Celine si anak yang tampak selalu ceria dan selalu tersenyum pada orang-orang di sekelilingnya, siapa sangka akan menyimpan banyak luka?
apakah dia akan dicintai selayaknya dia mencintai orang lain? atau dia hanya terus sendirian di sana?
selalu di salahkan atas kematian ibunya oleh ayahnya sendiri, membuat hatinya perlahan berubah dan tak bisa menatap orang sekitarnya dengan sama lagi.
ikuti cerita nya yuk, supaya tahu kelanjutan ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon *𝕱𝖚𝖒𝖎𝖐𝖔 𝕾𝖔𝖗𝖆*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
khawatir lalu...senang
Celine akhirnya memutuskan untuk menyibukkan dirinya sendiri dengan tugas sekolah, meskipun nyata nya tidak ada.
Dia membuka buku pelajarannya, melihat materi pelajaran membuatnya sedikit merasa lebih baik. Tak ada tekanan dan tak ada yang perlu di khawatirkan.
Dia senang karena bisa belajar dan besok akan bersekolah lagi, jadi dia tak harus bertemu dengan orang-orang yang ada di dalam rumah, pikirnya.
Tapi, dirinya tetap saja memikirkan apa yang terjadi kemarin. Padahal baru saja kemarin papa nya bersikap baik padanya, tapi sekarang dia sudah berbeda. Bersikap acuh tak acuh pada anaknya yang membuat Celine tampak sedih.
Drrtt...drrtt...drrtt...
Ponsel Celine bergetar, seseorang menelpon dirinya. Dia pun cepat-cepat mengambil ponsel diatas meja, masih sempat memperhatikan layar nya yang retak.
Dia melihat nama si penelepon, pamannya Ricardo. "Halo paman?!" suara nya terdengar sedikit bersemangat.
"Celine...kamu baik-baik saja?." pertanyaan pertama yang dia tanyakan seperti tahu tentang keadaan anak itu.
"Iya, Celine baik-baik saja paman." jawabnya heran. Heran karena pamannya bertanya seperti itu dan heran jika paman nya tahu dia sedang kenapa-kenapa.
"Papa bersikap baik?." tanya nya yang semakin membuat Celine sulit menjawab.
"Yah...Celine pikir, hanya...sedikit." jawabnya dengan sedikit ragu-ragu.
"Oke, baiklah kalau kamu katakan kamu baik-baik saja. Ponselnya baik-baik saja?." dia mengubah pertanyaan nya.
Celine menatap layar ponsel, retak di sudutnya. Dia tidak tahu harus menjawab apa, takut paman nya akan memarahinya karena tidak tahu caranya menjaga barang dengan baik.
Dia diam sesaat, takut menjawab.
"Celine?.." tanya Ricardo lagi, memastikan anak itu masih terhubung dengannya.
Celine pun menjawabnya dengan ragu-ragu "I-iya paman?." jawabnya, suaranya gugup. dia duduk di tepi tempat tidur sambil mengepalkan tangan mungilnya itu.
"Paman bertanya, nak. Ponselnya baik-baik saja?." dia kembali menunggu Celine menjawab pertanyaan nya.
Celine pun mau tak mau menjawabnya dengan jujur, karena dia tak pandai berbohong sama sekali. "Paman... sebenarnya...layar ponsel yang paman berikan padaku...retak." nada suara nya terdengar takut.
Dia sangat takut kalau-kalau Ricardo akan memarahi nya karena layar ponselnya yang retak itu. Meskipun bukan sepenuhnya kesalahan Celine, tapi karena papa nya yang melakukan itu, jelas itu juga kesalahannya.
Ricardo hanya diam beberapa saat di telepon saat mendengar jawaban dari Celine, yang membuat ketakutan anak itu semakin besar.
"Baiklah kalau begitu, nanti kalau paman ada waktu paman akan menemui Celine untuk memperbaiki ponselnya." jawab Ricardo dengan santai.
Ketegangan Celine pun langsung hilang, dia menghela nafas lega karena pamannya tak memarahinya. "Paman tidak marah pada Celine?." tanya anak itu dengan pelan, masih ragu-ragu menanyakan nya.
"Tentu saja paman tidak marah, kenapa paman harus marah pada Celine?." pertanyaan dari Ricardo itu membuat Celine lega.
"Celine pikir paman akan marah, karena Celine tidak menjaga ponselnya dengan baik." jawab anak itu.
"Tidak, paman tidak marah gadis kecil." jawab Ricardo yang terdengar sedikit tertawa di balik telepon. "Paman juga tahu Celine, apa yang terjadi dirumah Celine. Jadi, Celine tidak perlu merasa bersalah seperti itu." ucap Ricardo lagi yang menjelaskan segalanya.
Celine pun mengerti bahwa pamannya mengetahui bahwa, yang membuat layar itu retak adalah karena papa nya yang melempar ponsel itu pada Celine dengan tidak hati-hati.
"Celine besok sekolah, ya?." tanya Ricardo lagi
"Ah, iya paman, besok Celine akan kembali sekolah!" serunya dengan riang.
"Kalau begitu, besok paman jemput lalu kita jalan-jalan, kamu mau?." tanya Ricardo untuk memastikan.
"Tapi... bagaimana jika papa marah nanti?." jawabnya dengan nada sedikit khawatir, takut kalau-kalau papa nya akan memarahinya karena pergi dengan pamannya.
"Tidak perlu khawatir, paman akan mengatakan nya nanti pada Valora." jawab Ricardo.
"Memangnya paman mau mengizinkan Celine lewat mama Valora?." tanya Celine lagi dengan nada penasaran.
"Tentu saja Celine, waktu itu kita pergi ke pantai paman kan izin nya dengan Valora, sayang."
"Baiklah, kalau paman berkata seperti itu, besok Celine tunggu paman di gerbang sekolah Celine!" anak kecil itu tampak bersemangat untuk pergi besok. Tak sabar untuk pergi jalan-jalan dengan pamannya.
"Ya sudah, kalau begitu paman kembali bekerja dulu ya nak, sampai jumpa besok." ucap Ricardo sebelum akhirnya menutup teleponnya.
Sementara itu Celine masih tampak kegirangan karena besok akan pergi dengan Ricardo. Bagaimana tidak? Dia sudah lama tak merasakan jalan-jalan lagi, padahal dulu dia dengan keluarga nya sering keluar untuk jalan-jalan dan berlibur.