NovelToon NovelToon
Drama Cinta Kaki Lima (Rujak Seblak Mesra)

Drama Cinta Kaki Lima (Rujak Seblak Mesra)

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Perjodohan / Romantis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Konflik etika
Popularitas:304
Nilai: 5
Nama Author: Laila ANT

Gunawan, penjual rujak bumbu yang pendiam, dan Dewi, pemilik seblak pedas yang independen, terjebak dalam perjodohan paksa setelah gerobak mereka bertabrakan, menciptakan kekacauan di lapak. Warga, di bawah arahan Pak RT, menghukum mereka dengan pernikahan untuk menjaga reputasi lapak. Awalnya, mereka sepakat untuk menjalani 'kontrak pacaran palsu', penuh kecanggungan dan konflik komedi. Namun, seiring waktu, serangkaian tantangan publik—mulai dari "Love Brigade" yang selalu mengawasi, drama keluarga, hingga sabotase pesaing—memaksa mereka bekerja sama. Tanpa disadari, sandiwara tersebut mulai menumbuhkan perasaan nyata, hingga akhirnya mereka harus memutuskan apakah akan tetap berpegang pada janji palsu atau jujur pada hati mereka, yang berarti menghadapi konsekuensi dari komunitas yang pernah memaksa mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laila ANT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertahanan Gunawan

"...tentang status perjodohan kalian!"

Gunawan dan Dewi saling pandang, terkejut. Suara Bu Ida memecah keheningan sore itu, kini terdengar lebih dekat. Dari balik tumpukan kardus, mereka bisa melihat Bu Ida, Bu Marni, dan Bu Tuti berjalan cepat ke arah mereka, wajah mereka tegang. Di belakang mereka, Pak RT berjalan dengan langkah berat, ekspresinya keruh.

"Kalian ini, ya! Disuruh arisan malah kabur berduaan!" Bu Ida langsung menyerbu, berkacak pinggang. Matanya menyapu Gunawan dan Dewi bergantian.

"Sudah saya bilang, jangan sampai ada laporan yang tidak-tidak!"

Pak RT tiba di hadapan mereka, tangannya bersedekap.

"Betul sekali, Bu Ida. Saya sudah dengar semuanya. Dan saya tidak suka. Ini merusak reputasi lapak kita!"

Gunawan mencoba menjelaskan.

"Maaf, Pak RT. Dewi tadi... dia hanya butuh udara segar."

"Udara segar sambil nangis-nangis begitu?" Pak RT menunjuk Dewi.

"Saya dengar dari ibu-ibu arisan, kamu marah-marah, Dewi! Kamu bilang mau kawin dengan caramu sendiri! Apa maksudnya itu?!"

Dewi mengepalkan tangannya.

"Pak RT, itu masalah pribadi saya. Dan pertanyaan di arisan itu sudah keterlaluan!"

"Keterlaluan apanya?!" Bu Lastri, yang entah sejak kapan sudah bergabung dengan rombongan, menyahut dengan nada mencibir.

"Kami kan cuma mau menasihati! Biar kamu jadi istri yang baik!"

Gunawan merasakan amarahnya kembali bangkit. Ia melangkah sedikit ke depan Dewi.

"Bu Lastri, saya rasa itu sudah terlalu jauh. Privasi orang harus dihormati."

Pak RT menghela napas.

"Sudah! Cukup! Saya sudah pusing dengan drama kalian berdua. Begini saja. Saya punya keputusan. Keputusan yang akan menentukan status perjodohan kalian!"

Jantung Gunawan berdegup kencang. Dewi menatap Pak RT dengan tatapan menantang.

"Mulai besok," Pak RT melanjutkan,

"akan ada penjual baru di lapak kita. Namanya Arya. Dia akan membuka lapak kopi kekinian di dekat gerobak kalian." Pak RT menunjuk ke sebuah lahan kosong tak jauh dari posisi mereka.

Di sana, beberapa pekerja sedang memasang kerangka gerobak modern.

Gunawan mengernyit. Penjual baru? Di area mereka?

"Dan Arya ini," Pak RT menekankan,

"dia akan menjadi... tester untuk melihat seberapa kuat ikatan kalian berdua. Jika dia berhasil memecah belah kalian, maka perjodohan ini... saya batalkan!"

Mata Gunawan terbelalak.

Tester? Apa-apaan ini? Ia melirik Dewi, yang tampak sama terkejutnya.

"Pak RT, ini tidak masuk akal!" Dewi protes.

"Kenapa harus ada tester segala?"

"Ini demi kebaikan kalian! Dan demi reputasi lapak!" Bu Ida menyahut.

"Kalau kalian memang cinta sejati, pasti tidak akan goyah!"

Tiba-tiba, seorang pria muda berjalan mendekat dari arah gerobak baru. Postur tubuhnya tegap, rambutnya tertata rapi, dan senyumnya lebar, memperlihatkan deretan gigi putih.

Ia mengenakan kaus polos yang pas di tubuhnya, memperlihatkan otot yang terbentuk. Wajahnya tampan, karismatik, dengan aura modern yang kontras dengan suasana lapak tradisional.

"Selamat sore, Bapak-bapak, Ibu-ibu sekalian," sapanya dengan suara ramah dan percaya diri.

"Saya Arya. Penjual kopi baru di sini." Matanya langsung tertuju pada Dewi, dan senyumnya sedikit melunak.

"Dan sepertinya, saya sudah menemukan inspirasi pertama saya di lapak ini."

Arya mengulurkan tangan ke arah Dewi, tatapannya lekat.

"Cantik sekali. Lapak seblaknya juga. Saya yakin rasanya juga pedas dan menggoda, seperti pemiliknya."

Gunawan merasakan darahnya mendidih. Kata-kata Arya, tatapan matanya, semuanya terasa seperti tusukan langsung ke hatinya. Ini bukan lagi sandiwara. Ini ancaman nyata. Ia mengepalkan tangannya di samping tubuhnya.

Dewi menarik tangannya dari Arya dengan sedikit canggung, namun ia masih memaksakan senyum tipis.

"Terima kasih. Dewi."

"Dewi," Arya mengulang namanya, seolah mengecap setiap suku kata.

"Nama yang indah." Ia melirik Gunawan sekilas, lalu kembali menatap Dewi.

"Saya dengar, Anda punya lapak seblak terbaik di sini, ya? Mungkin nanti saya bisa mampir, sekalian mencoba resep kopi yang pas untuk menemani pedasnya seblak Anda."

"Dia sudah ada yang punya!" Gunawan tiba-tiba menyela, suaranya lebih keras dari yang ia duga. Ia melangkah maju, berdiri persis di antara Dewi dan Arya, menghalangi pandangan Arya.

Arya mengangkat alisnya, senyumnya sedikit memudar, namun tidak hilang sepenuhnya.

"Oh, maaf. Saya tidak bermaksud lancang. Saya hanya... terkesima." Matanya menatap Gunawan dari atas ke bawah, menilai.

"Jadi, Anda ini siapa?"

"Saya Gunawan," kata Gunawan tegas, dadanya membusung.

"Calon suaminya Dewi. Kami akan menikah sebentar lagi." Ia berusaha berbicara dengan sangat meyakinkan, bahkan untuk dirinya sendiri.

Arya terkekeh pelan.

"Oh, begitu. Selamat, kalau begitu. Saya Arya, pemilik Arya's Coffee. Kopi kekinian paling hits di kota." Ia mengulurkan tangannya pada Gunawan, namun Gunawan hanya membalasnya dengan genggaman singkat dan kaku.

"Sudah, sudah!" Pak RT melerai.

"Ini dia, Gunawan! Calon suami yang protektif! Bagus! Ini yang saya mau lihat! Semangat persaingan yang sehat!"

Gunawan melirik Pak RT, lalu kembali menatap Arya dengan tatapan tajam. Ia merasakan dorongan kuat untuk menyingkirkan Arya dari dekat Dewi. Perasaan cemburu itu nyata, menusuk, dan sangat mengganggu. Ia tidak peduli ini sandiwara atau bukan, ia tidak ingin Arya mendekati Dewi.

"Gunawan," Dewi berbisik, menarik lengan Gunawan pelan.

"Jangan terlalu berlebihan."

"Berlebihan apanya, Wi?" Gunawan berbalik ke Dewi, suaranya sedikit melunak.

"Ini kan bagian dari sandiwara kita. Biar dia tahu kita serius." Ia mencoba tersenyum meyakinkan pada Dewi, namun yang keluar hanyalah seringai kaku.

Arya tersenyum sinis.

"Sepertinya kalian pasangan yang sangat... passionate. Saya suka itu. Tapi, apa ini hanya untuk pamer di depan umum, atau memang nyata?"

Pertanyaan Arya membuat Gunawan semakin geram. Ia merasakan tatapan Bu Ida dan Love Brigade yang mengawasi mereka dengan seksama. Ia harus meyakinkan semua orang.

"Tentu saja nyata!" Gunawan berkata, suaranya meninggi. Ia meraih tangan Dewi, menggenggamnya erat.

"Kami saling mencintai. Dan kami tidak butuh tester seperti Anda untuk membuktikan itu."

Dewi tersentak.

Genggaman Gunawan terlalu erat, hampir menyakitkan. Ia merasakan Gunawan begitu tegang, begitu posesif. Ini bukan lagi Gunawan yang canggung dan pasrah. Ini Gunawan yang sedang cemburu, dan itu membuatnya risih.

"Gunawan, lepas!" Dewi berbisik, mencoba menarik tangannya. Namun Gunawan tidak melepaskannya.

"Wi, jangan begitu!" Gunawan membalas, masih menatap Arya dengan tatapan menantang.

"Ini kan biar meyakinkan." Ia meremas tangan Dewi lebih erat.

"Meyakinkan apanya?!" Dewi akhirnya tidak tahan. Ia menarik tangannya dengan paksa, membuat Gunawan terkejut.

"Kau ini kenapa?! Lepaskan aku! Kau menyakitiku!"

Semua mata, termasuk mata Pak RT, Bu Ida, dan Arya, langsung tertuju pada Dewi. Wajah Dewi memerah, bukan karena malu, tapi karena marah. Ia tidak suka dikendalikan, apalagi di depan umum.

Gunawan membeku. Ia tidak menyangka Dewi akan bereaksi sekeras itu. Ia melihat Arya tersenyum tipis, seolah menikmati drama yang terjadi.

"Maaf, Wi. Aku... aku tidak sengaja," Gunawan tergagap, merasa bersalah.

"Tidak sengaja apanya!" Dewi membentak, suaranya tajam. Ia tidak peduli lagi dengan sandiwara atau tatapan orang.

"Kau terlalu berlebihan! Aku tidak suka kau memaksaku seperti itu! Aku benci kalau kau mencoba mengendalikan aku!"

Gunawan terdiam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!