Sebuah karya yang menceritakan perjuangan ibu muda.
Namanya Maya, istri cantik yang anti mainstream
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.Fahlefi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang bener?
Malam hari Maya menceritakan kepada Gilang kejadian itu.
"Jadi kau yang bayar hp ipon Mirna?"
Maya mengangguk, "iya bang, habis aku gak tega. Mirna merengek kayak anak kecil."
"Ternyata, aku memang laki-laki paling beruntung sedunia May, punya istri sebaik dirimu." Ucap Gilang menatap Maya dengan lembut.
"Jadi abang gak marah aku kasih uang sama Mirna?"
Gilang tersenyum, "aku percaya padamu May, kalau kau memberinya, artinya kau sudah menghitung-hitung kebutuhan kita." Jawab Gilang.
Maya mengangguk, dan tersenyum, kemudian dengan malu-malu memeluk Gilang.
"Aku juga beruntung punya suami kayak abang. Ya meskipun harus dipukul pakai cangkul dulu biar sadar."
Gilang terkekeh dibalik punggung Maya, "jangan gitu dong, yang penting sekarang abang udah nyesel, nggak akan mengulang kesalahan yang sama lagi."
Maya mengangguk. Uang memang bisa mereka cari, tapi kehangatan dalam keluarga hanya akan datang dengan kesabaran dan komitmen yang kuat.
Seminggu berlalu, seminggu itu juga Maya sibuk panen di ladang. Semua warga termasuk pak kades juga harus mengosongkan lahan mereka untuk menanam asparagus.
Gilang tetap bekerja sebagai PNS di kantor pemda. Sesekali di waktu pulang kerja ia juga membantu Maya mengurusi ladang. Soal pembukuan dan hal-hal yang perlu di catat dalam proyek petani asparagus andalan dikelola dengan baik oleh Mirna.
Penanaman pun dilakukan dengan acara kecil namun meriah. Bu bupati hadir memberi kata sambutan. Maya berdiri disampingnya, tersenyum sepanjang hari.
Bibit pertama ditanam bu bupati, disusul pak kades, Maya, dan kemudian petani-petani senior lain. Ditotal ada sekurang-kurangnya 60 hektar lahan warga yang diisi oleh tanaman asparagus. Proyek mereka tidak main-main, alat dan mesin pertanian didatangkan oleh bu bupati sebagai bantuan dari pemerintah daerah. Program telah disusun dengan sangat baik.
Memasuki bulan pertama semua berjalan baik. Yang tidak baik hanyalah bu kades yang selalu saja tidak suka dengan Maya.
"Dasar tukang cari muka, depannya aja manis, padahal diam-diam dia menikmati proyek ini." Kata Bu Sumi kades ketika merumpi di warung langganan.
"Maksud bu Sumi apa?" Tanya salah satu ibu-ibu.
"Kalian pura-pura nggak tahu ya? Si Maya itu bikin program desa karena ada duitnya."
"Tapi.. mbak Maya kan sudah membantu kita bu? Denger-denger tanaman warga desa juga tumbuh subur. Ya kalau mbak Maya dapat duit dari bupati nggak masalah juga kan? Hitung-hitung biaya capek."
"Alah, kalian ini ngerti apa sih? Sekarang coba saya tanya, tanaman ini kalau dijual laku berapa? Terus mau dijual kemana? Yang ada nanti harganya pasti anjlok, karena gak ada yang beli."
Beberapa ibu tampak pucat, mereka memang tidak pernah tahu dimana dan berapa harga asparagus itu. Yang mereka tahu hanya kalau tanaman itu berhasil, maka mereka bisa dapat penghasilan yang banyak.
"Tapi bu kades.... Bukannya bu bupati bilang kalau ia akan bertanggung jawab jika petani gagal panen?"
Bibir buk kades melengkung seperti lengkungan khatulistiwa.
"Benar, itu agar kalian semua mau menuruti programnya. Saya ini lebih tahu dari kalian tentang proyek. Asal anggaran dari pusat bisa cair, mereka bisa melakukan apapun. Termasuk membuat program-program kayak gini."
Seorang ibu yang juga sempat ragu dengan program itu pun mulai tertarik.
"Jadi, ini semua akal-akalan Maya dan Bu Bupati?"
Bu kades mengangguk takzim.
"Sudah kuduga, sedari kemarin aku memang nggak suka menanam tanaman selain jagung!" Ucapnya.
"Maka dari itu bu, kita itu harus berhati-hati. Kalian harus bersiap dengan kemungkinan lain."
"Kalau begitu aku akan kembali menanam jagung,." Ucap ibu itu.
Bu Sumi tersenyum, karena ia tahu, sekali saja ada warga yang ragu, maka warga-warga lain juga akan menyusul.
"Aku juga, peduli amat dengan Mbak Maya! Aku akan suruh suamiku nanam kedele!"
Kemudian satu dua ibu-ibu juga mengatakan hal yang sama. Tanaman yang tak lazim seringkali membuat mereka trauma. Beberapa kali mereka mencoba dan selalu gagal.
Keributan kecil terjadi di sekitar warung, beberapa orang yang lewat tertarik dan kabar untuk menanam kembali tanaman mereka yang biasa pun meluas.