah, ini pedes banget sih." Ucap Nozela sambil menggeser sate taichannya.
"Sini biar gue makan aja, ntar asam lambung lo naik lagi."
Nozela mengangguk. Dia menyandarkan kepalanya pada bahu William sambil memakan sisa martabak. Jika dilihat-lihat, mereka lebih cocok sebagai pasangan kekasih dari pada sahabat. Nozela dengan sikap manjanya, dan William degan segala perhatiannya.
William melirik Nozela dari sudut matanya. "Kenapa lo sekarang lebih menarik sih Jel? Bikin gue takut aja." Batin William.