NovelToon NovelToon
Perempuan Kedua

Perempuan Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Nadhira ohyver

Maya, seorang mualaf yang sedang mencari pegangan hidup dan mendambakan bimbingan, menemukan secercah harapan ketika sebuah tawaran mengejutkan datang: menikah sebagai istri kedua dari seorang pria yang terlihat paham akan ajarannya. Yang lebih mencengangkan, tawaran itu datang langsung dari istri pertama pria tersebut, yang membuatnya terkesima oleh "kebesaran hati" kakak madunya. Maya membayangkan sebuah kehidupan keluarga yang harmonis, penuh dukungan, dan kebersamaan.
Namun, begitu ia melangkah masuk ke dalam rumah tangga itu, realitas pahit mulai terkuak. Di balik fasad yang ditunjukkan, tersimpan dinamika rumit, rasa sakit, dan kekecewaan yang mendalam. Mimpi Maya akan kehidupan yang damai hancur berkeping-keping. Novel ini adalah kisah tentang harapan yang salah tempat, pengkhianatan emosional,Maya harus menghadapi kenyataan pahit bahwa hidup ini tidak semanis doanya, dan bimbingan yang ia harapkan justru berubah menjadi jerat penderitaan.

kisah ini diangkat dari kisah nyata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadhira ohyver, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Beberapa hari berlalu di rumah keluarga Riski. Kunjungan itu perlahan menumbuhkan kedekatan antara Maya dan keluarga Riski yang lain. Mereka semua begitu menyambut dan menerima Maya, tanpa sedikit pun melihat statusnya yang sebagai perempuan kedua. Maya merasa senang dan nyaman berada di tengah mereka, merasakan kehangatan keluarga yang sudah lama hilang dari hidupnya. Ia bahkan tidak peduli lagi terhadap Umma Fatimah yang beberapa kali memandangnya dengan gestur atau pandangan seperti orang yang cemburu.

Kini Maya sudah kembali ke aktifitasnya seperti biasa, di rumah kontrakan.

.....

Satu bulan berlalu, dan takdir memberikan kejutan manis di tengah kehidupan Maya yang penuh kepahitan. Tepat di bulan keempat pernikahannya, Maya akhirnya hamil. Ia benar-benar bahagia, bersyukur karena dirinya tidak memiliki masalah untuk bisa mengandung. Air mata haru membanjiri pipinya di pagi yang sunyi itu. Kehamilannya adalah cara Tuhan memberikan dukungan-Nya, pikirnya. Dengan kehadiran seorang anak, Maya pasti tidak akan kesepian lagi, dan mungkin saja, karena kehadiran anak, keadaan akan berubah menjadi lebih baik, ia bisa merubah keadaan.

Namun, sayangnya, kebahagiaan itu hanya sesaat. Lagi-lagi Maya mendapatkan cobaan yang lebih berat. Satu bulan setelah kepulangannya dari rumah keluarga Riski, ternyata Umma Fatimah diam-diam mencari tahu alasan Maya bisa cepat akrab dan terlihat begitu diterima di keluarga Riski, yang selama ini tidak begitu dekat dengan Umma Fatimah. Kesalahpahaman pun terjadi, dipicu oleh cemburu yang membara dan rasa tidak aman yang akut.

Pagi itu, Maya tidak menyangka, menjadi awal mula kesalahpahaman dan ketidakadilan yang semakin nyata. Ia sedang mengelus perutnya yang mulai membuncit saat ponselnya bergetar hebat. Umma Fatimah menelepon. Tanpa salam, suara Umma Fatimah langsung meledak penuh amarah, memekakkan telinga Maya di ujung sana.

📞"Saya nggak nyangka, Maya! Ternyata kamu munafik! Pantas saja seluruh keluarga terlihat baik dan menerima kamu, ternyata di belakang kamu menjelek-jelekkan saya, kamu berbohong ke mereka, memfitnah saya, Maya!"

Umma Fatimah melanjutkan, nadanya penuh tuduhan, seolah Maya adalah penjahat paling hina.

📞"Saya kurang apa sama kamu? Sebagai madu, nggak ada madu yang seperti saya! Kita sering jalan bareng, makan bareng, saya kasih kamu ini dan itu!" Ia mengungkit semua pemberiannya terhadap Maya dari A-Z, seolah semua itu adalah investasi yang kini ditagih dengan amarah.

Mendengar hal itu, Maya bingung sekaligus hatinya sakit. Kepalanya pusing, tubuhnya bergetar, dan keyakinannya tentang Umma Fatimah kini benar-benar nyata; wanita itu tidak ikhlas. Ia hanya berlagak baik di depan, tapi menyimpan dendam kesumat di belakang.

Maya mencoba membela diri, suaranya bergetar, berusaha tetap tenang di tengah badai.

📞"Saya nggak ngerti maksud Kakak apa? Saya nggak pernah menjelek-jelekkan Kakak di keluarga, saya nggak memfitnah Kakak."

Ummu Fatimah semakin marah, tidak mau mendengarkan penjelasan.

📞"Kamu itu pembohong! Jelas-jelas mereka bilang kamu cerita begini dan begitu, kamu memfitnah saya dan Riski! Saya sudah mencari tahu semuanya, Maya, mereka sudah cerita semuanya ke saya!"

📞"Berhenti panggil saya Kakak karena saya bukan Kakak kamu!"

Hati Maya mencelos. Teringat dulu Umma Fatimah lah yang meminta dirinya di panggil dengan sebutan "Kakak". Maya benar-benar tidak menyangka. Bagaimana bisa seluruh keluarga Riski—yang sempat memberikan kehangatan tulus—menjadikan Maya sebagai kambing hitamnya? Jelas-jelas merekalah yang memulai, mereka yang bercerita keburukan dan rasa tidak sukanya terhadap Umma Fatimah, bukan Maya yang mengadu. Kini, mereka berbalik arah dan menyalahkan Maya sepenuhnya.

Maya terdiam sesaat, berusaha mencerna segalanya, napasnya tersengal. Air mata kembali mengalir di pipinya. Umma Fatimah, puas melampiaskan amarahnya, dan langsung memutuskan telepon mereka begitu saja, meninggalkan Maya dalam kekalutan, sendirian, dengan berita kehamilannya yang kini terasa hambar dan penuh tantangan. Ia kembali merasakan dirinya seorang diri, di rumah kontrakan yang sepi, menghadapi badai yang diciptakan oleh orang lain.

Setelah panggilan telepon dari Umma Fatimah terputus sepihak, tubuh Maya gemetaran hebat, amarah dan kepedihan merenggut kewarasannya. Dengan tangan yang masih bergetar hebat, ia menekan nomor sepupu Riski, yang kemarin masih memeluknya hangat. Telepon diangkat, dan tanpa salam, Maya meledak.

📞"Kak, jelasin ke saya, ada drama apa ini sebenarnya?" Suaranya melengking, tercekat oleh air mata.

📞"Kenapa tiba-tiba Umma Fatimah nelpon saya dan marah-marah, katanya saya jelek-jelekin dia, saya fitnah dia? Saya nggak pernah melakukan hal itu!"

Napas Maya tersengal, emosinya meluap tak terbendung.

📞"Justru kalian semua yang pertama kali cerita ke saya tentang rasa tidak suka kalian ke Umma Fatimah! Kalian bilang Umma Fatimah sombong, nggak dekat sama keluarga. Kalian sendiri yang bilang begitu, tanpa saya cerita pun! Kalian bilang kalian bisa melihat ketidakadilan. Kalian memancing saya, Kak untuk bercerita dan sekarang kalian menjadikan saya kambing hitamnya?"

Maya menangis tersedu-sedu, setiap kata penuh luka dan rasa dikhianati.

📞"Semua yang saya ceritakan adalah kebenaran dari sisi saya, apa yang saya rasakan! Kenapa sekarang saya yang disalahkan? Kalian juga yang cerita soal Umma Fatimah meminta semua harta dibalik nama atas namanya! Saya nggak peduli soal harta, niat saya menikah bukan karena itu! Kenapa kalian berbalik arah dan mengkhianati saya?"

Di seberang sana, suara sepupu Riski terdengar kecil, panik, dan penuh rasa bersalah yang kentara, mencoba berlindung di balik alasan pengecut.

📞"May, kami nggak bisa apa-apa, Umma Fatimah mengancam, May. Dia akan mengadu ke Riski, kami takut hubungan keluarga pecah."

Tawa miris keluar dari bibir Maya, tawa yang penuh rasa sakit dan kekecewaan yang mendalam.

📞"Takut? Dan kalian memilih menumbalkan saya, orang asing ini, untuk kedamaian semu keluarga kalian? Begitu?"

📞"Sudahlah," ujar Maya, nadanya kini berubah dingin, penuh kekecewaan yang membekukan.

📞"Cukup sudah. Ini teguran untuk saya, agar tidak mudah percaya lagi pada siapa pun. Karena pada akhirnya, darah selalu lebih kental dari air mata orang asing."

Tut.

Maya memutuskan teleponnya. Ia jatuh terduduk di lantai kontrakannya yang dingin, menangis histeris sambil meremas dadanya yang terasa nyeri, seolah ingin mencabut jantungnya yang terluka. Ia benar-benar kecewa, tidak menyangka kehangatan yang sesaat itu hanyalah jebakan, dan kini ia kembali sendirian, merasakan pahitnya realitas dan kejamnya dunia poligami yang penuh pengkhianatan.

Malam harinya, setelah Isya, tibalah giliran Riski bersama Maya. Maya menyambutnya di ambang pintu, senyum dipaksakan terukir di bibirnya, menyembunyikan badai di hatinya. Tapi Riski justru memperlihatkan raut wajah yang tidak enak dipandang, dingin, dan penuh tuduhan yang tersirat. Firasat buruk langsung mencengkeram, Maya yakin, setelah ini pasti akan ada hal yang menyakitkan lagi.

Dan benar saja. Saat Maya di dapur membuatkan minuman hangat untuk Riski, Riski menyusul Maya, berdiri tepat di sampingnya. Auranya penuh amarah tertahan, ruangan kecil itu terasa sesak.

"Saya nggak nyangka, May, kamu segitu jahatnya sama Umma Fatimah," desis Riski, suaranya menusuk, setajam sembilu.

"Selama ini dia kurang baik apa sama kamu, May? Dia rela nahan semuanya, tetap berbuat baik sama madunya, tapi apa yang sekarang kamu lakuin? Semenjak ada kamu, Umma Fatimah jadi disalah-salahkan sama keluarga!"

Deg.

Mendengar hal itu, hati Maya benar-benar sakit, lebih sakit dari realita dirinya dijadikan kambing hitam. Riski, suaminya, kini menuduhnya tanpa ampun, tanpa bertanya, tanpa mendengar pembelaan.

"Mas juga percaya sama apa yang dibilang keluarga Mas?" tanya Maya, suaranya bergetar, mencoba mencari setitik keadilan di mata suaminya.

"Kamu memfitnah Umma Fatimah, May, bukan hanya itu, kamu juga memfitnah saya, May," tuduh Riski lagi, matanya penuh kekecewaan yang membakar.

"Kamu jual cerita kesedihan kamu ke mereka, May, kamu jelek-jelekin kita berdua."

"Tapi aku nggak pernah melakukan hal itu, Mas!" bela Maya, air mata mulai menggenang, membasahi pipinya.

"Mereka yang duluan jelek-jelekin kalian! Ceritaku mengalir karena pancingan mereka! Aku cuma cerita semuanya berdasarkan apa yang aku rasakan selama ini, kenyataannya!"

"Tapi mereka bilang kamu yang jelek-jelekin saya dan Umma Fatimah," potong Riski, tidak mau mendengar, membutakan diri dari kebenaran.

"Malah mereka nggak keberatan kalau masalah ini kita bahas bersama di depan semua anggota keluarga!"

Maya tidak bisa lagi berkata-kata, membela diri pun rasanya percuma, sia-sia belaka. Riski tidak ingin mempercayai Maya. Jelas, Maya hanyalah orang asing yang belum lama dikenalnya, sehelai bulu di antara badai sejarah belasan tahun pernikahan Riski dan Umma Fatimah.

"Kalau Mas yakin dan percaya itu kebenarannya, aku bisa apa," ucap Maya pasrah, nadanya dingin dan hampa, seolah jiwanya telah mati.

"Biar aku yang nanggung semuanya, nggak papa. Yang jelas Allah Maha Tahu, Mas. Allah Maha Tahu."

Maya mengambil gelas minuman hangat di meja, melangkah gontai meninggalkan Riski begitu saja di dapur, air matanya jatuh ke lantai. Riski kemudian menyusul ke ruang depan, tapi Maya memilih masuk ke dalam kamarnya. Maya meninggalkan Riski seorang diri.

Ia benar-benar kecewa terhadap Riski. Berharap Riski akan adil adalah mimpi di siang bolong. Riski berpihak kepada Umma Fatimah dan keluarganya, tanpa memberinya ruang sedikit pun untuk membela diri, bahkan ruang bernapas. Maya ditinggalkan seorang diri, dipojokkan, dikhianati, dengan hati yang hancur berkeping-keping.

.......

Sejak pertengkaran malam itu, sikap Riski berubah 180 derajat. Dingin, kaku, seolah ada dinding es tebal yang memisahkan mereka. Komunikasi dengannya terasa seperti interogasi singkat, hampa dari kehangatan seorang suami.

Mereka tidak pernah lagi jalan bersama, momen makan di luar yang menyakitkan itu adalah yang terakhir. Riski tidak lagi mengajak Maya, hanya menanyakan melalui pesan singkat yang kering, "Mau titip apa?" dan barang titipan itu akan dibawakan oleh anak-anaknya atau disimpan begitu saja tanpa interaksi.

Maya benar-benar seorang diri. Setiap malam, rumah kontrakan itu sunyi menjadi saksi bisu tangisannya yang teredam bantal. Di masa kehamilannya yang seharusnya mendapatkan banyak perhatian, dimanja, dan dicintai, Maya justru merasakan kesepian yang mendalam dan penolakan yang nyata, yang menggerogoti jiwanya.

Di tengah kesunyian itu, cobaan lain datang. Wawa bahkan pernah salah paham terhadap Maya karena Umma Fatimah mengadu terlebih dahulu, memutarbalikkan fakta. Tapi kemudian, setelah Maya menjelaskan semuanya, Wawa kembali percaya. Hanya Wawa dan Hana, dua pilar dukungannya, yang tersisa.

Wawa kemudian menceritakan sebuah kejadian lain yang menunjukkan betapa posesif dan tidak ikhlasnya Ummu Fatimah.

"Maya," cerita Wawa suatu hari, suaranya penuh rasa prihatin yang mendalam. "Umma Fatimah pernah menegurku, memintaku menasihati kamu. Katanya... kamu pernah membuat status tentang suami, dan Umma Fatimah menyampaikan rasa keberatannya, katanya suami bukan milik Maya seorang."

Maya terdiam mendengar itu, kata-kata Umma Fatimah terasa seperti ludah di wajahnya. Wawa sendiri merasa heran dan tidak setuju, karena menurut Wawa, Maya pun memiliki hak yang sama terhadap Riski sebagai istrinya yang sah.

Namun, bagi Maya, kenyataan itu menusuk perih. Bahkan haknya untuk sekadar mencurahkan rasa sayangnya di media sosial pun dikekang, menunjukkan betapa Umma Fatimah ingin mengontrol setiap aspek kehidupan Riski, termasuk perasaan Maya. Dunia poligami yang ia masuki terasa semakin menyesakkan, dan ia kembali harus menelan pil pahit ketidakadilan yang terasa tak berujung.

Bersambung...

1
Arin
Kalau udah kayak gini mending kabur...... pergi. Daripada nambah ngenes
Eve_Lyn: setelah ini masih banyak lagi kisah maya yang bikin pembaca jadi gedeg wkwkwk
total 1 replies
Arin
Kalau rumah tangga dari awal sudah begini..... Apa yang di harapkan. Berumah tangga jadi kedua dan cuma jadi bayang-bayang. Cuma dibutuhkan saat suami butuh pelayanan batin baru baik......
Eve_Lyn: hehehe....banyak kak kisah-kisah istri yang demikian...cuma gak terekspos aja kan,,,kalo kita menilainya dari sudut pandang kita sendiri, ya kita bakalan bilang dia bego,bodoh, tolol, dan lain-lain hehehe...intinya gak bisa menyamaratakan semua hal dari sudut pandang kita aja sih gtu hehehe...awal juga aku ngerasa gtu,,, tapi setelah memahami lebih dalam, dalam melihat dari sudut pandang yang berbeda, kita jadi bisa sedikit lebih memahami, walawpn kenyataannya berbanding dengan emosinya kita...hihihihi...makasih yaa,kakak setia loh baca novelku yang ini hehehehe
total 1 replies
kasychan04-(≡^∇^≡)
MasyaAllah
kasychan04-(≡^∇^≡)
mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!