---
📖 Deskripsi: “Di Ujung Ikhlas Ada Bahagia”
Widuri, perempuan lembut yang hidupnya tampak sempurna bersama Raka dan putra kecil mereka, Arkana. Namun di balik senyumnya yang tenang, tersimpan luka yang perlahan mengikis keteguhan hatinya.
Semuanya berubah ketika hadir seorang wanita kaya bernama Rianty — manja, cantik, dan tak tahu malu. Ia terang-terangan mengejar cinta Raka, suami orang, tanpa peduli siapa yang akan terluka.
Raka terjebak di antara dua dunia: cinta tulus yang telah ia bangun bersama Widuri, dan godaan mewah yang datang dari Rianty.
Sementara itu, keluarga besar ikut memperkeruh suasana — ibu yang memaksa, ayah yang diam, dan sahabat yang mencoba menasihati di tengah dilema moral yang makin menyesakkan.
Di antara air mata, pengkhianatan, dan keikhlasan yang diuji, Widuri belajar bahwa bahagia tidak selalu datang dari memiliki… kadang, bahagia justru lahir dari melepaskan dengan ikhlas.
“Karena di ujung ikhlas… selalu ada bahagia.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zanita nuraini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25- DATANG NYA KELUARGA WIJAYA
Siang itu udara terasa berat. Langit tampak mendung, seolah tahu bahwa hari itu akan membawa badai yang tak kasat mata.
Widuri baru saja menyapu ruang tamu ketika suara deru mobil terdengar berhenti di depan rumah.
Ia menoleh ke arah jendela — dua mobil hitam berjejer rapi di halaman.
Hatinya berdesir.
Ia tahu, itu bukan kunjungan biasa.
Pintu terbuka, dan masuklah Tuan Bram Wijaya, tegap, tenang namun penuh wibawa.
Di sebelahnya Nyonya Cassandra, dengan tatapan yang seperti menilai setiap sudut rumah.
Di belakang mereka, tampak Rianty, mengenakan pakaian dark wine elegan yang tak sesuai dengan suasana sederhana rumah itu.
Beberapa langkah kemudian, Ibu Ratna, Pak Adi, Siska, Adit, dan anak-anak mereka
Suasana menjadi begitu canggung, bahkan udara seolah berhenti bergerak.
“Silakan duduk,” ucap Widuri pelan, mencoba menahan suaranya agar tetap stabil.
Nyonya Cassandra duduk dengan anggun, namun senyumnya tipis — bukan senyum ramah, melainkan senyum yang penuh arti.
“Terima kasih, Widuri. Kami sebenarnya tidak berniat datang tiba-tiba begini,” katanya dengan nada lembut tapi tegas.
“Hanya saja… kami melihat Rianty pulang kemarin dalam keadaan menangis. Kami ingin menyelesaikan semuanya dengan baik.”
Raka yang duduk di samping ayahnya menunduk. Tangannya menggenggam erat lutut, wajahnya terlihat bingung dan lelah.
Tuan Bram kemudian berbicara, suaranya berat tapi masih terjaga sopan, “Kami ingin ada kejelasan. Anak kami tidak mungkin terus dibiarkan berharap tanpa kepastian.”
Semua mata tertuju pada Raka.
Namun sebelum ia sempat menjawab, suara kecil yang polos memecah keheningan.
“Papa…” suara Arkana terdengar lembut dari arah tangga. Bocah tiga tahun itu turun sambil menenteng boneka mobil kecil di tangannya. “Mereka siapa, Pa?”
Semua kepala menoleh.
Widuri yang sedari tadi menahan emosi mencoba tersenyum.
Namun sebelum ia sempat menjawab, Nyonya Cassandra menyela, suaranya lembut tapi penuh kendali.
“Aku oma kamu, sayang…” katanya sambil membuka tangan untuk menyambut Arkana. “Dan ini, Oppa kamu.” Ia menunjuk Tuan Bram, lalu tersenyum ke arah Rianty. “Dan ini… kamu boleh panggil dia Bunda.”
Rianty menatap Arkana sambil tersenyum. “Hai, sayang…” katanya dengan nada manis.
Widuri tercekat.
Tatapannya jatuh pada anaknya yang kini berdiri di tengah ruang tamu, menatap semua orang dengan polos tanpa tahu badai yang sedang terjadi di sekitarnya.
“Kenapa aku panggil dia Bunda, Ma?” tanya Arkana dengan mata bulatnya. “Kan aku udah punya Mama…”
Semua orang terdiam.
Bahkan Nyonya Cassandra tak langsung menjawab.
Widuri menelan ludah, lalu berjongkok di hadapan anaknya, memaksa tersenyum meski matanya mulai berkaca-kaca.
“Tidak apa-apa, Nak,” katanya lembut sambil mengusap pipi Arkana. “Kamu boleh panggil dia Bunda, karena dia suka anak kecil. Betul, Mbak Rianty?”
Rianty terkejut mendengar nada suara itu — bukan sinis, bukan juga marah, tapi… pasrah.
Ia hanya bisa mengangguk pelan, meski matanya menatap Raka yang menunduk tanpa kata.
“Baiklah, kalau begitu…” gumam Arkana polos. “Halo, Bunda.”
Rianty tersenyum tipis, tapi senyum itu tak mendapat balasan dari Widuri, yang segera berdiri dan berjalan ke dapur untuk menenangkan diri.
Raka menatap punggung istrinya lama, lalu menarik napas berat.
Sebelum nya anak anak di bawa siska untuk bermain di ruang keluarga,dan siska kembali ikut bergabung
Setelah itu, pembicaraan serius pun dimulai.
Tuan Bram membuka map berisi beberapa lembar kertas. “Kami ingin membuat kesepakatan… untuk kebaikan semua pihak,” katanya.
Pak Adi menatap lekat, sementara Ibu Ratna menunduk — antara ragu dan malu.
Tuan Bram menjelaskan rencana mereka, namun suasana makin menegang. Setiap kata terasa seperti pisau yang perlahan mengiris perasaan Widuri di dapur. Dari balik pintu, ia bisa mendengar semua kalimat yang diucapkan.
Sementara itu, di ruang keluarga Arkana, Naura, dan Rasya bermain tanpa tahu apa-apa.
Tawa kecil mereka terdengar sayup, begitu kontras dengan ketegangan yang memenuhi ruang tamu.
Pertemuan itu berakhir tanpa keputusan, tapi meninggalkan luka yang dalam di hati semua yang hadir — terutama Widuri, yang hanya bisa menatap langit mendung dari balik jendela dan berbisik lirih:
> “Sampai kapan aku harus kuat seperti ini…”
beri aku waktu untuk mencari jalan keluar nya, aku dan widuri perlu bicara dulu
dan untuk tawaran kalian, jika keputusan ku sudah bulat aku tidak peduli karena lebih baik hidup sederhana namun penuh makna, dari pada banyak harta tapi penuh tekanan ucap raka panjang lebar
disisi Rianty dia sedikit bersedih karena buakan itu jawaban yang dia mau
namun sebaliknya disisi widuri ada senyum yang terukir hati nya
disisi sang ibu dia marah mendengar perkataan raka tadi "kenapa anak ini malah menolak kesempatan emas" batin bu ratna
pak adi yang paham dengan suasana hati bu Ratna mengusap tangan bu Ratna agar tidak marah
disisi Siska dia ada rasa kecewa ada juga bahagia kecewa karena ada penolakan dan perjuangan nya sia sia, bahagia karena raka masih mempertahankan cinta nya kepada widuri
untuk Aditya dia tidak ambil pusing toh ini nggak ada sangkut paut nya sama dia, tapi jika raka menrima nya ada kesempatan untuk dia bekerja kembali, nanti dia hanya mendengar keputusan apa yang akan diberikan raka kepada Rianty
'baik kami akan kembali lagi 1 minggu ke depan siap kan keputusan mu" ucap tuan bram
"datang lah 3 hari lagi aku akan memberikan sedikit perjanjian" raka
"kenapa tidak sekarang saja" rianty
"tidak tidak bisa ini harus aku bicarakan dulu dengan istri ku" balas raka sambil Melihat widuri
"baik tunggu kami 3 hari lagi kami pamit assalamu'alaikum" tuan bram
Walaikumsalam jawab mereka semua melihat kepergian mobil hitam tersebut sampai hilang dari depan rumah mereka
#tbc
kira kira perjanjian apa yang akan di berikan raka kepada Rianty pantengin cerita ini di bab selanjutnya ya readers!!
jangan lupa like komen vote and subscribe
supaya author makin semangat buat lanjutin cerita ini papay readers!!