Kisah ini berasal dari tanah Bugis-Sulawesi yang mengisahkan tentang ilmu hitam Parakang.
Dimana para wanita hamil dan juga anak-anak banyak meninggal dengan cara yang mengenaskan. Setiap korbannya akan kehilangan organ tubuh, dan warga mulai resah dengan adanya teror tersebut.
Siapakah pelakunya?
Ikuti Kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Pengusiran
"Bu, aga ripikkiranna Bang Enre'e, natega napilie makkurannu iyanaritu nasaba atong atong atongta keluargana? (Bu, apa yang ada difikiran Bang Enre? Sampai tega memilih perempuan itu dibanding kita keluarganya?)" ucap Anni yang saat ini sedang memotong kukunya.
Anni adalah adik bungsu dari Enre yang saat ini juga sedang hamil muda, dan entah mengapa ia merasa tak suka dengan kehadiran Daeng Cenning yang jika malam-malam tertentu mengeluarkan aroma anyir darah dan juga terkadang aroma busuk, seperti orang tidak pernah mandi.
"Ibu juga tidak tahu. Mungkin terlalu cintai mati terhadap wanita itu," sahut Andi Lalo dengan dengan perasaan yang resah.
Semarah apapun ia, pastinya ada rasa rindu dihatinya saat puteranya menegaskan tak akan lagi menginjak rumahnya, sebab memilih Daeng Cenning, dan dengan amarahnya ia pergi membawa wanita itu merantau.
"Bu, aku merasa ada yang aneh dengan istri bang Enre," tiba-tiba Anni mengingat sesuatu.
"Aneh bagaimana?" tanya Andi Lalo dengan rasa penasaran.
"Kak Cenning itu kalau liat perutku seperti berbinar-binar matanya, seperti mau dimakannya saja aku," Anni mengingat malam itu, dimana saat ia sedang ke kamar mandi, tanpa sengaja berpapasan dengan Daeng Cenning, dan wanita itu seolah menatap ke arah perutnya dengan tatapan yang sangat aneh.
"Mungkin perasaanmu saja," Andi Lola mencoba mengabaikan prasangka dari puterinya.
Ia tak menyukai Cenning karena berasal dari keluarga miskin, dan itu membuat cinta puteranya tak direstui, apalagi harus memberikan uang panai yang cukup besar saat akan nikahan, maka itu adalah sebuah kerugian besar. Ia tak sudi mengeluarkan uang panai, dan akhirnya membuat Enre berjuang sendiri, mengumpulkannya dengan bersusah payah, dan hanya dengan panai seadanya, mereka menikah secara sederhana.
Saat masih pengantin baru, ia menumpang tinggal dirumah ibunya, tetapi entah apa yang membuat Anni dan Daeng Cenning selalu berbuat cekcok.
Anni merasa tak nyaman saat berdekatan dengan kakak iparnya, ditambah lagi perasaan merinding jika berpapasan, dan juga tatapan yang menakutkan menurut Anni, dan itu membuatnya gelisah.
Ditambah lagi dengan suara lolongan anjing yang terus saja melolong tanpa henti sepanjang malam didepan rumah, membuat ia tak dapat tidur nyenyak.
Sehingga membuat iya merasa, jika iparnya sangat mengerikan.
"Apa yang sedang kamu pandangi, Daeng? Mengapa menatapku seperti itu'e? Seperti mau makan saja!" gerutu Anni saat melihat sang kakak ipar menatap perutnya yang tertutup pakaian longgar.
Daeng Cenning tak menjawab, hanya saja matanya begitu berbinar, dan hal itu semakin membuat Anni merinding.
Melihat sikap aneh sang kakak iparnya membuat Anni semakin tak menyukainya ditambah lagi rumahnya selalu bau busuk dan terkadang bau anyir darah hal itu terjadi semenjak kedatangan wanita tersebut.
Anni yang merasa kesal menghentakkan kakinya, lalu memilih masuk ke dalam kamar ibunya dan tak perduli jika didalam sana ada ayahnya juga.
"Ambo', tulung palaoi indo ipa'e polè ri bolaè, dè uwassuroi (Ayah, tolong usir ipar itu dari rumah ini. Aku tidak menyukainya,)" ucap Anni yang mana ia sangat tak suka denga Daeng Cenning.
Bahkan hingga saat ini, ia merasa jika punggungnya merasa menebal. Tentu saja hal itu membuat kedua orang tua Anni tersentak kaget
Bagi Andi Lola, Daeng Cenning memang sudah sangat lama ingin ia usir, tetapi suaminya sekalu saja menghalangi, sebab merasa kasihan pada anak lelakinya.
"Tidak boleh'e berkata seperti itu, kasihan itu anak sudah yatim piatu, dan pastinya ia sangat kesepian. Mungkin ingin mengajakmu bercengkrama," Ambo mencoba menenangkan hati puterinya yang saat ini sedang tertekan.
"Lakiak, kamu harus mendengarkan apa kata Anni, jangan sampai kamu menyesal karena terlalu membela menantumu itu," Andi Lola sudah sangat tidak tahan untuk memendam rasa jengahnya.
"Ambo harus apa? Ini sudah malam, tidak mungkin juga harus diusir malam ini, kalau memang tidak suka, ya tunggu sampai besok pagi," Ambo Uleng memberi pengertian pada kedua wanita tersebut.
Mendengar jawaban dari sang ayah, Anni semakin jengkel, ia memilih keluar dari kamar kedua orangtuanya, menuju ke dalam kamarnya sendiri.
Saat ia melintasi ruang tengah, ia tak melihat dimana sang kakak ipar, dan hatinya semakin merasa takut.
Dengan langkah terburu-buru, ia masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya dengan cepat.
Anni duduk ditepian ranjang. Ia ingin segera tidur, tetapi entah mengapa ia merasa sangat takut hanya untuk sekedar memejamkan mata.
"Kenapa aku tiba-tiba menjadi merinding, ya?" Anni mengusap tengkuknya, dan ia merasa punggungnya menebal.
Saat bersamaan, suara lolongan anjing terdengar sangat kencang, tepat berada didepan mereka, seolah sedang melihat sesuatu yang sangat mengerikan.
"Ada apa, sih? Kenapa anjing itu terus saja melolong?" gumam Anni dengan perasaan yang semakin takut.
Ia bahkan merasa tak nyaman untuk tidur malam ini, apalagi sang suami belum pulang dari bekerja.
Auuuuuuuung... Auuuuung
Suara lolongan itu bagaikan teriakan ketakutan yang melihat satu sosok mengerikan sedang berada diatas atap rumah.
Satu sosok kucing berukuran besar, tepatnya sebesar manusia dengan bulu hitam, dan bola mata memerah, serta taring yang mencuat sedang merayap memasuki kamar Anni dan berhenti tepat diatas rabung kamar tanpa plafon.
"Kenapa bau busuk ya?" gumam Anni dengan mengenduskan hidungnya, ia mencari sumber bau yang sangat menyengat, bagaikan bangkai.
Sesaat indera penciumannya mengarah ke atas rabung kamar, dan seketika, kedua matanya membeliak saat menyaksikan satu sosok makhluk bertubuh besar, berbulu hitam dan bola mata merah menyala sedang menatapnya dengan seringai.
"Aaaaaaaa, Ammmboooo," teriak Anni dengan suara yang sangat kencang.
Sontak saja hal itu membuat Ambo Uleng dan juga Andu Lola yang ingin tertidur tersentak kaget.
Keduanya bergegas menuju kamar puterinya yang saat ink sedang hamil besar.
Braaaak
Pintu didobrak, dan mereka melihat Anni sedang meringkuk ketakutan ditepian ranjang.
"Anni, ada apa?" tanya Andi Lola dengan rasa khawatir. Ia mendekap puterinya yang ketakutan.
"A-ada parakang diatas sana!" tunjuknya tanpa.melihat le arah atas rabung rumah.
Ambo Uleng dan Andi Lola menoleh ke arah yang ditunjuk oleh puterinya, tetapi tidak ada apapun disana, hanya aroma busuk yang tertinggal bercampur anyir darah.
Keduanya saling pandang dan membuat mereka meyakini jika apa yang dikatakan puterinya adalah benar, sebab aroma itu masih sangat menyengat.
"Bau parakang, Andi," ucap Ambo Lola dengan nafasnya yang memburu.
"Ya, dimana Daeng Cenning?" Andi Lola semakin menaruh rasa curiga pada sang menantu.
"Aku akan melihatnya dikamar dan jika semua bukti mengarah padanya, maka sebaiknya kita mengusir ia malam ini juga!" Andi Lola tal lagi dapat memberi kesempatan apapun untuk sang suami dalam membela menantunya itu.
~Puang, Daeng Andi dan, Ambo adalah gelar bangsawan Bugis.