NovelToon NovelToon
Sumpah Raja Duri

Sumpah Raja Duri

Status: tamat
Genre:Fantasi Isekai / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno / Tamat
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: tanty rahayu bahari

Elara, seorang ahli herbal desa dengan sihir kehidupan yang sederhana, tidak pernah menyangka takdirnya akan berakhir di Shadowfall—kerajaan kelabu yang dipimpin oleh raja monster. Sebagai "upeti" terakhir, Elara memiliki satu tugas mustahil: menyembuhkan Raja Kaelen dalam waktu satu bulan, atau mati di tangan sang raja sendiri.
​Kaelen bukan sekadar raja yang dingin; ia adalah tawanan dari kutukan yang perlahan mengubah tubuhnya menjadi batu obsidian dan duri mematikan. Ia telah menutup hatinya, yakin bahwa sentuhannya hanya membawa kematian. Namun, kehadiran Elara yang keras kepala dan penuh cahaya mulai meretakkan dinding pertahanan Kaelen, mengungkap sisi heroik di balik wujud monsternya.


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24: Membangunkan Raja

​Malam perjamuan Duke Vane diselimuti kabut tebal. Kabut itu menyamarkan pergerakan Elara dan para loyalisnya di bawah kastil.

​Elara, Vorian, Brann, dan Brom berkumpul di ruang penyimpanan anggur yang gelap, siap untuk naik ke atas. Elara mengenakan jubah abu-abu gelap, menyembunyikan tongkat perak dan kalung Sun-Stone-nya. Target mereka: ruang pribadi Vane, tempat ia menyimpan jurnal dan artefak gelap.

​"Jalur ke Sayap Timur sudah aman," bisik Vorian. "Vane akan menyambut tamu di Aula Utama selama satu jam. Ini satu-satunya kesempatan kita."

​"Kita harus cepat," kata Elara, cemas. "Aku merasakan gejolak sihir di udara. Semakin lama Vane berada di atas takhta itu, semakin besar kekuatannya."

​Saat mereka hendak bergerak, pintu ruang penyimpanan tiba-tiba berderak. Bukan dari luar, tapi dari dalam.

​Mereka membeku. Vorian segera mengarahkan pedangnya.

​Pintu itu terbuka, dan Brann serta Brom yang bertugas sebagai scout mundur dengan wajah pucat pasi.

​"Vorian," bisik Brann, suaranya gemetar. "Kami menemukan... seseorang. Di terowongan sanitasi lama."

​"Prajurit Vane?" tanya Vorian tegang.

​"Bukan," jawab Brom, matanya melebar karena ngeri. "Dia... dia membatu. Tapi kami yakin itu... Yang Mulia Raja."

​Jantung Elara mencelos. Dia tidak menunggu lagi. Dia menerjang ke depan, Vorian dan si kembar mengikutinya.

​Mereka menemukan Kaelen terbaring di dalam terowongan kotor, setengah terendam air limbah yang dingin.

​Ini bukan Raja yang dia kenal.

​Kaelen hampir sepenuhnya menjadi patung. Seluruh tubuhnya—kecuali bagian kecil di sekitar mata dan mulutnya—telah ditelan oleh kristal obsidian hitam. Dia terbaring kaku dengan posisi meringkuk, pedang hitamnya tergeletak di sampingnya. Dia tidak bernapas. Tidak ada detak jantung. Tidak ada panas tubuh. Dia adalah patung yang sempurna.

​"Tidak... tidak," bisik Elara, menjatuhkan dirinya di samping Kaelen. Dia menyentuh pipi Kaelen yang dingin dan keras. "Dia gagal. Dia mencoba melawan kutukan itu lagi... dan dia kalah."

​"Dia mungkin sengaja membatu," kata Vorian, suaranya hampir pecah. "Mungkin itu satu-satunya cara untuk menghentikan racun setelah dia terluka. Dia... dia mematikan dirinya sendiri untuk bertahan hidup."

​"Dia butuh kehangatan!" Elara mencoba menggunakan sihirnya, menempelkan telapak tangannya ke dada Kaelen yang membatu.

​Sun-Stone di lehernya memancarkan cahaya terang. Tetapi sihir kehidupannya yang lembut hanya menghilang tanpa bekas saat menyentuh kristal obsidian itu. Kutukan itu terlalu padat, terlalu tebal.

​"Sihir biasa tidak akan menembus lapisan pelindung ini," kata Vorian putus asa. "Dia sudah mati, Elara. Kita harus pergi, kita tidak bisa mempertaruhkan—"

​"Tidak!" Elara menggeleng kuat. Dia menatap wajah Kaelen yang damai, tetapi juga tragis dalam kondisi membatu itu. Dia ingat janji mereka.

​Dia merogoh kantong kecil di balik jubahnya. Jemarinya menyentuh botol kaca kecil berisi cairan keemasan yang berkilauan. Sari Kehidupan. Ramuan terlarang dari Dewan Silverwood.

​"Lyra memperingatkanku," bisik Elara. "Ini akan memberi ledakan energi, tetapi akan membuat kutukan itu marah setelahnya. Tapi aku tidak punya pilihan."

​"Apa itu?" tanya Vorian, matanya waspada.

​"Penawar," jawab Elara. "Atau kematian. Kita akan tahu sekarang."

​Elara mencabut tutup botol itu. Aroma bunga dan madu yang memabukkan menguar ke udara kotor.

​"Vorian, bantu aku buka mulutnya."

​Vorian yang ragu-ragu akhirnya menurut. Dengan susah payah, Vorian menahan kepala Kaelen dan menggunakan pisau kecil untuk membuka sedikit celah di antara bibir Kaelen yang sudah mengeras.

​Elara mendekatkan botol Sari Kehidupan itu ke mulut Kaelen.

​"Maafkan aku, Cintaku," bisik Elara. "Tapi kau harus bangun."

​Elara menuangkan separuh isi botol itu ke dalam mulut Kaelen yang kaku. Cairan emas itu mengalir turun perlahan, masuk ke dalam tenggorokan Kaelen.

​Reaksinya sangat dahsyat.

​Saat Sari Kehidupan menyentuh inti sihir Kaelen, sebuah gelombang kejut energi menghantam ruangan. Udara bergetar. Lampu-lampu kristal di koridor atas pecah.

​Dari tubuh Kaelen yang membatu, cahaya emas dan cahaya ungu-hitam bertabrakan.

​Tubuh Kaelen mulai bergetar hebat, meskipun sebagian besar tubuhnya masih berupa batu. Duri-duri kristal hitam yang melapisinya memanjang secara instan, menembus baju dan merobek lantai di bawahnya.

​"Lindungi dirimu!" teriak Vorian, menarik Elara menjauh.

​Cahaya emas dari ramuan itu melawan lapisan obsidian. Lapisan batu itu retak. Retakan itu memancarkan uap putih tebal dan suara crackling yang menakutkan, seperti es yang mencair.

​Proses itu memakan waktu beberapa menit, tetapi terasa seperti satu jam.

​Perlahan, gempa magis itu mereda.

​Cahaya emas menghilang. Lapisan obsidian yang menutupi wajah, dada, dan kaki Kaelen mengelupas, jatuh ke lantai menjadi bubuk. Kulitnya yang asli yang pucat pasi terlihat kembali.

​Kaelen tidak lagi membatu, tetapi dia juga belum sadar.

​"Dia bernapas!" seru Elara, berlari kembali ke sisinya.

​Kaelen batuk keras, memuntahkan sisa cairan hitam yang kental ke lantai. Matanya terbuka.

​Mata abu-abunya yang jernih menatap langsung ke wajah Elara.

​"Elara," bisik Kaelen. Suaranya serak, tetapi penuh pengakuan. "Kau kembali."

​"Tentu saja aku kembali," kata Elara, air mata lega membasahi pipinya. "Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau membatu?"

​Kaelen tidak menjawab pertanyaan itu. Dia mencoba duduk, tetapi seluruh tubuhnya terasa kaku dan kesakitan. Dia mencengkeram lengan Elara.

​"Gagal," katanya dengan pahit. "Aku gagal mendapatkan penawar. Dan saat aku tahu Thorne mencariku, aku mematikan tubuhku. Aku takut mereka akan menangkapku dan menggunakanmu sebagai umpan."

​"Aku sudah di sini," Elara memeluknya erat-erat, berhati-hati dengan duri yang tersisa di bahu kanannya. "Kita akan melawan Vane bersama-sama. Aku sudah bertemu Vorian. Kita punya rencana."

​"Rencana," Kaelen tertawa sinis. Dia menyentuh dadanya. Kekuatan yang membanjirinya dari Sari Kehidupan sangat besar, tetapi dia tahu itu adalah pinjaman mahal.

​"Vorian," panggil Kaelen. "Apa kabar dengan istana?"

​"Vane mengklaim takhta, Yang Mulia," lapor Vorian, berdiri dengan pedangnya terhunus. "Dia mengadakan perjamuan sekarang untuk menyatukan para bangsawan."

​Mata Kaelen yang abu-abu menatap terowongan gelap itu. Cahaya dari Sari Kehidupan masih mengalir di nadinya, memberinya kekuatan luar biasa untuk sesaat.

​"Perjamuan," ulang Kaelen.

​Dia menoleh pada Elara, senyumnya dingin, penuh bahaya. "Kau memberiku cukup kekuatan untuk satu pertarungan besar, Cintaku."

​"Kita tidak akan bertarung hari ini, Kaelen! Kita akan menyabotase kekuasaan Vane—"

​"Tidak ada waktu lagi," potong Kaelen. "Kekuatan ini tidak akan bertahan lama. Kita akan pergi sekarang juga. Kita akan membubarkan perjamuan itu dan mengakhiri permainan Vane."

​Kaelen berdiri, meskipun tubuhnya gemetar. Dia mencabut pedangnya dari sarung Vorian—pedang yang sama yang dia gunakan untuk membunuh Behemoth.

​"Vorian," perintah Kaelen, suaranya kini kembali pada nada Raja yang mengancam. "Pimpin jalan ke Aula Utama. Elara, kau ikut denganku. Kau harus menstabilkan sihirku saat aku bertarung."

​Elara menatap wajahnya. Raja yang dia cintai telah kembali, tetapi Raja itu dipenuhi oleh kekuatan gelap yang baru, didorong oleh ramuan berisiko tinggi.

​"Kita akan melakukannya," kata Elara, mengambil tongkat peraknya. "Bersama-sama."

BERSAMBUNG...

Terima kasih telah membaca💞

Jangan lupa bantu like komen dan share❣️

1
Alona Luna
wahhh akhirnya happy ending ☺️
Alona Luna: wahhhh ok. baik
total 2 replies
Alona Luna
semangat next kak☺️
Alona Luna: sama-sama kak.☺️
total 2 replies
Alona Luna
next kak.. makin seru ceritanya
Ara putri
semangat kak, jgn lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB
tanty rahayu: semangat juga ya ka.... wah kayanya seru tuh 😍nanti aku mampir baca ya
total 1 replies
Alona Luna
ceritanya bagus kak. next
Alona Luna: aku tunggu kak☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!