NovelToon NovelToon
Bola Kuning

Bola Kuning

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:93
Nilai: 5
Nama Author: Paffpel

Kisah tentang para remaja yang membawa luka masing-masing.
Mereka bergerak dan berubah seperti bola kuning, bisa menjadi hijau, menuju kebaikan, atau merah, menuju arah yang lebih gelap.
Mungkin inilah perjalanan mencari jati diri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Paffpel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Sekarang sedang jam istirahat. Dipa berdiri dari duduknya, dia ingin pergi ke kantin. Rinaya melirik Dipa. Dia reflek terbangun dari duduknya. Dia menghampiri Dipa. “Dip! Mau kemana?” kata Rinaya.

Dipa menengok ke Rinaya pelan-pelan, tapi pandangannya berpindah-pindah. Dia sedikit gemetaran. “Ke k-kantin.”

Mata Rinaya berbinar. Dia mengangkat tangannya dengan cepat. “Ikut dong!”

Dipa diam sebentar. Matanya melirik-lirik sekitar, tidak berani menatap Rinaya. “O-oke,” Dipa mengangguk pelan.

Mereka berdua pun berjalan bersama-sama. Tapi Dipa selalu tertinggal oleh Rinaya. Jalan Dipa pelan dan menurunkan pandangannya. Dia selalu meremas jari-jarinya.

Di tengah jalan, Rinaya sadar Dipa tertinggal lagi. Dia menatap Dipa dari atas sampai ke bawah sambil memegang dagunya. Tiba-tiba kepala mundur dengan cepat. Dia nyengir lalu menghampiri Dipa yang tertinggal. “Ayo sini pegangan!” Rinaya menggenggam tangan Dipa dan lanjut berjalan.

Mata Dipa membesar. Dia terus-menerus menatap Rinaya dari belakang. Perlahan-lahan dia berhenti gemetar, dan senyum tipis muncul di wajahnya.

Saat hampir sampai di kantin, tiba-tiba langkah Rinaya terhenti. Dipa ikut berhenti. Dia menatap muka Rinaya sambil memiringkan kepalanya.

Ternyata Rinaya menatap mading sekolah. Matanya berbinar dan mulut sedikit terbuka. Rinaya menepuk-nepuk Dipa. “Dip, ini ekskul seni rupa!”

“Ekskul seni rupa itu ngegambar dan ngelukis gitu kan?” tanya Rinaya.

Dipa melirik poster ekskul seni rupa di mading. Dia menatap Rinaya. “I-iya kayaknya, m-mau masuk ekskul seni rupa?”

Rinaya mengangguk cepat. “lu ikut masuk ga? Biar gua ada temen, hehe.”

Mulut Dipa terbuka sedikit, lalu dia menutup rapat mulutnya. Dia pun mengangguk.

Rinaya melompat-lompat kecil sambil tersenyum. “Ayo kita daftar! Ke kantinnya nanti aja, hehe.”

Rinaya menarik pelan tangan Dipa dan berjalan mencari ruangan ekskul seni rupa.

Setelah mencari-cari lumayan lama, mereka pun akhirnya berdiri di depan ruangan ekskul seni rupa. Rinaya langsung membuka pintu dengan cepat. “Halo! Kita pengen daftar!”

Rinaya melirik-lirik ruangan itu. Ternyata hanya ada dua orang. Mereka adalah Aran dan Depa.

Depa yang sedang melukis langsung melirik ke arah Rinaya dan Dipa. Alis Depa naik. “Hah?! Dip? Ngapain lu?”

“Ya mau daftar dong, kan gua udah bilang tadi,” kata Rinaya.

Aran melirik Depa lalu Melirik Rinaya dan Dipa. Dia ketawa. “Haha, kalian saling kenal? Bagus deh.”

Aran berdiri dan menghampiri Rinaya dan Dipa. Dia ngasih formulir. “Kalian isi ya, nanti taruh aja di meja itu, nanti gua yang urus, kalian santai aja.”

Rinaya dan Dipa pun mengisi formulir itu. Mereka selesai mengisi dan menaruhnya di meja. “Udah ya bang,” kata Rinaya.

Aran yang lagi ngelukis mengangguk sambil ngasih jempolnya. “Oke, kalian santai aja dulu di sini, lagian gua ngebuat ekskul ini buat hobi aja.”

Rinaya dan Dipa penasaran dengan apa yang di lukis Depa. Mereka mendekati Depa.

“Ngelukis apa?” tanya Rinaya ke Depa.

Depa menggaruk kepalanya. “Nggak tau, lagian gua masuk ekskul ini gara-gara di paksa sama si tua itu,” bibir Depa maju mengarah Aran.

Alis Aran mengkerut dan berdiri. “Woi! Gua nggak setua itu ya!”

Aran duduk lagi. “Tapi makasih ya, Rinaya dan Dipa, sekarang ruangan ini jadi lebih ramai.” Aran tersenyum.

Depa nyeletuk. “Sok baik lu tua.”

Aran bangun dari duduk sambil mengepalkan tangannya. “Lu bener-bener ya! Yang sopan dong! Gua nih kakak kelas lu!”

Aran menghela napas sambil gosok-gosok dada. Dia lanjut ngelukis.

Tangan Depa tiba-tiba berhenti. Dia menatap Dipa. “Dip, lu ngapain di sini? Mau main-main?”

Depa ngelirik Rinaya. “Atau lu di ajak sama si kucing ini?”

Rinaya tersentak. “Hah?! Kucing?”

Dipa hanya diam dan menundukkan kepalanya.

Depa menghela napas. “Jadi bener? Lu cuman ikut-ikutan doang?”

Alis Rinaya mengkerut. “Hey! Lu juga ikut-ikutan kan?” kata Rinaya sambil menatap Depa.

Depa langsung berdiri dan melirik Rinaya. “Lu tau apa? Gua kembarannya, si Dipa itu punya bakat ngegambar, ngelukis atau apapun itu. Tapi dia nggak pernah mengasah bakatnya.”

Mulut Rinaya terbuka sedikit. Dia ngelirik Dipa sebentar lalu menatap Depa lagi. “Ya bagus dong, kan kalau bisa masuk ekskul ini dia bisa mengasah bakatnya.”

Rahang Depa mengeras dan dia menatap tajam Rinaya. “Woi, dia aja nggak ada niat buat ngasah bakatnya. Dia di sini gara-gara ikut lu doang, terus gua harus terima gitu? Gini-gini gua kembaran dia.”

Rinaya langsung terdiam seketika. Dia menatap Dipa. “Dip, kalau nggak mau masuk ekskul ini gapapa kok, gua bisa sendiri.”

Dipa diam sebentar, lalu menggelengkan kepalanya. “Nggak, gua tetap pengen masuk.”

Mata Rinaya berbinar. “Tuh denger ga?” Rinaya nyengir.

Depa menghembuskan napas. Dia berjalan ke arah pintu. “Terserah deh,” Depa keluar dari ruangan itu.

Depa memasukkan tangannya ke kantong. Di jalan dia cuman menatap lantai. Tiba-tiba, suatu kenangan muncul.

Waktu itu, saat Depa dan Dipa masih kecil. Mereka sedang menggambar bersama-sama.

Depa kecil melirik gambar Dipa. Mata Depa membesar dan berbinar. Tatapannya hanya fokus pada gambar yang di buat Dipa. “Wow! Dip, gambar kamu bagus banget!”

“Emang iya? Makasih,” Dipa tersenyum tipis.

Sejak saat Dipa selalu menggambar. Dia sangat nyaman dan tenang saat menggambar. Sifat Dipa memang pendiam dan pemalu sejak kecil, dia lebih nyaman sendiri, sambil menggambar.

Hobi menggambarnya masih berlanjut hingga Dipa SMP. Tapi sayangnya Depa tidak sekelas dengan Dipa.

Walaupun Depa berbeda kelas denganya, Dipa terus-menerus menggambarkan dimanapun dan kapanpun, hingga dia kelas 2 SMP.

Tapi, perlahan-lahan mulai ada gosip aneh tentangnya. Dia dijuluki pria kesepian yang terobsesi dengan menggambar.

Lama-lama makin banyak orang yang nggak suka sama dia. Saat dia menggambar di kelas, gambarnya di robek, di hancurkan, dan di siram. mulai dari situ, dia meninggalkan hobinya.

Depa awalnya bingung kenapa Dipa berhenti menggambarkan. Lalu Dipa menceritakan semuanya pada Depa. Depa terus menyemangati Dipa. Karena Depa mengagumi gambar Dipa. Tapi Dipa tetap ingin meninggalkan hobinya.

Dan dari situ, hubungan mereka merenggang. Dipa menjadi lebih pendiam dan pemalu, sedangkan Depa menjadi lebih jujur, sangat jujur. karena saat itu dia berpikir, jika dia lebih jujur kalau dia mengagumi gambar Dipa, mungkin Dipa tidak meninggalkan hobinya.

1
HitNRUN
Nguras emosi
tecna kawai :3
Masih nunggu update chapter selanjutnya dengan harap-harap cemas. Update secepatnya ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!