NovelToon NovelToon
Balas Dendam Putri Mahkota

Balas Dendam Putri Mahkota

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Salsabilla Kim

Pada malam pernikahannya, Hwa-young seharusnya meminum racun yang memulai kehancurannya. Namun, takdir memberinya kesempatan kedua. Ia kembali ke malam yang sama, dengan ingatan penuh akan pengkhianatan dan eksekusinya. Kini, setiap senyum adalah siasat dan setiap kata adalah senjata. Ia tidak akan lagi menjadi pion yang pasrah. Menghadapi ibu mertua yang kejam dan suami yang penuh curiga, Hwa-young harus mengobarkan perang dari balik bayang-bayang untuk merebut kembali takdirnya dan menghancurkan mereka yang telah menghancurkannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilla Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sarang Singa

Aroma dupa cendana yang seharusnya menenangkan terasa seperti ejekan di ruang audiensi Pangeran Mahkota. Udara pagi itu sudah pekat oleh ketegangan yang tak terucap. Yi Seon duduk membeku di balik mejanya, wajahnya setenang danau di musim dingin. Di dekat pintu, Jenderal Kim berdiri laksana patung elang, matanya yang tajam mengawasi segalanya.

Hwa-young melangkah masuk, keheningan menyambutnya. Ia menundukkan kepala dengan anggun, jubah sederhananya berdesir pelan. Di dalam sakunya, cincin perak itu terasa dingin di kulitnya, sebuah jangkar menuju kebebasan.

"Yang Mulia," sapanya,  terkendali.

Yi Seon hanya mengangkat dagu sedikit. "Kudengar kau terjaga semalaman." Nada  tajam, sebuah sindiran yang tak perlu disembunyikan. Ia tahu Hwa-young bukan tipe wanita yang membuang waktu.

"Malam yang penuh kenangan, Yang Mulia," balas Hwa-young, mengeluarkan kotak kayu usang milik ibunya. Ia tidak terburu-buru. Ia membiarkan keheningan bekerja untuknya. "Saya menemukan apa yang saya cari."

Yi Seon menyipitkan mata saat Hwa-young membuka kotak itu. Gerakannya sengaja dibuat dramatis, seolah ia sedang mengungkap sebuah rahasia negara. Di atas kain beludru pudar, tergeletaklah cincin perak buatan Mae-ri. Ukiran bunga teratai yang anggun itu tampak tua dan berharga, persis seperti yang ia ceritakan.

Itu bukan permata. Bukan emas. Hanya perak usang. Namun, keraguan tetap berkelebat di mata Yi Seon. Ia pria yang terlalu cerdas untuk ditipu dengan mudah.

"Peninggalan terakhir dari Ibu," ucap Hwa-young,  sedikit bergetar, sebuah sentuhan yang ia latih dengan sempurna. "Pengingat bahwa kekuatan sejati seorang wanita tidak diukur dari kilau permatanya."

Ia melirik Jenderal Kim dan mendapati sang jenderal menatap cincin itu dengan sorot yang sulit diartikan. Pesan emosional itu tepat sasaran.

Yi Seon menatap cincin itu lama, lalu beralih ke mata Hwa-young, mencari celah dalam sandiwaranya. Namun, yang ia temukan hanyalah ketulusan yang dibuat dengan cermat, sepasang mata yang berkaca-kaca karena memori yang tak pernah ada.

Pangeran Mahkota menghela napas panjang, sebuah suara kekalahan. "Baiklah. Kau memenangkan taruhanmu."

Gelombang lega yang dahsyat hampir membuat lutut Hwa-young lemas.

"Kau diizinkan mengunjungi pasar di Hwasan. Setahun sekali," lanjut Yi Seon,  kembali mengeras. "Tentu saja, dengan pengawasan ketat." Peringatan itu menggelegar di ruangan sunyi.

"Terima kasih, Yang Mulia," Hwa-young membungkuk dalam-dalam, menyembunyikan senyum kemenangannya.

"Ini bukan kebaikan hati," potong Yi Seon tajam. "Aku hanya tidak suka melihat Ibu Suri terlalu nyaman di singgasananya."

Ah, jadi itu alasannya. Hwa-young mengerti. Kemenangannya bukan hanya miliknya, tapi juga tusukan kecil bagi Matriarch Kang. Itu lebih dari cukup.

"Anda boleh pergi."

Hwa-young berbalik, setiap langkahnya terasa ringan. Satu langkah kecil menuju kebebasan.

Rasa manis kemenangan itu menguap begitu ia melihat seorang pelayan berwajah pucat menunggunya di depan Paviliun Bulan Baru. Angin yang tadinya terasa sejuk tiba-tiba berhembus dingin.

"Yang Mulia Putri Mahkota," bisik pelayan itu, gemetar. "Ibu Suri memanggil Anda. Sekarang juga."

Hwa-young sudah menduganya. Kabar di istana menyebar lebih cepat daripada api. "Aku akan segera ke sana."

Ia menyerahkan cincin itu pada Mae-ri. "Jaga ini dengan nyawamu. Jangan biarkan siapapun menyentuhnya."

"Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau inginkan? Kebebasan. Kekuatan. Kau sama saja dengannya." Ia mencondongkan tubuh ke depan, matanya menusuk tajam. "Keluargamu hancur karena kebodohannya. Ayahmu, saudara-saudaramu ... semua lenyap."

Jantung Hwa-young berdebar kencang. Ini dia.

"Tapi masih ada sisa-sisanya, bukan?" bisik Matriarch Kang,  berubah menjadi desisan mematikan. "Beberapa sepupu jauh, bibi-bibi miskin di pedesaan. Mereka hidup dengan tenang. Akan sangat disayangkan jika mereka tiba-tiba tertimpa 'musibah'."

Ancaman itu menggantung di udara, mencekik.

"Mungkin wabah penyakit," lanjutnya, menikmati ketakutan yang mulai menjalari wajah Hwa-young. "Atau perampokan yang kejam. Siapa yang akan tahu? Takdir memang kejam, bukan?"

Darah Hwa-young mendidih. Amarah yang membakar melenyapkan rasa takutnya. Ia tidak akan membiarkan sejarah terulang. Tidak lagi.

Ia menarik napas dalam-dalam, menatap lurus ke mata lawannya.

"Anda tidak akan berani," kata Hwa-young,  rendah tapi bergetar karena kekuatan yang baru ia temukan.

Matriarch Kang mengangkat alisnya. "Oh ya? Siapa yang akan menghentikanku? Pangeran Mahkota yang malang itu?"

"Bukan dia," balas Hwa-young, senyum dingin tersungging di bibirnya. "Saya yang akan menghentikan Anda."

Tawa Matriarch Kang meledak. "Kau? Dengan apa?"

"Dengan kebenaran yang saya tahu," Hwa-young mencondongkan tubuhnya, meniru posisi mengancam wanita tua itu. "Kebenaran tentang kesepakatan rahasia Anda di Provinsi Utara, yang akan terungkap lima tahun lagi dan menyebabkan skandal tanah besar. Atau bagaimana Anda akan memanipulasi harga garam tahun depan, membuat ribuan rakyat kelaparan demi mengisi pundi-pundi Anda."

Keheningan yang tiba-tiba terasa memekakkan telinga. Wajah Matriarch Kang menegang, matanya melebar. Itu adalah detail yang mustahil diketahui siapa pun. Rencana itu bahkan baru terbentuk di kepalanya.

"Bagaimana...?" ia tergagap, warna pucat menjalar di wajahnya.

"Saya tahu banyak hal," lanjut Hwa-young, setiap kata adalah belati. "Saya tahu tentang jaringan penyelundupan sutra Anda yang akan hancur oleh badai di laut barat. Saya tahu tentang uang yang Anda sembunyikan di bank-bank rahasia di seberang lautan."

Matriarch Kang menatap Hwa-young seolah melihat hantu. Gadis di hadapannya ini bukan lagi Putri Mahkota yang penurut. Ia adalah sesuatu yang lain. Sesuatu yang berbahaya.

"Jika satu helai rambut pun menyentuh keluarga saya," Hwa-young mengakhiri,  sedingin baja, "maka seluruh kerajaan akan tahu bagaimana Keluarga Kang yang terhormat telah menipu mereka. Saya akan hancurkan reputasi Anda. Saya akan hancurkan semua yang telah Anda bangun. Dari dalam."

Matriarch Kang terengah-engah, kebencian dan ketakutan berperang di matanya. "Kau ... Kau penyihir!"

BRAKK!

Pintu ruang kerja terhempas terbuka. Yi Seon berdiri di ambang pintu, Jenderal Kim tepat di belakangnya. Matanya yang tajam menyapu pemandangan di hadapannya,  Matriarch Kang yang pucat pasi dengan tangan gemetar, dan istrinya, Hwa-young, yang berdiri tegak dengan aura dingin yang tak tergoyahkan.

Wajah Matriarch Kang memerah karena amarah yang tak tertahankan. Ia menunjuk Hwa-young dengan jari gemetar.

"Pangeran Mahkota!" serunya,  melengking penuh perintah. "Kurung perempuan ini! Kunci dia dan jangan biarkan dia melihat matahari lagi!"

Yi Seon tidak bergerak. Ia menatap Hwa-young, bukan sebagai istri yang harus ia hukum, melainkan sebagai pemain baru dalam sebuah permainan yang tidak ia sadari. Matanya menyiratkan pertanyaan yang hening,  Siapa kau sebenarnya?

Hwa-young balas menatapnya, dagunya terangkat. Ia tidak memohon. Ia tidak membela diri.

1
Putri Haruya
Mohon maaf ya buat yang menunggu aku update. Bulan November ini, aku sibuk dengan acara di rumah. Jadi, aku banyak bantu keluarga juga sampai gak sempat nulis. Aku ada penyakit juga yang gak bisa kalo gak istirahat sehabis bantu-bantu. Jadi, mohon pengertiannya ya. Nanti malam In Shaa Allah aku nulis lagi. Tapi, kalo besok-besok aku gak update berarti aku sedang ada halangan, ya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!