Sequel Empty Love Syndrome
IG elis.kurniasih.5
Alexander Kenneth adalah CEO yang dikenal killer. Tidak ada yang bisa bertahan lama menjadi sekretarisnya, hingga dia meminta seorang wanita untuk menjadi sekretarisnya.
Bilqis Thalita wanita bar bar yang ceroboh dan kerap melakukan kesalahan, ternyata menarik perhatian Alex karena kemiripannya dengan mendiang istri.
"Dasar Bos Killer. Lihat saja, aku akan menaklukkanmu," janji Bilqis pada dirinya sendiri saat berdiri di depan cermin kamar mandi kantor.
Bagaimana Kisah Bilqis dan Alex selanjutnya? Akankah Bilqis mampu menaklukkan bos killer itu hingga ke dasar hatinya? Lalu bagaimana dengan phobia Bilqis yang tidak mau memiliki hubungan dengan pria?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Denyut jantungku berdebar
Bilqis memutar tubuhnya hendak memasuki lagi rumah minimalis itu, setelah melihat mobil Alex tak lagi terlihat. Jantung Bilqis masih berdegup kencang. Ucapan-ucapan Alex yang menggoda sepanjang malam ini, mampu membuat jantung Bilqis tak karuan. Sementara di depan pintu, Radit memperhatikan gelagat sang kakak.
“Ciye … duda memang lebih menggoda ya,” ledek Radit saat sang kakak melintas melewati pintu.
“Ck. Apa sih? Ga jelas.” Bilqis melirik sekilas wajah sang adik dengan sinis.
Radit pun tertawa dan mengikuti langkah kaki sang kakak sambil bernyanyi.
“Denyut jantungku berdebar … terasa indahnya … dunia ini kita yang punya. Aku .. lah mataharimu. Kau lah kekasihku, kita kan bersama sela …”
Blep
Bilqis langsung membungkam mulut sang adik sembari memiting lehernya. “Bisa diem ga?”
Radit masih menggeleng.
“Haduh, kalian nih apa-apaan sih? Udah pada gede masih aja berantem kaya anak kecil,” ucap Laila yang melihat kedua anaknya bergulat.
Bilqis pun melepas sang adik. “Lagian, Radit ngeledekin Bilqis mulu tuh, Bu.”
Radit kembali tertawa. “Dih, lagian kalau ga ada apa-apa kenapa marah? Kalau marah berarti memang jantung mbak berdebar kan pas deket dia. Iya kan? Ngaku?”
Bilqis, Radit, dan Laila kini berada di ruang keluarga. Bilqis duduk di atas permadani, tepat di dekat pangkuan Laila yang duduk di sofa. Sementara Radit ikut duduk di samping kakaknya
“Ngga. Dia tuh bos, Mbak. Hubungan kita cuma bos dan sekretaris. Ngga lebih.” Bilqis menjelaskan posisi antara ia dan Alex kepada Radit.
“Lagian ya, dia juga orangnya perfeksionis. Mana mau sama sekretaris kaya aku. Wanita ceroboh dan dari keluarga biasa.”
“Ck. Minder banget sih lu, Mbak. Radit liat kok kalau dia suka sama Mbak,” sahut Radit.
Laila pun mengangguk. “Ya, ibu juga bisa merasakannya.”
Bilqis menoleh ke arah sang Ibu. “Merasakan apa, Bu?”
“Ya, itu seperti yang dibilang Radit. Bosmu itu suka sama kamu,” jawab Laila.
“Masa? Bilang aja, ibu seneng kalau aku ada yang suka.”
Laila tertawa. “Iya, lah. Apalagi Nak Alex ganteng dan kaya. Ngga apa lah walaupun duda. Anaknya juga sepertinya dekat denganmu.”
“Ih, Ibu matre,” celetuk Radit.
“Iya nih. Sejak kapan Ibu matre? Jadi Ibu setuju Bilqis dengan Sir Alex karena dia kaya?” tanya Bilqis pada sang Ibu yang ia yakini bahwa sang ibu tidak bermaksud demikian.
“Bukan begitu. Yang penting buat Ibu adalah dia cinta sama kamu, sayang kamu. Soal dia ganteng dan kaya, itu bonus.”
“Ish, Ibu pinter banget,” ucap Radit memeluk Ibunya.
Bilqis menatap sang ibu dan adiknya bergantian. Lalu wajahnya berubah menjadi sedih. “Sir Alex belum tentu menyukai Bilqis, Bu. Dia hanya iseng menggoda saja. mungkin karena lama menduda.”
Sontak Laila dan Radit melihat wajah wanita yang tak percaya diri itu. Ya, Bilqis memang tidak pernah percaya diri jika menyangkut urusan cinta. Ia takut jika definisi cinta menurutnya ternyata tidak sesuai dengan realita.
****
Tanggal merah berlalu, hari ini Bilqis kembali memulai aktifitasnya.
“Huft … I don’t like Monday,” gumam Bilqis saat bangun dan melihat jam yang menempel di dinding.
Seperti biasa, ia harus segera membersihkan diri dan bersiap ke kantor. Bersiap bertemu lagi dengan bos killernya yang menyebalkan ditambah mesum sekarang. Entah mengapa bos killernya itu berubah menjadi pria penggoda. Padahal awal mengenal Alex, pria itu tampak garang dan kaku.
“Apa benar, Alex menyukaiku?” tanya Bilqis dalam hati saat sedang mandi. Namun kepalanya ia gelengkan dan ia pukul pelan.
“Ngga mungkin, Bilqis. Jangan mimpi ketinggian! Nanti sakit.”
Di meja makan, Laila sudah menyiapkan sarapan. Radit pun sudah duduk di kursi itu karena kebetulan ia harus ke kampus pagi-pagi.
Tak lama kemudian, Bilqis ikut bergabung bersama Ibu dan adiknya di meja makan. ia mengambil piring dan menuangkan nasi untuk dirinya sendiri.
Lalu, Radit pun menyodorkan piringnya ke arah Bilqis. “Sayang, boleh tambah nasinya?”
Radit meniru gaya bicara dan nada Alex semalam pada Bilqis.
“Ibu, Radit tuh ngeledekin terus,” rengek Bilqis membuat Radit tertawa.
“Radit,” panggil Laila untuk memperingatkan putranya.
Radit masih tertawa dan akhirnya mengambil sendiri nasi itu.
Usai menyantap sarapan pagi bersama keluarga, Bilqis dan Radit berangkat dengan kendaraan masing-masing. Laila hanya bisa mengantar kedua anaknya hingga pintu gerbang dan hendak menuu kembali saat kendaraan kedua anaknya pergi.
“Eh, Bu Laila, semalam sepertinya rumah Ibu ramai sekali. Ada temannya Bilqis datang ya?”
Sontak, Laila menoleh ke sumber suara yang ia yakini adalah milik Asti, tetangga sebelah yang mulutnya selalu saja membicarakan kekurangan orang lain tanpa melihat kekurangan keluarganya.
“Mobilnya keren banget. Itu kan sedan eropa keluaran terbaru,” celetuk lagi tetangga Laila yang lebih netral dibanding Asti. Namun terkadang dia juga suka terpancing omongan Asti.
“Bukan teman,” jawab Laila pada dua orang itu. “Semalam itu, Bilqis membawa …”
“Pacar ya, Bu? Wah akhirnya Bilqis punya pacar,” celetuk Rina, tetangga Laila yang lebih netral itu dengan memotong perkataan ibunya Bilqis tadi.
“Oh ya? Pria semalam itu pacarnya Bilqis? Dia duda ya, Bu? Saya lihat ada anak kecil juga,” sahut Asti.
Laila meradang. Ia kesal sedari tadi putrinya menjadi bahan pergosipan pagi-pagi.
“Ya, laki-laki yang datang semalam bersama anak kecil itu memang pacarnya Bilqis. Memang kenapa? Memang kenapa juga kalau sama duda? Toh istrinya sudah meninggal. Lagian Nak Alex juga masih muda, tampan, dan kaya. Lihat kan mobilya saja mewah. Rumahnya apalagi.” Perkataan Laila sontak membungkam kedua ibu-ibu yang satu super julid dan yang satu separuh julid.
“Sudah ya Ibu-ibu, sayamau masuk ke dalam. Mau istirahat, capek!” ujar Laila lagi dan meninggalkan kedua tetangganya itu untuk masuk ke dalam. Sebenarnya Laila tidak lelah fisik, tapi jika harus meladeni kedua tetangganya yang julid itu, ia pasti akan lelah hati.
Di daerah yang khusus dengan area perkantoran juga gedung-gedung tinggi, Bilqis memasuki salah satu di antara gedung itu. ia memarkirkan mobilnya di basement dan hendak berjalan menuju lift dari pintu basement.
Bilqis berlari sembari melihat jam di tangan kirinya. Lima menit lagi, sudah masuk waktu jam kerja. Setelah berlari, Bilqis langsung mematung dan tidak jadi memasuki lift karena di dalam sana terlihat Alex yang lebih dulu berdiri.
Alex sengaja menekan tombol buka, agar pintu lift tetap terbuka dan menunggu Bilqis yang sedang berlari tadi. Sedangkan Bilqis tidak melihat orang di dalamnya, saat berlari ia hanya melihat pintu lift yang sedang terbuka.
“Hei, mengapa diam? Ayo masuk!” ajak Alex pada Bilqis yang malah mematung saat melihat Alex yang sudah berada di dalam lift. Padahal sebelumnya wanita itu ingin menaiki lift sesegera mungkin hingga harus berlari.
Bilqis menoleh ke kiri dan kanan. Ia mengira Alex tengah bicara dengan orang yang ada di sebelahnya dan bukan dia.
“Hei, aku bicara denganmu,” ucap Alex yang sedikit kesal. Padahal ia menunggu hari senin tiba dan menunggu untuk bertemu dengan sekeretarisnya.
“Saya, Sir?” tanya Bilqis dengan menunjuk dirinya sendiri.
“Ya, kamu. Memang ada orang lain lagi selain kita?” tanya Alex dengan menggelengkan kepala.
Bilqis masih mematung di tempatnya, hingga Alex pun memajukan kakinya keluar lift dan menarik Bilqis untuk masuk ke dalam.
“Ah.”
Bilqis sedikit merintih karena punggungnya tersentak dinding lift dan Alex mengungkungnya. Tangan kanan Alex memegang dinding lift untuk menyangga tubuhnya agar tidak menempel pada tubuh Bilqis yang berada dekat di depannya. Sedangkan tangan kiri Alex, menekan tombol angka enam, tepatnya lantai ruangan ia dan Bilqis bekerja.
Tanpa melakukan apa pun keduanya hanya berdiri berdekatan. Sangat dekat, hingga Alex dapat mencium aroma parfum vanila milik Bilqis. Bilqis pun dapat merasakan aroma maskulin dari tubuh Alex.
Alex menatap wajah Bilqis hingga pandangan itu turun ke arah bibir ranum Bilqis yang menggoda. Bibir yang pernah satu kali ia beri kecupan sekilas. Bilqis pun terhanyut dan ikut memandang Alex. Ia bisa merasakan nafas Alex yang memburu.
Perlahan, Alex menurunkan wajahnya dan mendekatkan bibir Bilqis. Denyut jantung Bilqis berdebar begitu pun dengan Alex. Mereka tetap dengan posisinya.
Bilqis pun tidak menolak. Pikiran dan tubuhnya berlawanan. Tubuh Bilqis ingin tetap diam ditempat dan merasakan bibir Alex. Namun pikirannya tidak, ia ingin terlepas dari situasi ini.
Tring
Alex dan Bilqis tidak menyadari bahwa mereka sudah berada di lantai dua belas.
“Oh, sorry.” Teriakan Tina sontak membuat Alex melepaskan kungkungannya pada Bilqis.
Alex pun salah tingkah dan segera merapikan jasnya, lalu keluar dari lift lebih dulu meninggalkan Bilqis dan Tina di sana.
Tina tersenyum senang. “Wah, fix. Kamu menang, Qis.”
Bilqis tampak malu pada Tina. Untung hanya Tina. Namun, rasa malu itu berubah menjadi senyum saat Tina mengingatkan taruhan itu.
Sementara Alex, menoleh ke belakang saat Tina tertawa dan memeluk Bilqis. Ia bisa melihat senyum Bilqis dari balik pelukan itu. Alex mengernyitkan dahi dan kembali berjalan menuju ruangannya.
bolh take away g thor🤣🤣
g prnh tau salahnya mrasa g prnh punya salah
radit bar barr