"Kau berasal dari masa depan kan?" Ucapan Nares membuat Yarana diam. Bagaimana bisa Nares mengetahui hal itu?-Yarana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Staywithme00, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Di Tengah kepanikan mengejar Assal, akhirnya Assal ditemukan.
“Assal!” Yarana dan Nares berseru saat telah berhasil menemukan Assal.
“Kenapa kau tiba-tiba berlari!” Nares mengerutkan dahi karena kesal. Sedangkan Assal, masih terus sibuk memegangi bendera dari sebuah desa.
“Assal, apa kau sengaja tidak mau menjawab kami?” Yarana juga sedikit kesal sebab Assal tak kunjung berbicara, hanya tersenyum girang seraya memeluk bendera.
“Ini.. ini.” Assal membawa bendera kearah Yarana dan Nares.
“Heh, bayar dulu!” Seorang pedagang perempuan yang memakai selendang menegur tingkah laku Assal.
“Bayaranmu.” Nares menyodorkan dua koin emas pada pedagang.
“Assal, sebenarnya apa maksudmu. Kenapa kau harus berlari menuju bendera ini?” Yarana mencoba memahami maksud Assal.
“Keluargaku disini.” Jawab Assal singkat.
“Maksudmu, keluargamu berasal dari daerah ini?” Insting detektif Yarana mencoba menyambungkan kejadian yang terjadi.
“I-iya.” Assal menjawab dengan suara gugup.
“Apa kau tahu Nares ini bendera daerah mana?” Yarana tahu Nares sedang kesal, tapi mereka berdua juga tak bisa membiarkan Assal begitu saja.
“Aku tahu. Tapi, bagaimana kalau pria ini hanya asal saja dalam berucap. Daerah ini sangat jauh, kita juga harus menyelesaikan banyak hal.” Nares memperingatkan detektif kalau mereka sedang dalam proses investigasi. Harus bertindak cepat, sebelum makin banyak korban yang tertuduh dan terfitnah.
“Tapi, bagaimana kalau yang ia katakan benar?” Wajah Yarana terlihat bersimpat sekali dengan Assal.
“Baiklah, kita berangkat kesana.” Ujar Nares, ia jalan berlalu lebih dulu. Nares tahu, sekeras apapun menentang Yarana, detektif pasti akan punya seratus cara meyakinkan dirinya. Jadi mau tidak mau Nares mengikuti keinginannya.
“Ayo Assal! Kita berangkat menuju daerah asalmu.” Yarana mengajak Assal dengan semangat. Assal juga berlarian pergi mendekati Nares sembari memegangi bendera.
“Jangan dekati aku!” Nares sedikit terganggu karena Assal terus saja mengibar-ngibarkan bendera dihadapannya.
“Jika pria ini adalah musuhku, pasti sudah aku pukul.” Nares menggumam didalam hati.
“Entah apa yang lucu pada bendera itu.” Nares terus saja menggumam dihati, muak sekali ia dengan Assal yang tak hentinya tertawa sebab bendera.
“Sudahlah Nares, wajahmu jangan menekuk begitu. Lagipula sebentar lagi kita akan membawanya pulang.” Yarana menyadari perubahan ekspresi yang sangat drastis di wajah Nares sejak kedatangan Assal.
“Sebentar? Apa kau tahu berapa jauh jarak dari daerah Cillvana ke daerah yang dituju?” Nares meragukan kalau Yarana akan berpikir itu adalah hal yang sebentar.
“E-eh, memangnya seberapa jauh?” Yarana tak tahu sama sekali tentang hal ini.
“Dari daerah Cillvana, kita harus menuju daerah Dellvana yang jaraknya sekitar delapan jam dari sini. Lalu terakhir, menuju daerah Sellvana yang jaraknya sekitar empat jam dari daerah Dellvana. Apa itu sebentar bagimu?” Nares sedikit sarkas pada Yarana.
“E-eh aku rasa tidak terlalu sebentar, tapi ya juga tidak terlalu lama.” Ujar Yarana cengengesan, ia baru mengetahui kalau jaraknya ternyata sangat jauh dari perkiraannya.
Karena hari sebentar lagi sore, mereka mencari kereta kuda yang bersedia membawa mereka pergi. Kebetulan, tak jauh dari tempat mereka berdiri, ada seorang kusir kuda yang terlihat masih mencari penumpang. Nares, Yarana dan Assal buru-buru berlari menghampiri agar mereka tidak kecolongan dengan yang lain.
“Apa kau bisa mengantar kami ke daerah Dellvana?” Nares dengan suara yang berwibawa bertanya pada sang kusir.
“Tentu. Naiklah kalian!” Kusir dengan sigap bersiap. Setelah ketiga orang tersebut telah naik, pak Kusir menjalankan kereta kudanya.
Langit sore mulai menampilkan awan-awan merah. Suasana terasa lebih sejuk dari keadaan siang tadi. Banyak burung-burung yang berlalu lalang di sore menjelang malam. Terdengar beberapa suara jangkrik juga di sore itu. Yarana yang mengantuk perlahan terlelap di kereta kuda tersebut.
“Jika sedang tertidur, tentram sekali tidak mendengar ocehannya.” Batin Nares saat menatap Yarana yang sedang tertidur lelap dikursi seberang. Dulu, ketika jiwa putri Yarana asli yang mengisi tubuh tersebut, Nares sama sekali tidak peduli bahkan acuh dengan seluruh bangsawan yang ada. Tapi, saat jiwa detektif yang mengisi raga Yarana, terasa perbedaan yang sangat jauh. Mungkin mereka sama-sama baik dikehidupan masing-masing. Hanya saja, dalam penglihatan Nares, Yarana begitu berbeda dan unik.
“Apa kau menyukainya hingga menatapnya terus meski ia sedang tidur.” Assal sangat tidak tahu ia berbicara dengan siapa.
Takkk… sebuah jitakan mendarat di kepala Assal.
“Aduuh, kenapa kau memukulku.” Assal menatap Nares dengan kesal.
“Kau! Kalau mengejek orang kau tahu caranya. Tapi begitu ditanya tentang asalmu, kau hanya bisa diam sambil menunjuk-nunjuk bendera!”
“Kalau kau mengganggu lagi, aku akan menjitakmu sebanyak lima kali.” Ancam Nares yang tak terima dengan ucapan Assal. Sudah kesekian kalinya Assal mengganggunya hari ini. Terlebih lagi soal yang barusan tadi. Setelah dijitak, Assal hanya diam. Tak berani lagi Assal berbicara yang tidak penting.
“Aku menyukainya? Mana mungkin.” Logika Nares berusaha menyangkal apa yang dirasakan hatinya. Sambil menatap Yarana yang sedang tidur, Nares terus berkata, “Tidak mungkin aku menyukainya.” Mau bagaimana pun Nares mengelak, hati pasti punya jawaban yang jujur meski logika berkata sebaliknya.
************
Mimpi Yarana(detektif Fara)
Saat tengah tertidur, detektif memimpikan sesuatu yang sangat asing.
Ia bermimpi berada disebuah hamparan bukit hijau luas. Terdapat banyak sekali bunga-bunga yang ada disitu. Kali ini, ia berada diraga sesungguhnya. Raga detektif Fara yang selalu menerjang panasnya cahaya matahari.
“Aku dimana?” Detektif melihat ke arah sekitar. Tak ada seorangpun disana.
Tak lama, ia melihat seorang perempuan memakai gaun juga mahkota yang terbuat dari bunga-bunga.
“Kau, siapa?” Tanyanya pada seseorang yang sedang memetiki bunga di bukit hijau yang luas.
“Aku Yarana.” Jawabnya sambil menatap kemudian tersenyum ke arah Yarana.
“Jadi kau adalah Yarana?” Detektif bertanya tidak percaya.
“Iya, kau bisa lihat dari wajahku kan?” Yarana masih memetiki beberapa bunga sambil terus berbincang.
“Kenapa kau tidak kembali keragamu?” Detektif bertanya dengannya.
“Karena, aku tidak seberani dirimu. Jadi, aku tidak ingin kembali ke ragaku.” Yarana Sambil menatap sayu kearah detektif.
“Kau harus berani. Aku akan berusaha menyelesaikan semua masalahmu. Setelahnya, kau harus tetap hidup dan harus lebih berani dari sebelumnya.” Detektif meyakinkan Yarana asli untuk terus bertahan.
“Pantas saja pangeran Nares menyukai jiwamu. Kau memang berbeda.” Putri Yarana asli menatap detektif lagi.
“E-eh, kau salah paham. Kami hanya tidak sengaja bekerja sama.” Detektif dan Nares, sama-sama berusaha mengelak perasaan yang ada.
“Ternyata benar ya.” Putri Yarana asli tersenyum dan tertawa kecil, ia begitu berwibawa dan sangat berbeda seratus delapan puluh derajat dengan detektif. Mungkin karena inilah sebagian orang-orang diistana terkejut dengan perubahan yang ada.
“Apanya yang benar?” Detektif tidak peka dengan yang dimaksud oleh putri Yarana.
“Lupakan saja. Sekarang, kalian harus menemukan seorang saksi penting di daerah Sellvana.” Putri Yarana memberi sebuah petunjuk pada detektif.
“Saksi? Saksi apa putri?” Detektif makin bingung. Tatkala ia sedang bingung, putri Yarana asli tiba-tiba hilang begitu saja. Detektif sudah menoleh kesana dan kemari, namun tak melihat siapa-siapa lagi.
“Kau harus menemukan saksi tersebut, detektif.” Terdengar sebuah suara perempuan yang menggema diseluruh penjuru bukit.
“Saksi di daerah Sellvana..” Detektif mengulang-ulangi kata tersebut agar ia ingat saat terbangun dari mimpinya. Entah kenapa tiba-tiba saja bukit-bukit tersebut seperti bergoyang.
Bragg.. kereta kuda menabrak sebuah batu hingga kepala detektif terbentur keras lalu terbangun.
*bersambung*