NovelToon NovelToon
Manisnya Dosa Janda Penggoda: Terjerat Paman Direktur

Manisnya Dosa Janda Penggoda: Terjerat Paman Direktur

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Janda / Konflik etika / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Romansa
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Mampukah janda muda menahan diri saat godaan datang dari pria yang paling tabu? Setelah kepergian suaminya, Ayana (26) berjuang membesarkan anaknya sendirian. Takdir membawanya bekerja di perusahaan milik keluarga suaminya. Di sana, pesona Arfan (38), paman direktur yang berkarisma, mulai menggoyahkan hatinya. Arfan, duda mapan dengan masa lalu kelam, melihat Ayana bukan hanya sebagai menantu mendiang kakaknya, melainkan wanita memikat yang membangkitkan gairah terpendam. Di antara tatapan curiga dan bisikan sumbang keluarga, mereka terjerat dalam tarik-ulur cinta terlarang. Bagaimana Ayana akan memilih antara kesetiaan pada masa lalu dan gairah yang tak terbendung, di tengah tuntutan etika yang menguji batas?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16: Api Tak Terpadamkan

Ayana merasakan kakinya goyah, bahkan setelah Arfan pergi. Dinginnya malam Jakarta seolah menembus kulit, namun hatinya justru membara. Ciuman itu, sentuhan bibir itu, janji terlarang itu... semuanya berputar-putar di kepalanya.

"Ini baru permulaan," bisik Arfan. Kata-kata itu menggema, membuatnya merinding sekaligus terbuai.

Ia berjalan pulang dengan langkah yang terasa asing. Setiap hela napasnya berat, sarat dengan emosi yang campur aduk: rasa bersalah yang menusuk, gairah yang memabukkan, dan ketakutan akan konsekuensi yang tak terbayangkan.

Garis batas itu, yang selama ini ia jaga mati-matian, kini telah benar-benar robek. Tak ada jalan kembali.

Sesampainya di apartemen, Ayana langsung masuk kamar mandi. Ia berdiri di bawah pancuran, membiarkan air dingin mengguyur tubuhnya, seolah ingin membersihkan dosa yang baru saja menempel. Namun, sensasi bibir Arfan, aroma maskulin pria itu, tak bisa begitu saja luntur. Mereka seperti tato yang terukir di jiwanya.

Malam itu, Ayana tak bisa tidur. Setiap kali ia memejamkan mata, wajah Arfan muncul, tatapan intensnya, senyum menggoda itu. Ia membalikkan badan gelisah, memeluk bantal erat-erat, berharap bisa mengusir bayangan pria itu dari pikirannya. Tapi semua sia-sia.

Ia telah terjerat, seperti laba-laba dalam sarangnya sendiri.

Pagi menjelang, namun Ayana merasa lebih lelah dari biasanya. Ada kantung hitam tipis di bawah matanya, cermin dari pergulatan batin semalam. Ia memaksakan diri bangun, menyiapkan sarapan untuk Reno, putranya. Melihat senyum polos Reno adalah satu-satunya pengingat akan realita, akan tanggung jawabnya sebagai ibu.

"Ayana, kamu baik-baik saja?" tanya Bi Surti, asisten rumah tangga, saat melihat Ayana yang tampak lesu.

Ayana tersenyum tipis. "Saya baik-baik saja, Bi. Mungkin kurang tidur sedikit."

Ia tahu, ia harus menyembunyikan badai di hatinya. Demi Reno, demi nama baik mendiang suaminya, demi segalanya yang tersisa dari kehidupannya yang dulu teratur. Tapi bagaimana bisa, ketika benih-benih gairah itu sudah mulai tumbuh dan merambat?

Di kantor, suasana terasa berbeda. Setiap langkah yang diambil Ayana menuju mejanya di lantai dua terasa seperti melangkah di atas bara. Jantungnya berdebar setiap kali ada langkah kaki di koridor. Ia takut, tapi di saat yang sama, ia juga menunggu. Menunggu Arfan.

Vina, yang duduk di seberang, sesekali meliriknya dengan tatapan menyelidik. Ayana bisa merasakan tatapan itu, seolah Vina tahu persis apa yang berkecamuk dalam dirinya. Ia memaksakan diri fokus pada layar komputer, mencoba terlihat normal.

Beberapa jam berlalu, dan Arfan belum menampakkan diri. Ayana mulai merasa lega bercampur kecewa. Mungkin pria itu juga berpikir ulang? Mungkin ciuman itu hanya gairah sesaat? Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Namun, sekitar pukul sebelas, ponsel Ayana bergetar. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal.

*Bisakah kita bicara sebentar di ruang arsip, Ayana? Sekarang.*

Tanpa nama, tapi Ayana tahu siapa pengirimnya. Jantungnya sontak berdebar kencang. Ruang arsip. Tempat yang jarang dikunjungi, tersembunyi di sudut lantai bawah. Tempat yang sempurna untuk sebuah pertemuan terlarang.

Ayana menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri. Ia menoleh ke arah Vina yang sedang sibuk menelepon. Ini kesempatannya. Dengan alasan ingin mengambil dokumen, Ayana bangkit, langkahnya mantap namun hatinya bergemuruh.

Lorong menuju ruang arsip terasa panjang dan sepi. Bau apak kertas-kertas tua menyeruak, menambah nuansa suram pada pertemuan rahasia ini. Saat Ayana membuka pintu, Arfan sudah di sana, berdiri membelakanginya, menatap deretan rak-rak arsip.

Ia mengenakan kemeja biru tua yang pas di tubuh atletisnya. Lengan kemejanya digulung rapi hingga siku. Aura berkuasa pria itu begitu kuat, bahkan dalam diam.

"Arfan," panggil Ayana pelan.

Pria itu berbalik, matanya yang tajam langsung mengunci tatapan Ayana. Sebuah senyum tipis, nyaris tak terlihat, tersungging di bibirnya. Senyum yang penuh arti, yang membuat lutut Ayana terasa lemas.

"Kau datang," kata Arfan, suaranya rendah, nyaris berbisik, namun terdengar sangat jelas di keheningan ruang arsip. "Aku tahu kau akan datang."

Ayana menelan ludah. "Ada apa?" Ia berusaha menjaga suaranya tetap datar, meskipun ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di perutnya.

Arfan melangkah mendekat, perlahan. Setiap langkahnya terasa seperti menarik Ayana semakin dalam ke pusaran takdir yang ia sendiri tak mengerti.

Ia berhenti beberapa inci di depan Ayana. Jarak yang cukup dekat untuk Ayana bisa merasakan panas tubuhnya, menghirup aroma maskulinnya yang memabukkan.

"Aku hanya ingin melihatmu," kata Arfan, tatapannya menyapu wajah Ayana, seolah membaca setiap pikirannya. "Memastikan kau tidak menyesali keputusanmu semalam."

"Keputusan apa?" Ayana berpura-pura tidak mengerti, meskipun ia tahu persis apa yang dimaksud Arfan. Ciuman itu. Janji itu.

Arfan tertawa kecil. Suara serak dan seksi yang membuat Ayana merinding. "Jangan pura-pura, Ayana. Kau tahu garis batas sudah terlewati. Kau memilih untuk menyeberanginya bersamaku."

Pria itu mengangkat tangan. Jarinya yang panjang dan hangat menyentuh pipi Ayana, mengelus lembut kulitnya. Sentuhan itu mengirimkan gelombang listrik ke seluruh tubuh Ayana, membuatnya terkesiap.

"Semalam... itu bukan sekadar ciuman," bisik Arfan, suaranya kini semakin dalam, penuh dominasi. "Itu adalah pengakuan. Dari dirimu kepadaku, dan dari diriku kepadamu."

Ayana merasakan napasnya tertahan. Jantungnya berdetak kencang, menggila di dalam dadanya. Ia ingin mundur, ingin lari, tapi tubuhnya seolah terpaku di tempat. Daya tarik Arfan terlalu kuat untuk dilawan.

"Tapi... ini salah," bisik Ayana, suaranya bergetar. "Aku janda mendiang keponakanmu. Ini..."

"Apa?" Arfan memotongnya. "Terlarang? Dosa? Aku tahu. Dan kau juga tahu." Matanya menggelap, menantang Ayana. "Tapi apakah itu menghentikanmu?"

Ia memiringkan kepala. Tatapannya menembus Ayana, seolah melihat sampai ke relung jiwanya yang paling dalam. "Aku melihat gairah di matamu, Ayana. Aku merasakan respons tubuhmu. Jangan coba membohongiku, atau dirimu sendiri."

Ayana menunduk, tak sanggup lagi menatap mata Arfan. Ia tahu pria itu benar. Ada bagian dari dirinya yang sangat menginginkan semua ini, meskipun hati kecilnya menjerit ketakutan.

"Apa yang kau inginkan, Arfan?" tanya Ayana, pelan, nyaris tak terdengar.

Arfan tersenyum, senyum penuh misteri yang membuat Ayana semakin gelisah. Ia menurunkan tangannya dari pipi Ayana, namun jari-jarinya tak pergi jauh. Ia malah memegang lengan Ayana, ibu jarinya mengelus lembut kulit yang tertutup kain blus.

"Aku ingin kau membuka hatimu sepenuhnya kepadaku, Ayana," jawab Arfan. "Aku ingin kau menerima takdir ini. Takdir kita."

Ia menarik Ayana sedikit lebih dekat, hingga tubuh mereka nyaris bersentuhan. Ayana bisa merasakan setiap lekuk tubuh Arfan, panas yang menjalar. Udara di antara mereka menipis, dipenuhi ketegangan yang memabukkan.

"Ini baru permulaan dari segalanya, sayang," bisik Arfan. Bibirnya sangat dekat dengan telinga Ayana, mengirimkan sensasi geli yang merambat ke seluruh tubuhnya. "Dan aku berjanji, kau akan terjerat lebih dalam lagi. Hingga kau tak bisa lagi bernapas tanpa aku."

Tiba-tiba, terdengar langkah kaki di koridor luar. Ayana terkesiap, tubuhnya menegang. Ia segera mendorong Arfan sedikit menjauh.

"Seseorang datang," bisik Ayana panik.

Arfan menatapnya, ekspresinya berubah menjadi lebih serius. Ia mengangguk pelan, melepaskan Ayana, dan melangkah mundur ke deretan rak arsip, berpura-pura mencari sesuatu.

Pintu ruang arsip terbuka. Dan Vina muncul di ambang pintu, menatap mereka berdua dengan tatapan curiga yang tak dapat disembunyikan.

"Pak Arfan? Bu Ayana? Ada apa kalian di sini?" tanya Vina, suaranya terdengar terlalu ramah, tapi matanya tajam seperti elang. "Saya sedang mencari Bu Ayana, ada beberapa laporan yang harus segera dicek."

Ayana merasakan darahnya berdesir dingin. Tertangkap basah. Jantungnya berdetak tak karuan, nyaris melompat keluar dari dadanya.

Arfan tersenyum santai, tidak menunjukkan sedikitpun kegugupan. Ia menarik sebuah map kosong dari rak. "Ah, Vina. Saya sedang mencari arsip lama perusahaan, kebetulan bertemu Ayana di sini." Ia melirik Ayana, memberinya isyarat untuk ikut bermain peran. "Ada apa, Ayana? Apa ada masalah dengan laporan?"

Ayana berusaha mengendalikan suaranya. "Tidak ada masalah, Bu Vina. Saya juga kebetulan mencari arsip proyek lama yang terkait dengan laporan yang baru ini. Tapi sepertinya saya salah tempat."

Vina mengernyitkan dahi. Matanya bolak-balik antara Ayana dan Arfan. Ia tidak terlihat sepenuhnya yakin, namun juga tidak punya bukti apa-apa.

"Oh, begitu," kata Vina, nada suaranya masih penuh selidik. "Kalau begitu, mari kita kembali ke meja, Ayana. Laporannya harus segera diselesaikan."

Ayana mengangguk, merasa seperti boneka yang sedang ditarik ulur. Ia tahu Vina tidak bodoh. Kecurigaan di mata wanita itu sangat jelas.

Saat Ayana berjalan melewati Arfan, pria itu sengaja menjatuhkan map yang dipegangnya. Ketika Ayana membungkuk untuk membantu mengambilnya, Arfan membisikkan sesuatu di telinganya.

"Ini belum berakhir, Ayana," bisik Arfan, suaranya hanya bisa didengar Ayana. "Kau akan tahu, betapa manisnya terjerat dalam dosaku."

Mendengar itu, Ayana merasakan tubuhnya merinding hebat. Ia menegakkan tubuh, matanya tanpa sengaja bertemu pandang dengan Vina yang masih berdiri di ambang pintu, menatap mereka dengan tatapan yang semakin mengeras. Vina seolah melihat sesuatu, sebuah kilatan terlarang di antara mereka, yang membuat ekspresi ramah palsunya menghilang.

Ayana tahu. Kecurigaan Vina kini sudah berada di level yang berbeda. Ia telah menginjak duri. Dan ia merasa akan terjerat lebih dalam lagi, tidak hanya oleh Arfan, tapi juga oleh intrik keluarga yang mulai mengendus bahaya.

Ia melihat Vina membuka ponselnya diam-iam, jarinya bergerak cepat di layar. Apa yang sedang Vina lakukan? Apakah Vina mengirim pesan kepada seseorang? Rasa takut mencekam Ayana. Ini baru permulaan dari badai yang sesungguhnya.

1
zaire biscaya dite
Gw trs trg bingung dgn jln ceritanya novel ini, selain berganti2 nama para tokoh yg ada, jg perbedaan rahasia yg diungkapkan oleh Arfan kpd Ayana
Benar2 membingungkan & bikin gw jd malas utk membaca novel ini lg
panjul man09
bosan
panjul man09
sudah janda koq ,bisa memilih jalan hidup , siapa vina , bisa bisanya mengatur hidup orang .
panjul man09
siapa nama anak ayana , maya , kirana atau raka ?
zaire biscaya dite
Tolong perhatikan dgn benar ttg nama tokoh dlm novel ini, spt nama anak yg selalu berganti2 nama, Arsy, Maya, Raka, Alisha
Jgn membingungkan pembaca yg berminat utk membaca novel ini
panjul man09
mereka boleh menikah, karna mereka bukan mahrom
panjul man09
lanjuut
zaire biscaya dite
Betul, tlg diperhatikan dgn baik nama yg ada di dlm novel ini. Nama suami itu Adnan atau Daniel, nama anaknya itu Arsy, Maya, Kirana atau Raja ? Jgn smpe ceritanya bagus, tp malah bikin binging yg baca krn ketdkkonsistenan penyebutan nama tokoh di dlmnya, y
Bang joe: terimakasih atas masukannya kak 🙏
total 1 replies
Greenindya
yg bnr yg mana ya kok nama anaknya gonta ganti Kirana maya raka
Bang joe: mohon maaf atas kekeliruannya kak
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!