Semua ini tentang Lucyana Putri Chandra yang pernah disakiti, dihancurkan, dan ditinggalkan.
Tapi muncul seseorang dengan segala spontanitas dan ketulusannya.
Apakah Lucyana berani jatuh cinta lagi?
Kali ini pada seorang Sadewa Nugraha Abimanyu yang jauh lebih muda darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jemiiima__, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang Baru
DOR!!
Peluru melesat cepat, menghantam kaki Andika. Pria itu menjerit keras, terhuyung ke belakang, pisau terlepas dari genggamannya dan beradu dengan lantai.
“Tangkap dia!” seru salah satu polisi. Dua anggota segera menundukkan tubuh, memborgol Andika yang masih berusaha berontak.
“Andika Wijaya! Anda ditahan atas dugaan penganiayaan dan percobaan pembunuhan!Anda berhak untuk tetap diam dan berhak didampingi pengacara.”
Suara polisi lantang, menekan udara tegang di ruangan itu.
Andika memaki, tapi tenaganya habis—darah menetes dari kakinya.
Begitu polisi masuk dan mengamankan keadaan, Dewa langsung menerobos barisan petugas, wajahnya tegang, napasnya memburu. Ia melihat Lucy terikat. Wajahnya pucat dengan luka memar di pipi dan sedikit sayatan dilehernya. Pandangan Dewa langsung berubah dingin.
Tanpa berpikir panjang, Dewa menghampiri Andika yang masih dijaga dua polisi.
BUGH!
Satu tinju mendarat di rahang Andika, membuatnya nyaris terjatuh ke lantai. Dewa tak menyesal — bahkan napasnya makin berat.
“Membusuk di penjara yang lama lo brengsek!”
Andika memuntahkan darah, menatap Dewa dengan amarah menyala.
“Cih, kalian pikir udah menang?!” ia menjerit, diseret oleh dua polisi. “Ini belum berakhir! Lucyana! Tunggu pembalasan gue suatu saat nanti! Gue pastikan lo menyesal!”
Andika masih melawan, tapi langkahnya diseret keluar bersama suara borgol berderak.
Sirene polisi mulai menjauh, meninggalkan suara langkah dan detak jantung yang masih berpacu cepat.
Sadewa menghampiri Lucy yang terduduk di lantai, tubuhnya masih gemetar hebat. Wajahnya pucat, mata berkaca-kaca menahan trauma yang baru saja terjadi.
Dewa berjongkok di depannya, menatap kedua mata Lucy lekat-lekat. Menangkup kedua pipi Lucy. Suara beratnya bergetar, lembut tapi tegas.
“Udah… semua udah berakhir. Lo aman sekarang.”
Lucy berusaha tersenyum, namun air mata lebih dulu jatuh di pipinya. Napasnya tersengal sebelum perlahan tubuhnya melemah.
“Lucy!” Dewa panik, refleks menangkapnya ke dalam pelukan.
Lucy masih terkulai lemas dalam pelukan Dewa. Wajahnya pucat, napasnya tak beraturan. Tanpa pikir panjang, Dewa menggendongnya dalam posisi bridal style, langkahnya tergesa tapi hati-hati menuju kamar Lucy.
Ia menurunkannya perlahan di atas ranjang, memastikan kepala Lucy bersandar nyaman di bantal. Dengan telaten, Dewa membersihkan luka di lehernya, menutupnya dengan plester kecil.
Gerakannya lembut, seolah setiap sentuhan adalah bentuk penyesalan karena tak bisa lebih cepat melindunginya.
“Gue tutup luka ini, bersamaan dengan 'luka' lo yang lain,” gumam Dewa pelan, suaranya serak.
Ia menatap wajah Lucy yang tenang dalam tidur, lalu tersenyum miris.
“Terlepas dari lo yang belum punya perasaan ke gue…” ia menarik napas dalam, “…ada gue yang justru jatuh semakin dalam sama lo.”
Perlahan, Dewa menyibak anak rambut yang menutupi pelipis Lucy, jari-jarinya menyusuri pipi Lucy, sebelum akhirnya ia menunduk dan mengecup lembut keningnya.
...****************...
Lucy perlahan membuka mata. Sinar matahari pagi menyelinap lewat celah tirai, menimpa ruangan dengan cahaya hangat kekuningan. Pandangannya buram sesaat sebelum akhirnya fokus pada sosok di sampingnya.
Dewa masih tertidur. Napasnya teratur, dada bidangnya naik turun perlahan. Dari jarak sedekat itu, Lucy baru sadar. Betapa tampannya seorang Sadewa. Garis rahangnya tegas, bulu matanya lentik, dan bibirnya terlihat begitu tenang dalam tidur.
Entah kenapa, jantung Lucy berdebar lebih cepat.
Ia tak bermaksud menatap lama, tapi matanya enggan berpaling. Sesaat kemudian, Dewa menggeliat kecil, membuat Lucy panik menutup matanya pura-pura masih tidur.
Dewa membuka matanya perlahan, senyum miring langsung muncul di wajah Dewa. “Apa gue seganteng itu sampe lo liatin gue selama itu, hmm?” godanya, suaranya masih serak tapi terdengar percaya diri.
Lucy langsung membuang pandangan, pipinya memanas. “Dih! Siapa juga yang liatin lo."
Dewa dan Lucy sama-sama bersandar di ranjang. Sunyi sebentar. Hanya suara napas mereka yang terdengar.
Dewa menatap Lucy dengan tatapan yang dalam, jauh lebih serius dari biasanya.
“Mulai sekarang, lo kalo mau kemana-mana jangan sendirian,” katanya tegas, suaranya pelan tapi mantap. “Lo bisa libatin gue. Lo tanggung jawab gue sekarang. Suka gak suka, saat ini gue adalah suami lo.”
Lucy terdiam. Kata-kata itu sederhana, tapi entah kenapa terasa menenangkan sekaligus membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
“Iya... maaf,” jawabnya pelan.
Dewa menghela napas, lalu mengulurkan tangan mengelus rambut Lucy lembut. Sentuhan itu begitu singkat—tapi cukup membuat dada Lucy berdesir.
Dalam hati, Lucy mengumpat pelan.
Dear hati, murahan banget sih lo… dikasih ginian aja udah dag-dig-dug.
Ia buru-buru menetralkan ekspresi wajahnya, pura-pura sibuk menatap arah lain.
Tiba-tiba ponsel Dewa berdering di meja samping ranjang.
Dewa melirik sekilas, lalu mengangkatnya.
“Halo?”
Suara perempuan terdengar di seberang.
“Dewa, kemarin lo ke mana? Kok main pergi gitu aja sih?” nada suaranya terdengar akrab—terlalu akrab.
Lucy refleks menoleh, pandangannya mengarah ke Dewa yang kini tampak sedikit kikuk.
“Gue ada urusan mendadak,” jawab Dewa singkat.
Lucy menelan ludah, berusaha terlihat biasa. Tapi pikirannya mulai penuh tanda tanya.
Siapa itu? Temannya? Pacarnya?
Ia menghela napas pelan.
Lucyanaa... Jangan asal baper! Lo belum tahu banyak soal pria ini, batinnya mencoba menenangkan diri.
Dewa masih sibuk berbincang di telepon. Suaranya rendah, kadang terdengar tawa kecil di sela obrolannya. Lucy yang sedari tadi memperhatikan, hanya bisa menahan diri. Begitu panggilan itu berakhir, ia langsung bangkit dari tempat tidur—wajahnya masam, tapi berusaha terlihat biasa saja.
Tanpa bicara banyak, ia lewat di depan Dewa dan menyenggol bahunya pelan.
Dewa mengerutkan alis. “Kenapa lagi, dah? Mood lo tuh cepat banget berubah. Heran gue.” Ia garuk-garuk kepala, masih bingung dengan moodswingnya Lucy.
Pagi itu, suasana apartemen dipenuhi aroma kopi dan roti panggang. Lucy sudah berdiri di depan cermin, merapikan rambut sambil mengenakan blazer.
“Mau ke mana?” tanya Dewa sambil duduk di ruang tamu.
“Ya, kantor lah,” jawab Lucy datar, masih dengan nada cuek.
“Gue anter,” ucap Dewa santai.
“Nggak usah, gue bisa sendiri.”
Dewa mendengus pelan, lalu berdiri sambil melipat tangan di dada.
“Baru aja gue bilang jangan kemana-mana sendirian. Lo tuh bandel banget, ya?”
Lucy membuang pandangannya, pura-pura sibuk dengan tas kerja.
Dewa menatapnya sejenak, lalu mengambil sepotong roti dari meja. “Gue tunggu di lobi. Lima menit." katanya sambil nyamber roti dan melangkah keluar santai.
Lucy hanya menghela napas panjang, tapi di ujung bibirnya ada sedikit senyum tak sadar. sebelum ikut bersiap.
Setelah mengantar Lucy ke kantornya, Dewa melanjutkan perjalanan ke kampus. Jalanan Bandung pagi itu masih padat, tapi suasananya cukup teduh. Begitu tiba di area parkiran, ia mematikan mesin mobil.
Baru saja keluar dari mobil, tepukan keras mendarat di bahunya.
“Hei, bro! Tumben bawa mobil?” suara Ryan langsung terdengar dari belakang.
Ryan memicingkan mata sambil menatap mobil itu. “Mobil saha ieu? Asa lain mobil maneh.”
(Mobil siapa? kaya bukan punya lo?)
Dewa sempat terdiam sepersekian detik, otaknya muter cepat cari alasan.
“P-punya sepupu gue,” jawabnya santai sambil nyengir,
"abis sekalian nganterin dia tadi.”
Dewa lupa, kalau hari ini ia memakai mobil Lucy.
Arka langsung menimpali dengan senyum nakal. “Sepupu? Atau ‘sepupu’ nih?”
Dewa cuma geleng kepala. “Terserah lo berdua deh.” Mereka bertiga pun berjalan masuk ke gedung kampus, masih dengan canda ringan.
Namun langkah Dewa terhenti begitu mendengar suara lembut memanggil namanya.
“Sadewa!"
Dari arah taman kampus, seorang perempuan melambaikan tangan. Wajahnya manis, rambutnya dikuncir setengah—gaya khas yang bikin beberapa mahasiswa lain ikut melirik.
Ryan dan Arka langsung saling pandang, senyum lebar penuh arti muncul di wajah mereka.
Arka bersiul pelan. “Wih, princess-nya Dewa datang, nih.”
...----------------...
Akhirnya! Andika tertangkap guys, tumpengan gak nih?!
Wih sepertinya Lucy juga mulai melunak tuh sama Dewa 🙄
Tapi....siapa yang manggil Dewa barusan?
Ikuti terus kelanjutan cerita Dewa - Lucy yaa jangan lupa sertakan vote, like dan komentarnya 💕✨
Happy Weekend! See you! 🥰🥰