Ratna yang tidak bisa hamil menjebak suaminya sendiri untuk tidur dengan seorang wanita yang tak lain adalah adik tirinya.
ia ingin balas dendam dengan adik tirinya yang telah merenggut kebahagiaannya.
akankah Ratna berhasil? atau malah dia yang semakin terpuruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadelisa dedeh setyowati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air Mata Istri Yang Diabaikan 25
Andini kembali ke kantornya dengan hati yang getir. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena memang Bagas bersama istri sah-nya dan itu hak Bagas untuk bersama Ratna. Hanya saja Andini berpikir ini hari pertama mereka menjadi suami istri, bukankah sebaiknya Bagas bersama dia sekarang?
Meski tak habis pikir Andini memutuskan untuk memendam perasaannya sendiri dan kembali ke kantor. Di sana sudah ada Bayu yang berkacak pinggang menantinya di depan pintu ruangannya.
“Apa tebakanku benar?” tanya Bayu yang sebenarnya lebih ke pernyataan.
Andini tak menjawab dan mendorong rantang yang ia bawa ke Bayu, membuat laki-laki itu agak terkejut dan hampir menjatuhkan rantang makanannya.
“Hei aku nggak minta makananmu Din,” Bayu menangkap rantang itu dengan sedikit gelagapan.
“Makanlah,” ucap Andini tanpa menatap Bayu
Bayu yang memang sudah lapar tak ambil pusing, ia segera mengekori Andini masuk ke ruangannya dan duduk di sofa untuk menyantap makanan yang di bawa Andini.
“Hhmm, yang ini lebih enak dari kemarin Din, skill memasakmu meningkat cepat,” ucap Bayu dengan mulut penuh membuatnya hampir-hampir tidak jelas saat bicara.
“Yang masak ibuku,” jawab Andini singkat.
Bayu yang tengah menyuap sesendok besar nasi dan udang, tiba-tiba tangannya terhenti sejenak tepat di depan mulutnya. Ia mengurungkan niatnya untuk menyendok makanan itu.
“Sori Din ... aku ga tau kalau ini masakan ibumu, buat Bagas,” Bayu perlahan meletakkan sendoknya.
“Gak papa, makan aja. Habisin ya,” ucap Andini halus.
Awalnya Bayu ragu, tapi ... “Beneran gak papa aku makan?”
“Makan aja kali Yu, kan itu masakan dimasak buat dimakan, santai aja lah. Makan lah makan,” ujar Andini dengan sedikit bercanda menutupi kesedihan di wajahnya dengan senyum yang masam.
Karena ia sudah mendapat izin Andini, tentu saja Bayu tanpa ragu kembali menyuap makanannya sampai habis.
Tak lama Bayu mendesah puas saat isi rantangnya tandas. “Ahh kenyang Din,” ujarnya sambil mengelus perutnya.
Andini hanya tertawa melihat kelakuan konyol Bayu.
“Nah gitu donk ketawa, wajah masam mu tadi sungguh gak enak dilihat Din,”
Sejenak Andini terdiam, ternyata Bayu memperhatikannya.
Ahh Bayu memang selalu perhatian padanya. Seandainya Bagas bisa melakukan hal yang sama.
Andini menepis khayalannya, ia harus bekerja sekarang. Kerjaannya menumpuk.
“Yu, aku mau kerja nih,”
“Ngusir nih ceritanya?” sindir Bayu
“Udah ahh sana. Mau kerja nih, numpuk kerjaanku.” Kata Andini berkilah
“Ya udah, selamat kerja ya Andini yang cantik dan baik. Makasih makanannya,” ucap Bayu sembari beranjak dari tempat duduknya dan melangkah keluar dari ruangan Andini.
Deg! Andini tertahan.
Barusan ... barusan Bayu memujinya cantik? Apa ia tidak salah dengar?
Gadis itu menggelengkan kepala. Mungkin hanya fatamorgana kuping saja.
Andini bekerja dengan sangat fokus sampai ia lupa waktu. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam saat ia berhenti dengan pensil dan sketsanya.
Ia meregangkan tangan dan melemaskan otot. Meraih handphone dan melihat apakah ada pesan untuknya.
Selain dari beberapa kliennya juga ada dari teman-teman lamanya yang mengucapkan selamat atas pernikahannya selebihnya tidak ada.
Ya tidak ada.
Tidak ada pesan dari Bagas untuknya. Bahkan untuk sekedar menanyakan kabar ataupun menanyakan kapan ia akan pulang pun tak ada.
Ia menghirup udara dingin yang terasa menyesakkan dadanya. Suaminya tidak mencarinya atau menghubunginya.
Awalnya ia ingin menelepon Bagas tapi niatnya ia urungkan. Ingatannya tadi siang berputar di kepalanya. Bukan tak mungkin jika saat ini Bagas masih bersama Ratna. Andini sadar diri, ia memilih menyimpan sendiri kekecewaannya.
Andini baru saja selesai menata sketsa saat kepala Bayu menjulur dari balik pintu.
“Din, balik nggak?” tanyanya.
Andini mengangguk pelan dan membawa beberapa dokumen untuk ia kerjakan di rumah. Saat Andini dan Bayu keluar dari gedung kantor saat itulah Andini melihat Bagas turun dari mobil.
“Mas Bagas?” lirih Andini,
Ya. Bagas menemuinya di kantor. Bagas menjemputnya.
“Kamu sudah selesai?” tanya Bagas menghampiri keduanya.
Andini mengangguk. Ia masih tak percaya Bagas ada disini.
“Mas kok di sini?” tanya Andini tanpa menjawab pertanyaan Bagas.
“Aku mau jemput istriku,” ujar Bagas sambil menatap Bayu tak suka.
“Oh aku hanya ingin menemani Andini saja. Ini sudah malam. Tak baik perempuan sendirian,” kilah Bayu
“Maka dari itu aku di sini untuk menjemputnya.”
Andini tak peduli mereka berdua hampr berseteru, yang ia pikirkan adalah Bagas ada di sini menemuinya, menjemputnya.
“Mas mau jemput aku?” ujar Andini tak percaya.
Bagas tidak mengatakan apa-apa tapi langsung menarik tangan Andini dan membimbingnya masuk ke mobil.
“Hati-hati bro,” seru Bayu sesaat setelah Bagas menutup pintu penumpang. Bagas berhenti sebentar menatap tajam ke arah Bayu sebelum akhirnya mengitari mobilnya dan masuk ke dalamnya.
Tak lama mobil yang dikendarai Bagas keluar dari parkiran.
Andini yang ada di dalam mobil menatap Bagas dengan tatapan tak percaya. Ia dan Bagas satu mobil. Sepanjang perjalanan Bagas hanya diam dan Andini pun juga memilih diam. Ia menikmati momen ini bersama Bagas meski tak ada suara yang terdengar dan hanya keheningan yang terasa.
Tak apa.
Ini sudah cukup baginya.
Yang mengejutkannya Bagas tidak menuju rumah tapi ke salah satu restoran yang ada di tengah kota.
“Kita mau ngapain mas di sini?” tanya Andini.
Bagas menatap heran ke arah Andini, “Kalau ke restoran biasanya untuk apa?” tanya Bagas sambil melepas seat belt.
“Untuk ... makan?” ujar Andini tak yakin.
“Lalu kenapa masih bertanya?” kali ini Bagas yang bertanya. “Sudah turun, aku lapar,” ucap Bagas membuka pintu dan turun duluan.
Andini yang masih belum jernih pikirannya segera menyusul Bagas.
Mereka masuk ke restoran tersebut dan disambut oleh waitress. Dan yang lebih mengejutkannya lagi ternyata Bagas sudah mem-booking tempat untuk mereka berdua. Di lantai atas dekat dengan balkon.
“Mba Ratna nyusul mas?” tanya Andini hati-hati.
“Nggak, Cuma kita berdua,”
Andini ternganga masih belum benar-benar mencerna dengan baik kejadian yang begitu cepat ini.
Bagas menjemputnya dan mereka makan malam bersama.
Hanya mereka berdua.
Tanpa Ratna.
Menyadari itu akhirnya Andini tersenyum bahagia. Akhirnya ia bisa menikmati waktu berdua sebagai suami istri.
Pesanan tiba, itu adalah pasta kesukaan Andini.
“Mas ... tau darimana aku suka pasta?” ucap Andini sambi menyendok pastanya.
“Ratna,” ucap Bagas singkat.
Andini mengangguk singkat. Ia tak peduli Bagas tau darimana ia menyukai pasta. Yang ia pikirkan adalah kebersamaan mereka.
Detik berikutnya sampai mereka selesai makan diisi keheningan. Bagas hanya menjawab seputar ya dan tidak.
Tapi itu tidak masalah bagi Andini, setidaknya saat ini, karena dia sedang merasa bahagia bisa berdua dengan Bagas.
Bahkan dalam perjalanan pulang pun Bagas masih tak banyak bicara. Dan Andini tidak memprotesnya.
Sampai rumah Bagas menurunkan Andini sedangkan ia tetap berada di mobil.
“Mas gak turun?” Andini heran Bagas tidak melepas seat belt-nya.
“Malam ini aku akan tidur di rumah Ratna.” Ucap Bagas menatap ke depan.
Andini ternganga, “Ha? Mas, tapi gimana Ayah dan Ibu nanti –“
“Kamu yang pikirkan, sekarang turun.” Titah Bagas
Andini masih terdiam tak percaya. Baru saja ia merasa bahagia. Tapi ternyata ...
“Mas ...”
“Jangan mengujiku!”
Dengan berlinang airmata Andini turun dari mobil Bagas. Ia masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Tak berapa lama mobil Bagas meluncur keluar dari halaman rumah Andini.
Meninggalkan Andini yang tengah menangis terisak.