____________________________
"Dar-Darian?" suaranya pelan dan nyaris tak terdengar.
"Iya, akhirnya aku bisa membalas kejahatan mu pada Nafisha, ini adalah balasan yang pantas," ucap Darian Kanny Parker.
"Kenapa?" tanyanya serak dengan wajah penuh luka.
"Kau tak pantas hidup Cassia, karena kau adalah wanita pembawa masalah untuk Nafisha," ujarnya dengan senyum sinis.
Cassia Itzel Gray, menatap sendu tunangannya itu. Dia tak pernah menyangka akan berakhir di tangan pria yang begitu dirinya cintai. Di detik-detik terakhir. Cassia masih mendengar hal menyakitkan lainnya yang membuat Cassia marah dan dendam.
"Keluarga Gray hancur karena kesalahan mu, Cassia! Aku lah yang membuat Gray bangkrut dan membuat kedua orang tuamu pergi, jadi selamat menemui mereka, Cassia! Ini balasan setimpal untuk setiap tetes air mata Nafisha," bisik Darian dengan senyum menyeringai!
DEG!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjaku02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
“Bagus! Kamu memang selalu bisa diandalkan.” Suara itu keluar dengan penuh kepuasan, disertai anggukan mantap dari sang madam, seolah beban berat di pundaknya sedikit terangkat berkat kerja keras anak buahnya.
Sasa membalas dengan senyum lebar yang jarang terpancar dari bibirnya, sebuah pengakuan yang terasa begitu berharga di antara rutinitas harian yang melelahkan.
“Kalau begitu, segera ke kamar VIP nomor 2. Layani dia dengan sebaik mungkin,” perintah sang madam disampaikan dengan tegas, tangan terangkat memberi isyarat halus namun pasti, mengusir Sasa dari ruangannya.
“Baik, madam,” jawab Sasa tanpa ragu, menahan sedikit kegembiraan yang bergejolak di dadanya.
Langkahnya meninggalkan ruangan itu bukan sekadar bergerak, tapi juga melaju penuh harap. Harap akan mendapatkan cuan yang tidak sedikit.
" Ahh... Semoga yang ada di ruangan itu bukan pria paruh baya berperut buncit." Gumam nafisha.
...****************...
Setelah menikmati quality time bersama teman-temannya di hari libur, Cassia melangkah ke sebuah supermarket tak jauh dari rumah.
Matanya berbinar saat memilih cemilan favorit yang selalu ia simpan di kamar seolah itu menjadi pelarian di tengah segala kekalutan yang mengganjal di dada.
Tak lupa, ia meraih minuman kesukaannya dan kesukaan keluarganya, harapan kecil untuk menghadirkan kebahagiaan sederhana di tengah kesibukan mereka.
Langkahnya menggeliat di antara lorong penuh rak, tangan lincahnya menjemput satu demi satu barang yang diidamkan, tanpa sadar pikirannya melayang jauh hingga tubuhnya menabrak sosok asing yang berdiri di hadapannya.
Sebuah pertemuan tak terduga yang seketika menciptakan kegemuruh dalam dada, menuntut perhatian yang lebih daripada sekadar maaf singkat.
BRUKK...
"Aduh..." Ringisnya dengan tangannya mengusap bagian yang terbentur.
" Kalau jalan pakai mata dong." Sungutnya tanpa melihat orang tersebut.
Orang itu memandang cassia tak berdaya, tangannya tanpa sadar menyentil kening cassia.
Suara itu mengiris hening, bas dan dingin seperti angin malam yang menusuk tulang. “Seharusnya kamu yang jalan lihat-lihat, jangan cuma fokus ke barang-barang itu.”
Cassia tercekat, jantungnya seakan berhenti sejenak. Ada sesuatu yang akrab dalam nada itu aku tak salah dengar, kan? Matanya membelalak, tubuhnya langsung menegak.
“Dax?” gumamnya, suaranya nyaris tertahan tapi tetap menusuk telinga pria di hadapannya.
Dalam detik itu, dunia Cassia berputar liar, menjeratnya dalam benang tak terduga antara kenangan dan kenyataan yang mengejutkan.
"Kenapa kamu bisa ada di sini?" Suara Cassia nyaris tercekat, bingung sendiri dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia tak kuasa menyembunyikan rasa kaget yang membuncah dalam dada.
Dax menahan tawa, menggigit lembut bagian dalam pipinya agar tidak tersenyum lebar. 'Astaga, bagaimana gadis kecil sepertimu bisa semenggemaskan ini?' pikirnya.
" Ehem... Terus kamu sendiri kenapa bisa ada di sini?" Tanyanya menaik turunkan sebelah alisnya menggoda cassia dengan pertanyaan konyolnya.
Dengan mata sesekali berkedip gugup, Cassia mencoba mengumpulkan keberanian. "Y-ya, pastinya... kalau ke supermarket kan memang buat belanja kebutuhan..." jawabnya, suara bergetar seperti tali yang hampir putus.
Senyum licik Dax semakin melebar, seakan menantang ketegaran hati Cassia yang berusaha menutupi kegugupannya.
Mereka berdua terjebak dalam permainan tawa dan rasa yang sulit diungkapkan, seakan waktu berhenti di antara tatapan dan bisikan kecil yang tak terucap.
...****************...
Sepanjang jalan, Cassia mengendarai motornya dengan pikiran yang berkelana liar, susah fokus. Bayangan pertemuan tak terduga dengan Dax terus menghantui, bersama pertanyaan-pertanyaan konyol yang keluar begitu saja dari mulutnya sendiri seolah dia bodoh sekali.
"Astaga, apa yang sudah aku lakukan? Kenapa bisa-bisanya menanyakan hal seaneh itu?" lirihnya penuh frustrasi, napasnya memburu seakan mau menyesali setiap kata yang terucap.
Dalam diam, ia membayangkan Dax tertawa dalam hati, menertawakannya tanpa suara, meninggalkannya dalam rasa malu yang membara. Hingga tanpa sadar, motornya melambat dan berhenti di depan rumahnya.
Cassia tahu, hari ini bukan hanya tentang rasa malu yang menghantui, tapi tentang konfrontasi yang tak terhindarkan.
Cassia tiba di rumah, saat dia turun dari motor. Pikirannya masih tertuju pada pertemuannya dengan Dax tadi, rasanya pertemuan itu bukan sekedar pertemuan tatapan muka. Namun, ada hal lain yang membuat semuanya terasa tak asing bagi Cassia.
"Kenapa berdiri di sana, sayang?" seseorang terdengar menyapa dan itu membuat Lamunan Cassia buyar.
Cassia menoleh, dia tersenyum lembut saat menemukan sang Mami berdiri di sana dengan selang di tangannya.
Margaretha baru saja menyiram tanaman di samping rumah, dan saat ia akan menyiram tanaman di depan rumah. Dirinya malah melihat sang putri melamun dengan tangan yang masih memegang helm-nya.
"Mi, apa yang Mami lakukan sore hari begini?" tanya Cassia, dia mendekat dengan membawa belanjaannya tadi.
"Menyiram tanaman, udara hari ini benar-benar panas dan itu membuat beberapa tanaman bunga Mami yang indah agak layu," jelas Margaretha dengan sedikit keluhan.
Cassia hanya tersenyum manis, dia tahu benar hobi Maminya itu yang suka sekali pada tanaman hias. Seperti Bunga-bunga langka yang cantik dan indah.
"Mi, ayo masuk!" ajak Cassia.
"Sebentar, Mami matikan kerannya dulu, kamu bisa masuk lebih dulu!" kata Margaretha, senyumnya tulus dan benar-benar hangat.
Cassia mengangguk, dia berjalan pelan menuju rumah untuk masuk lebih dulu meninggalkan sang Mami yang sedang agak sibuk.
Saat Cassia masuk, Vladimir tiba di rumah dengan motor sport yang meraung membuat atensi Margaretha teralihkan.
"Vla, kamu sudah pulang?" tanya Margaretha, dia mematikan keran.
"Iya, Mami sedang apa? Apa Cassia sudah pulang?" Vladimir mengecup pipi Margaretha.
"Sudah, dia baru saja tiba dan belum lama ini masuk kedalam rumah," jawab Margaretha.
Vladimir mengangguk dia dan Sang Mami akhirnya memutuskan untuk masuk kedalam rumah karena hari mulai senja dan waktu makan malam akan segera tiba.
...****************...
Malam harinya.
Kediaman mewah Gray, kehangatan terjadi saat mereka sedang makan malam, sekarang jam menunjukkan pukul tujuh malam waktu Amerika.
"Dek," panggil Vladimir, dia meletakkan sendok dan garpunya begitu ia selesai makan.
"Iya, ada apa, Kak?" tanya Cassia, dia menatap sang Kakak yang sekarang sedang menatapnya aneh.
"Kakak mau bicara sama kamu, di taman!" setelah mengatakan itu, Vladimir pamit sebab dia selesai makan malam.
Kepergian Vladimir di tatap aneh oleh Cassia, gadis cantik keturunan Gray itu merasa aneh saat sang Kakak seperti menyimpan sesuatu yang sulit untk di katakan, dan Cassia merasa itu adalah hal penting yang mungkin saja menyangkut kehidupannya.
"Apa kalian kembali bertengkar?" Thomas bertanya sebab melihat wajah tak enak sang putra. Dan tatapan aneh sang Putri.
Cassia menoleh dan dia menggeleng pelan sebagai jawaban pada Papinya itu agar kedua orang tuanya tak merasa khawatir.