Anthony Chavez, ibunya Barbara, istrinya Dorothy dan kedua anak lelakinya Ethan Chavez dan Fred Chavez, ditemukan polisi sudah tidak bernyawa dengan tubuh lebam kebiruan di dalam kamar. Keempat jenazah itu saling bertumpuk di atas tempat tidur. Di dalam tubuh mereka terdapat kandungan sianida yang cukup mematikan. Dari hasil otopsi menyatakan bahwa mereka telah meninggal dunia lebih dari 12 jam sebelumnya. Sedangkan putri bungsu Anthony, Patricia Chavez yang masih berusia 8 bulan hilang tidak diketahui keberadaannya. Apakah motif dari pembunuhan satu keluarga ini? Siapakah pelakunya? Dan Bagaimanakah nasib Patricia Chavez, anak bungsu Anthony? Temukan jawabnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bas_E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Menjauh Dari Rumah
Brak.... !!!
Pintu belakang rumah keluarga Johnson itu dibanting dengan keras. Saat itu senja baru saja memerah. Langkah tegas Dwayne berlahan menjauh, mendekati mobil pickupnya yang terparkir di samping rumah.
Ceklek...
Pintu mobil itu dibukanya dengan kasar. Begitu berada dalam mobil, Dwayne menghempaskan tubuhnya ke atas jok di belakang kemudi.
Brak..!!!
Pintu mobil pun ditutup kembali. Gemerincing kunci mobil bertemu dengan key chain berbahan metal yang bertuliskan "if spongebob never die" menyusul kemudian bunyi mesin mobil dinyalakan. Tak berselang lama suara decitan ban mobil beradu dengan lantai beton terdengar bersamaan bunyi deru mobil menjauh dengan kecepatan tinggi yang menyisakan kepulan asap putih tipis di belakang kendaraan roda empat bak terbuka itu.
Mobil yang dikendarai Dwayne meluncur di jalan 159th LN NW yang masih nampak ramai. Ia meraih kotak rokok di atas dashboard dan membukanya. 3 batang rokok buatan lokal masih tersisa di dalam. Kemudian ia mengeluarkan rokok filter itu yang diraih dengan ujung bibirnya. Seraya menyulutnya dengan auto socket lighter yang tersedia di dashboard mobil. Dwayne kemudian membuka jendela mobil. Ia membiarkan angin senja menerpa wajahnya. Perlahan batangan daun tembakau itu ia hisap. Membiarkan hasil pembakaran nikotin dan tar, memenuhi rongga dadanya. Dengan memajukan bibirnya seraya menghembuskan perlahan campuran suspensi partikular dan gas itu hingga membentuk lingkaran putih tipis tepat di depan wajahnya. Asap itu menghilang beberapa detik kemudian terbawa hembusan angin yang masuk lewat jendela. Ia mengulangnya hingga berkali-kali.
Apa yang Dwayne lakukan itu cukup ampuh mendinginkan amarah yang sedari tadi telah membakar hatinya. Dalam kewarasan akalnya Dwayne menyadari pertengkaran dengan ibunya seharusnya tidak perlu terjadi. Mengusap wajahnya kasar, Dwayne membiarkan takdir membawanya semakin menjauh dari rumah.
Kendaraan roda empat itu memasuki jalan Kamacite St. NW, kemudian berbelok ke kiri masuk ke jalan 158th Ln NW. Lantunan musik country yang diputar stasiun radio lokal seirama dengan putaran roda-roda mobil mengiringi perjalanan Dwayne malam itu. Musik asli dari Amerika selatan dan barat daya itu mengalun dengan tangga nada mayor dalam setiap lagu-lagunya. Nada yang penuh kegembiraan seperti apa yang ingin digambarkan dan tertulis dalam lirik-lirik lagu country yang putar DJ. Tanpa terasa dua jam lebih mobil Dwayne melaju saat senja hingga malam merangkak naik.
Jembatan terpanjang di Minnesota saat ini ada di hadapan Dwayne. Adalah Richard Ira Bong Memorial Bridge, jembatan lengkung yang menghubungkan Duluth, Minnesota, dan Superior, Wisconsin. Perlahan ia menepikan mobilnya di bahu jalan. Meninggalkan kendaraan roda empatnya di ujung jembatan. Dwayne berjalan kaki menaiki jembatan yang kokoh itu, dengan kunci mobil ia biarkan menggantung di stop kontaknya.
Titian beton itu terlihat sangat indah di malam hari dengan lampu penerang berwarna-warni yang di pasang sepanjang jembatan. Tiba di suatu titik, ia bersandar di pagar pembatas. Pandangan Dwayne luas ke arah sungai Saint Louis yang memiliki panjang 192 mil. Jembatan yang berstruktur baja dan beton yang menjulang tinggi ini berukuran panjang 11.800 kaki dari ujung ke ujung. Sekitar 8.300 kaki jembatan melintasi teluk Saint Louis. Suara gemericik air berpadu dengan hembusan angin malam, terasa begitu syahdu. Deru suara mobil yang melintas di belakangnya, tidak membuat Dwayne merasa terganggu.
"Help... Help... "
Sayup suara wanita terdengar dari kejauhan. Sontak Dwayne mempertajam indra pendengarannya.
"Help... Help... "
Teriakan itu kembali mengudara dan sekarang terdengar seakan putus asa. Tanpa pikir panjang Dwayne berlari ke arah datangnya suara yang berasal dari bawah jembatan. Sebuah jalan setapak menurun samar terlihat di pinggir jalan menuju ke bawah jembatan. Karena tergesa-gesa, Dwayne sempat tergelincir dan meluncur cepat hingga ke tepi sungai.
"Help.. Help.. "
Seorang gadis muda yang mengenakan t-shirt putih dan celana jean biru telah ada di depan mata Dwayne. Ia tampak ketakutan seraya pandangannya tertuju pada objek yang ada di hadapannya. Samar mata Dwayne melihat seekor king kobra sedang berdiri tegak dengan menjentikkan lidahnya yang bercabang. Pancaran sinar lampu jembatan memantul ke kulit binatang melata itu hingga terlihat bercahaya.
"Nona tenanglah.. Jangan bergerak dari tempatmu. Aku akan segera menyingkirkannya."
Wanita itu hanya mengangguk pasrah. Dwayne mempertajam penglihatannya sambil mencari sesuatu yang bisa ia gunakan sebagai alat bantu. Sebuah tongkat kayu panjang ia temukan di antara rimbunan rerumputan. Dengan segera diambilnya benda itu. Hati-hati Dwayne meraih ular kobra dengan menggunakan tongkat kayu tersebut. Ular kobra segera menggigit ujung tongkat kayu, begitu Dwayne mengarahkan benda panjang itu padanya. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, Dwayne segera melempar tongkat kayu beserta ular kobra ke sungai.
Byurrr....
Ular berbisa warna hitam bergaris putih itu mendarat dengan mulus ke dalam sungai kemudian hanyut terbawa derasnya arus air.
"Sudah aman, Nona. Tenanglah." Ujar Dwayne seraya berjalan perlahan mendekati wanita itu.
Bukk...
Tiba-tiba Dwayne merasakan sakit yang luar biasa di belakang kepalanya. Pandangannya memudar kemudian perlahan menjadi gelap.
Debap...
Dwayne ambruk ke tanah berumput yang lembab.
Seorang pria muda yang mengenakan jaket kulit, memegang tongkat bisbol di tangannya berada tepat di belakang Dwayne. Ia segera menggeledah tubuh putra sulung Emma itu begitu ia jatuh tak sadarkan diri. Pria asing itu mengambil dompet dari saku celana belakang Dwayne. Namun ia hanya mendapati beberapa lembar dolar di dalamnya.
"Sial !!! Dasar orang miskin. Hanya ada 100 dolar di sini." Umpat pria itu, sembari menarik uang itu dari tempatnya kemudian memasukkan ke dalam saku celananya. Ia mengabaikan kartu debit yang terselip di dalam dompet Dwayne. Pandangan matanya kemudian menangkap sebuah kartu identitas. Rasa ingin tahu membuat pria itu mencabutnya dari slot dompet.
"Nama Dwayne Johnson. Seperti nama aktor smackdown saja." Gumamnya. "Pekerjaan petani. Bhahahahaha... Dasar aktor wannabe. Status belum menikah. Pantas saja masih single. Mana ada wanita mau dengan laki-laki miskin. Pria itu tertawa terbahak-bahak sambil masukkan kembali kartu identitas itu pada tempatnya. Kemudian ia melemparkan dompet kulit warna coklat itu ke atas tubuh Dwayne.
Pria itu melanjutkan penggeledahannya. Tetapi ia tidak menemukan apa-apa di sana. Pandangan matanya tiba-tiba menangkap sebuah jam tangan yang melingkar di pergelangan kiri Dwayne. Dengan kasar ia melepaskan benda itu dari tubuh Dwayne.
"Walau bukan jam tangan mahal, tapi lumayanlah masih laku dijual beberapa puluh dolar." Ucap pria itu sambil melihat-lihat jam tangan sporty milik Dwayne kemudian memasukkan ke dalam saku celananya.
Begitu tidak mendapatkan benda berharga lainnya, pria itu kembali mengumpat seraya menendang-nendang tubuh Dwayne untuk melampiaskan kekesalannya.
"Sialan!!! Dasar petani miskin!!"
.
.
.