Kisah ini bercerita tantang dua orang gadis yang memiliki kehidupan jauh berbeda sekali satu sama lainnya.
Valeria dan Gisela yang merupakan anggota academy musik di Soleram Internasional dan sama-sama menimba ilmu sebagai seorang murid disana untuk menjadi penyanyi terkenal.
Sayangnya nasib mujur bukan berpihak pada Gisela namun pada Valeria karena karya lagunya menjadi viral dan hits hingga mancanegara dan mengantarkannya sebagai penyanyi populer.
Penasaran mengikuti kelanjutan serial dua gadis yang berseteru itu !
Mari ikuti setiap serialnya, ya... 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 TUGAS BERHASIL DIKERJAKAN GISELA
Seluruh siswi di kelas akademi Soleram terpukau diam ketika mereka mendengar suara merdu milik Gisela merangkai kata demi kata dalam bait lirik.
Mereka terlihat menghayati penampilan suara Gisela di bangku masing-masing.
Terutama Mrs. Patricia sangat mengagumi keindahan lirik ciptaan Gisela, membuat guru kelas itu terduduk khidmat mendengarkan suara merdu Gisela seperti bernyanyi saat membawakan lirik ciptaannya.
Gisela mengakhiri bait lirik ciptaannya lalu tersenyum simpul.
Mrs. Patricia bertepuk tangan memberikan pujiannya di sertai oleh seluruh siswi di kelas itu yang ikut bertepuk tangan.
Gisela membalas pujian mereka dengan senyuman manis seraya mengedarkan pandangan matanya ke seluruh siswi dan guru di kelas.
"Terimakasih...", ucapnya dengan anggukkan kepala ringan lalu duduk di bangkunya kembali.
Mrs. Patricia langsung mengangkat kertas bertuliskan nilai sempurna teruntuk Gisela.
"Kerja bagus, Gisela. Dan nilai seratus untukmu !" ucapnya.
"Terimakasih, Mrs. Patricia", sahutnya seraya tersenyum manis.
"Darimana kau mempelajari cara membuat lirik seindah itu ?" tanya Mrs. Patricia.
Gisela tampak bingung kemudian berpikir serius untuk mencari jawaban pasti akan pertanyaan Mrs. Patricia.
"Saya biasa menulis lirik di sela-sela waktu istirahat di rumah, terkadang saya rajin mendengarkan lagu yang mengilhami saya menciptakan lirik", kata Gisela.
"Tugas yang bagus telah kau lakukan sebagaimana mestinya menjadi seorang siswi di akademi Soleram Internasional ini", kata Mrs. Patricia.
Gisela tersenyum simpul dengan wajah semburat merah.
Tersanjung oleh setiap pujian yang dilontarkan oleh guru kelasnya itu sehingga dia tersipu malu.
Hal baru baginya mendapatkan pujian terbaik setelah dia tidak lagi aktif di kelas akademi Soleram.
"Baiklah, pelajaran kita lanjutkan kembali, giliran siswi lainnya untuk maju membuat lirik hari ini", ucap Mrs. Patricia.
Seketika suasana di ruangan kelas itu menjadi hening.
Tampaknya seluruh siswi mulai merasa tegang dengan tugas yang diberikan oleh Mrs. Patricia sebagai guru mereka.
"Kita mulai dengan Yolanda !" kata Mrs. Patricia sembari melirik ke arah gadis berpita merah.
Yolanda langsung berubah pucat pasi ketika dia mendengar perintah gurunya itu.
Gadis berpita merah langsung gemetaran saat gurunya memandang tegas kepadanya dan menunggunya untuk tampil.
"Yolanda, kenapa hanya diam saja ?" tanya Mrs. Patricia.
"Eh, ba-baik, Mrs. Patricia", sahut Yolanda bimbang.
"Ayo, mulai tugasnya, Yolanda !" perintah guru muda kepada Yolanda.
"I-iya, Mrs. Patricia", lanjutnya lalu beranjak berdiri dari bangku kelasnya sedangkan tubuhnya terasa tegang.
"Langsung dimulai sekarang karena murid-murid lainnya menunggu giliran berikutnya untuk tampil, Yolanda", perintah Mrs. Patricia lagi.
"Baik... ?!" sahut Yolanda masih kebingungan karena dia tidak tahu harus memulai darimana untuk merangkai kalimat.
"Ya... ?!" kata Mrs. Patricia dengan tatapan tegasnya kepada Yolanda.
Yolanda gugup sebab dia tahu bahwa dirinya tak mampu menciptakan lirik sebagus Gisela tadi.
Namun perintah Mrs. Patricia merupakan tugas yang tidak dapat di ganggu gugat oleh dirinya meski Yolanda adalah anak direktur di akademi Soleram Internasional ini.
"Mulai sekarang, Yolanda !" kata Mrs. Patricia mengulangi ucapannya kepada Yolanda.
Kali ini Yolanda benar-benar kikuk lantaran dia tidak tahu harus berbuat apa untuk memulai menciptakan lirik sedangkan pandangan seluruh siswi di kelas ini tertuju padanya.
"Kenapa, Yolanda ?" tanya Mrs. Patricia.
Yolanda terdiam malu dengan pandangan tertunduk.
"Kau tidak dapat melakukan tugas ini", kata Mrs. Patricia.
Yolanda semakin menunduk dalam, rasa malu sontak menghinggapi dirinya.
"Yah, baiklah, aku akan memberikan kalian jeda waktu untuk menciptakan lirik sekitar lima belas menit lalu kita lanjutkan lagi kegiatan ini", kata Mrs. Patricia.
"Baik, Mrs. Patricia", sahut seluruh siswi di kelas ini.
"Kau boleh duduk kembali, Yolanda. Tapi, aku memberimu waktu sekitar lima belas menit untuk menciptakan lirik setelah itu giliranmu tampil kembali", tegas Mrs. Patricia.
"Baik, Mrs. Patricia", sahut Yolanda mengangguk cepat namun wajahnya merah padam.
"Hai, Yolanda, kukira kau pintar merangkai kalimat menjadi lirik lagu seperti yang kau bicarakan kepada kami semua, tapi kenapa kau tidak mampu melakukannya", celetuk seorang siswi dari bangku lainnya.
"Diam kau !" bentak Yolanda malu.
Yolanda sangat tersinggung oleh ucapan salah satu teman kelasnya lalu menoleh ke arah siswi berkuncir dua yang memandangi dirinya.
"Jangan bicara lagi denganku, lakukan saja tugasmu !" hardiknya sembari bersungut-sungut.
"Yolanda !" tegur Mrs. Patricia. "Tidak seharusnya kamu berkata sekeras itu kepada teman kelasmu".
"I-iya, Mrs. Patricia", jawab Yolanda lalu menundukkan kepala.
"Lanjutkan saja tugas dariku karena aku hanya memberikanmu waktu hanya sekitar lima belas menit untuk kalian tampil di mata pelajaranku !" tegas guru muda itu kepada seluruh muridnya.
"Baik, Mrs. Patricia", sahut serentak semua murid di kelas ini.
"Mulai kerjakan tugas kalian sekarang !" kata Mrs. Patricia.
Keheningan langsung tercipta di seluruh ruangan kelas ini.
Tidak ada lagi suara berisik dari seluruh siswi seperti sebelumnya, hanya ada keheningan yang tercipta di kelas.
Semua murid tenggelam dalam kesibukan mereka membuat tugas dari guru mereka untuk menciptakan lirik sebagai tugas mata pelajaran olah vokal.
Waktu terus bergulir cepat, kegiatan belajar mengajar telah usai dilakukan dikelas Gisela.
Terdengar suara dering bel istrirahat berbunyi keras dari arah luar ruangan kelas di Akademi Soleram Internasional ini.
Serentak seluruh siswi berhamburan keluar ruangan kelas sembari berjalan cepat meninggalkan kelas mereka menuju kantin akademi.
"Hai, kau, berani sekali kau menyinggungku !" bentak suara Yolanda.
Segera Gisela menolehkan pandangannya ke arah belakang.
Tampak Yolanda bersama Emilian sedang berdiri di dekat bangku milik seorang siswi, dia memarahi siswi yang tadi menegurnya karena Yolanda tidak bisa menyelesaikan tugas dari guru mereka.
"Apa aku salah ?" sahut siswi berkuncir dua itu mencoba berani.
"Apa ? Kau berani membantahku rupanya ?" kata Yolanda.
"Memangnya kenapa, toh, kita sama-sama siswi di Akademi Soleram ini, apa yang aku takutkan darimu ???" sahut siswi itu.
"Ka-kau ! Lancang sekali terhadap putri direktur disini ! Aku bisa memberimu pelajaran karena sikap lancangmu itu, Susan !" hardik Yolanda.
Yolanda menujuk jarinya ke arah siswi berkuncir dua itu dengan perasaan emosi karena merasa dipermalukan oleh siswi bernama Susan.
"Hai, Susan, benar yang dikatakan oleh Yolanda. Kenapa sikapmu kurang ajar sekali tadi sewaktu pelajaran Mrs. Patricia", sahut Emilia.
"Aku hanya bertanya pada Yolanda karena selama ini dia selalu membanggakan diri bisa menciptakan lirik indah, tapi saat giliran tugas seperti itu dari Mrs. Patricia ternyata dia tidak mampu mengerjakannya", sahut Susan.
"Yolanda bukan tidak bisa mengerjakannya, tapi dia butuh waktu untuk merangkai kata, memangnya tugas menciptakan lirik semudah seperti membalik tangan", kata Emilia membela Yolanda.
"Seharusnya sebagai murid teladan disini, dia lebih unggul daripada Gisela, buktinya Gisela lebih mampu dibandingkan Yolanda", sahut Susan.
"Berani sekali, kau menghinaku, Susan !!!" teriak Yolanda marah.
"Aku tidak menghinamu melainkan mempertanyakan kemampuanmu sebagai siswi teladan yang semestinya kamu memberi contoh lebih baik dibanding siswi lainnya", kata Susan.
"Hai, kau jangan asal bicara ngawur, Yolanda siswi teladan disini dan tidak sepatutnya kamu menghina dia", kata Emilia.
"Sudah kukatakan aku tidak menghina dia, tapi aku hanya bertanya padanya dan benar yang aku pikirkan kalau kemampuan dia tidak ada apa-apanya sebagai siswi teladan disini", serang Susan yang tak mau kalah.
"Susan !!!" teriak Yolanda marah.
Yolanda segera mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke atas hendak melayangkan tamparan tangannya kepada Susan.
Seseorang langsung menghalangi laju gerakan tangan Yolanda sehingga gadis itu tidak dapat menggerakkan tangannya.
Yolanda yang tersulut emosinya langsung memalingkan muka ke arah samping kanannya.
Tampak Gisela telah berdiri didekatnya sembari menahan tangannya kuat-kuat.
Rupanya Gisela tidak tahan melihat aksi perundungan terhadap Susan sehingga dia terpaksa membela temannya itu dari serangan Yolanda.
"Kau...", ucap Yolanda bergetar.
Sorot mata Gisela menatap tajam ke dalam kedua mata Yolanda.
Sontak saja, Yolanda berubah tegang dan seluruh tubuhnya mendadak dingin membeku.
Tatapan Gisela seolah-olah mengandung magnet kuat seperti hipnotis yang mampu menjinakkkan seseorang agar takut kepada dirinya.
Perlahan-lahan Yolanda luluh lalu berjalan keluar kelas dengan sikap aneh, dia melangkah pergi dengan pandangan kosong seperti orang asing bahkan tanpa berkata-kata lagi.