NovelToon NovelToon
Bukan Istri Bayangan

Bukan Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dokter
Popularitas:555.4k
Nilai: 5
Nama Author: Desy Puspita

Bertahun-tahun memendam cinta pada Bagaskara, Aliyah rela menolak puluhan lamaran pria yang meminangnya.

Tak disangka, tepat di hari ulang tahunnya, Aliyah mendapati lamaran dari Bagaskara lewat perantara adiknya, Rajendra.

Tanpa pikir panjang Aliyah iya-iya saja dan mengira bahwa lamaran itu memang benar datang dari Bagaskara.

Sedikitpun Aliyah tidak menduga, bahwa ternyata lamaran itu bukan kehendak Bagaskara, melainkan inisiatif adiknya semata.

Mengetahui hal itu, alih-alih sadar diri atau merasa dirinya akan menjadi bayang-bayang dari mantan calon istri Bagaskara sebelumnya, Aliyah justru bertekad untuk membuat Bagaskara benar-benar jatuh cinta padanya dengan segala cara, tidak peduli meski dipandang hina ataupun sedikit gila.

.

.

"Nggak perlu langsung cinta, Kak Bagas ... sayang aja dulu nggak apa-apa." - Aliyah Maheera.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 28 - Terlalu Kentara (Cemburunya)

“Ih, romantis banget sih … jangankan satu piring berdua, satu sendok bersama pun aku sama sekali enggak keberatan.”

Kalimat itu meluncur ringan, nada suaranya manja penuh godaan. Aliya bahkan sengaja menatap lurus ke mata Bagas, mencoba membaca reaksi pria itu.

Mendengar gombalan receh itu, Bagaskara hanya menunduk sekilas ke piring, sudut bibirnya terangkat tipis. Nyaris tidak terlihat, tapi cukup membuat Aliya sadar bahwa sebenarnya ia berhasil menyentuh hatinya.

“Sudah enakan?” tanya Bagas pelan, pandangan matanya bergeser sekilas ke arah Aliya.

Aliya yang sibuk menyuapkan sesendok nasi goreng langsung menatapnya sambil mengangguk-angguk. “Hem, enak … kakak pakai bumbu apa tadi?”

Raut wajah Bagas kontan berubah. Ia sebenarnya sedang menanyakan keadaan Aliya, apakah sakitnya sudah berkurang, bukan soal rasa nasi goreng. Namun, sepertinya telinga istrinya salah tangkap. Aliya malah mengira yang dimaksud adalah tentang masakan itu.

Sekilas ia membuka mulut hendak meluruskan maksudnya, tapi pada akhirnya ia memilih mengalah. Daripada membuat suasana jadi canggung, Bagas hanya menjawab seadanya. “Bumbu biasa. Bawang putih, bawang merah, kecap, minyak wijen … gitu-gitu aja.”

Aliya menatapnya sambil terus mengunyah. Setelah menelan, ia langsung berkomentar dengan nada penuh heran. “Ih kok bisa beda gitu rasanya? Aku kalau masak nasi goreng rasanya enggak kayak gini, aneh gitu.”

Bagas menoleh sekilas, lalu tersenyum tipis untuk kedua kalinya malam ini. Senyuman yang begitu singkat, tapi tetap membuat Aliya merasa hatinya hangat.

Dia tidak perlu menjelaskan apapun, karena ia percaya penuh dengan pengakuan istrinya. Bagaimana tidak? Ibunya sendiri pernah berkata bahwa Aliya memang kurang bisa diandalkan di dapur.

Aliya tidak menyadari, setiap komentar polosnya malam itu justru membuat suasana jadi ringan dan jauh lebih intim. Larut malam yang awalnya hanya dipenuhi lapar, kini berubah menjadi momen kecil yang terasa istimewa, satu piring nasi goreng, dua sendok, dan senyum tipis yang mulai tumbuh perlahan di wajah Bagaskara.

Melihat Aliya yang begitu lahap, Bagaskara bahkan tanpa sadar menahan diri. Suapan demi suapan ia biarkan lebih banyak jatuh ke arah istrinya. Perutnya sendiri memang lapar, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang lebih kuat dari sekadar rasa keroncongan, keinginan agar Aliya tidak kekurangan.

Ia mengalah, layaknya seorang kakak yang terbiasa mendahulukan adiknya. Setiap kali Aliya mengambil bagian yang lebih besar, Bagas hanya menggeser piring itu sedikit ke arahnya, seakan menyilakan. Sampai akhirnya, sepiring nasi goreng yang mereka nikmati bersama itu tandas tanpa sisa.

Aliya menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan ekspresi puas, lalu tiba-tiba bersendawa kecil.

“Ups, sorry,” ucapnya refleks, wajahnya memerah menahan malu.

Bagaskara melirik sekilas, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum miring yang khas. Ia tidak memberi komentar apapun, hanya berdiri sambil membawa piring kosong ke wastafel. Suara air keran mengalir, spatula dan piring beradu pelan saat ia mencucinya.

Sementara itu, Aliya tidak hanya diam. Begitu perutnya terasa lebih ringan, ia bangkit dari kursi dan berjalan ke arah kulkas dengan langkah kecil yang masih malas. Tangannya membuka pintu lemari es, matanya menyapu isi di dalamnya.

“Ehm, apa ya? Jeruk … mana jeruk?” gumamnya pelan sambil menunduk, kedua matanya mencari-cari dengan teliti.

Begitu menemukannya, wajahnya langsung berbinar. Ia menarik beberapa buah jeruk dengan semangat, lalu menutup pintu kulkas agak keras. Gerakannya refleks dan sedikit asal-asalan, mirip hewan primata yang baru saja mendapatkan cemilan kesukaannya.

Tanpa merasa perlu meminta izin, Aliya berjalan santai keluar dapur sambil menggendong jeruk-jeruk itu dalam pelukan. Ia teringat pesan mertuanya beberapa waktu lalu, “Kalau sudah suami-istri, apa yang ada di rumah ini milik bersama. Anggap saja rumah sendiri.”

Itulah sebabnya ia tak merasa sungkan mengambil apa saja yang diinginkan. Bagas mungkin akan menegur kalau berlebihan, tapi selama ini belum pernah benar-benar melarangnya.

Aliya tidak kembali ke kamar. Justru ia sengaja menuju ruang tengah. Malam terasa terlalu sayang untuk dihabiskan hanya dengan tidur, apalagi kantuk yang tadi menekannya kini benar-benar hilang setelah perutnya terisi.

Di ruang tengah, ia menjatuhkan tubuh ke sofa empuk, menaruh jeruk-jeruk itu di pangkuan, lalu meraih remote televisi. Sekejap saja layar besar itu menyala, memecah kesunyian larut malam dengan cahaya terang dan suara khas intro acara.

Aliya mengupas jeruk pertama dengan cekatan, kulitnya terlepas satu per satu, aroma segar citrus langsung memenuhi ruang tengah. Ia tersenyum kecil, lalu menyelipkan satu potong ke mulut sambil menekan tombol channel di remote.

.

.

“Nah … kebetulan eps enam sudah tayang. Mari kita lihat.”

Nada suaranya penuh antusias, seperti anak kecil yang baru mendapat hadiah. Aliya menyandarkan tubuh, meluruskan kakinya ke sofa, lalu memusatkan perhatian ke layar. Serial favorit yang diperankan oleh aktor pujaan hatinya, siap menemani larut malam itu.

Sementara di dapur, suara Bagaskara masih terdengar samar-samar, menandakan pria itu belum beranjak dari pekerjaannya. Aliya yang asyik dengan serialnya tidak begitu peduli, pikirannya sudah penuh oleh jalan cerita drama kesayangannya.

Tak lama setelah suara air dari dapur mereda, langkah Bagaskara terdengar mendekat. Suara sandal rumahnya beradu pelan dengan lantai, ritmenya tenang, namun cukup jelas sampai ke telinga Aliya yang tengah larut menonton.

Aliya tidak menoleh, matanya terpaku pada layar. Kedua tangannya sibuk mengupas jeruk kedua, sementara mulutnya masih mengunyah potongan pertama. Ia tampak begitu fokus, bahkan sesekali mengeluarkan seruan kecil setiap kali adegan dramatis muncul.

Bagaskara berhenti sejenak di ambang pintu ruang tengah. Pandangannya jatuh pada sosok istrinya yang santai sekali di sofa, dengan rambut berantakan, kaki selonjoran, dan jeruk-jeruk berserakan di pangkuannya. Ia menggeleng pelan. Benar-benar seperti anak kecil, batinnya.

Akhirnya, ia melangkah masuk dan menjatuhkan tubuh ke sofa, tepat di samping Aliya. Tubuhnya yang besar membuat sofa sedikit bergeser, membuat Aliya spontan menoleh.

“Oh, Kak sudah selesai?” tanyanya ringan, lalu kembali menatap televisi. Seolah-olah keberadaan Bagas hanya jeda singkat sebelum fokusnya kembali ke layar.

Bagaskara menautkan alis, mengikuti arah pandangan istrinya. Di layar, seorang aktor tampan tengah muncul dengan senyum menawan, membuat Aliya bersorak kecil.

“Nah, itu diaaa … duh ganteng banget!” seru Aliya tanpa sadar, kedua matanya berbinar penuh kagum.

Bagaskara langsung menoleh padanya, ekspresinya jelas menunjukkan ketidaksenangan. “Hobi banget ya nonton beginian tengah malam?” tanya Bagas kemudian, suaranya berat dan datar, tapi ada nada kesal yang samar.

Aliya menoleh sebentar, lalu terkekeh kecil sambil menyuapkan potongan jeruk ke mulut. “Ya iyalah, ini drama favorit aku, Kak. Aktornya … ya ampun, perfect banget.”

Kalimat itu sukses membuat rahang Bagas menegang. Ia bersandar ke sofa, menyilangkan tangan di da-da, matanya tetap menatap layar meski jelas ia tidak benar-benar memperhatikan jalan cerita. Dari sudut matanya, ia sesekali melirik Aliya yang begitu bersemangat sampai lupa keberadaannya.

Aliya semakin terbawa suasana. Setiap kali adegan romantis muncul, ia bersuara, kadang tertawa kecil, kadang menepuk paha sendiri karena terlalu heboh. “Astaga, lihat kan Kak, lihat! Dia kalau tatapannya gitu … duh bikin meleleh, tubuhnya juga, nggak kebayang kalau tidur di dadanya.”

Tak segera menjawab, Bagaskara menghela napas panjang sebelum kemudian dia embuskan perlahan. “Kalau gitu, tidur aja sama aktor itu.”

.

.

- To Be Continued -

1
erma
maksudnya ngelawak....tp kurang lucu, jadi aneh. ... dokter yg sdh usia cukup tp pemikiran dan gayanya kok spt anak remaja...gak nyambung
Layla 🌹
gantian bibir bagas yg merona🤣🤣🤣
Fitriatul Ilmi
bagas : tua tua gini juga bisa buat km terpesona. apalagi klo msh muda 😂
Fitriatul Ilmi
komprin terus jend; biar si babang satu ini luluh sama biniknya/Facepalm/
Fitriatul Ilmi
aduh adek meleleh bang/Kiss/
Herlita Liem
lanjut Thor makin seru ceritanya....😍😍
Hafifah Hafifah
kelakuannya kayak bocah ya gas 🤭🤭
Hafifah Hafifah
menghayati banget ya Al
Hafifah Hafifah
ngarep ya bang dikejar ama istrinya
Teh Yen
Aliya oh Aliya ada aj pembahasannya hihii Bagas bener" cocok sama Aliya yg atu diem yg atu cerewetnya level dewa 😅😅😅
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
aliya benar. 😁😁😁😁😁
jangan sampai ada lelaki lain yang menyayangi aliya melebihi kamu, bagas
վօօղíҽ̀z࿐༅ɯιƚԋ ʅσʋҽ࿐༅
Dasar piring, berisik aja elu 😆😆..
Kagak tauu ape, duo makhluk itu lagi kasmaran 😆..
Elu jadi saksi bisuuuu, gitu aja kagak paham, ngiri yaaa 😆...
վօօղíҽ̀z࿐༅ɯιƚԋ ʅσʋҽ࿐༅
Itu kan menurutmu Al, dahal kuping Bagas bisa menangkap suara infrasonik 🙊😅...
So selirih apapun suaramu selama tidak memakai bahasa kalbu Bagas bakalan dengar 😅..
Lain kali hati-hati ngomongnya apalagi kalau mau bully Bagas 😆✌...
🌸WD🌸
hati hati..keselek
🌸WD🌸
pisau: maaf nggak bisa bantu steaknya udah habis..mau mencari kegitan motong udah nggak ada yg dipotong..
🌸WD🌸
Aliya candaanmu selalu membuat dag dig dug derr..🤣🤣
~Ni Inda~
Habis ni sendok lg yg ngedumel 🤣🤣
Desmeri epy Epy
lanjut Thor
~Ni Inda~
Nah loohhh..kena kamu Gas 🤣🤣
Hasanah Purwokerto
Biarin aja pir..pir...kamu ga usah ikutan kumat yaaa🤭🤭🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!