Sinopsis:
Tertidur itu enak dan nyaman hingga dapat menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagi banyak orang, namun jika tertidur berhari-hari dan hanya sekali dalam sebulan terbangun apakah ini yang disebut menyenangkan atau mungkin penderitaan..
Sungguh diluar nalar dan hampir mustahil ada, tapi memang dialami sendiri oleh Tiara semenjak kecelakaan yang menewaskan Ibu dan Saudaranya itu terjadi. Tidak tanggung-tanggung sang ayah membawanya berobat ke segala penjuru Negeri demi kesembuhannya, namun tidak kunjung membuahkan hasil yang bagus. Lantas bagaimanakah ia dalam menjalani kehidupan sehari-harinya yang kini bahkan sudah menginjak usia 16 tahun.
Hingga pertemuannya dengan kedua teman misterius yang perlahan tanpa sadar membuatnya perlahan pulih. Selain itu, tidak disangka-sangkanya justru kedua teman misterius itu juga menyimpan teka-teki perihal kecelakaan yang menewaskan ibu dan saudaranya 3 tahun yang lalu.
Kira-kira rahasia apa yang tersimpan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca4851c, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15
"Kini apakah Kau masih takut denganku?", tanya Dia lagi namun Aku masih terbungkam tidak bisa berkata-kata lagi.
"Aku tidak sejahat yang ada di pikiranmu itu woy, mari kemarikan tanganmu", imbuhnya lagi.
"Tapi Nyonya bertudung, Saya saat ini tidak membawa sepeser pun uang", ujarku terus terang.
"Oh, tidak masalah Gadis cantik. Karena Kau merupakan pelanggan pertamaku maka Gratis untukmu", jelasnya.
Aku pun dengan ragu-ragu mengulurkan tangan kananku padanya, sementara itu dengan cepat Dia meraih tangan kananku dan di taruhnya ke atas bola kristal yang bewarna putih itu.
Beberapa detik kemudian nampak bola kristal yang tadinya bewarna putih tulang itu perlahan berubah warna secara bergantian seperti pelangi.
'Hahh, bagaimana mungkin..'
Segera Ku tepis kekagumanku, mungkin itu hanyalah bagian dari trik yang ada sekedar untuk memukau Pelanggan saja.
"Woww..Gadis cantik. Kau sungguh beruntung memilikinya, ini sangat langka", serunya yang masih memegang tangan kananku itu dengan mata terpejam.
"Meski nasib buruk ada padamu dan bahaya sering mengintaimu, namun..takdir akan selalu berpihak pada Pemiliknya", racaunya lagi.
Sesaat kemudian Dia segera melepas pegangannya pada tangan kananku, dan perlahan membuka mata dengan badan yang sedikit terhuyung. Tampak Ia memegangi kepalanya sekilas.
"Apakah Anda baik-baik saja?", tanyaku khawatir.
Belum sempat Wanita bertudung itu menjawab pertanyaanku, Ku rasakan sebuah tepukan di pundak kananku.
Secara spontan Aku berbalik badan ke arah belakang dan Ku dapati Sosok yang sedari tadi Ku cari-cari keberadaannya itu.
" ANDI ", teriakku terkejut.
Sedangkan Dia hanya terkekeh pelan dengan ekspresi 'WATADOS'-nya karena telah menelantarkan diriku begitu lama hingga membuatku tersesat ke sini.
"Nona dari mana saja?, sudah hampir lima menit Saya mencari Anda", ujarnya dengan lembut.
"Baru hampir lima menit Saya menghilang, sedangkan Kamu sudah lebih dari enam menit menelantarkanku hingga tersesat ke sini", sindirku sinis.
"Saya mohon maafkan diri ini Nona", pintanya dengan ekspresi memelas.
"Baiklah, tidak masalah..lagian juga udah terlanjur", jawabku sembari berusaha menyunggingkan senyuman.
"Terima kasih Nona, Saya akan berusaha untuk tidak mengulanginya kembali", sahutnya.
"Oh ya, ini untuk Nona", serunya sembari memberikan sesuatu dari balik badannya.
Sesuatu yang Ku yakini adalah makanan terbungkus di dalam kantong plastik merah muda itu, karena sedari tadi sejak kedatangannya di dekatku sekilas tercium aroma makanan yang begitu sedap. Lantas dengan senang hati Aku menerimanya.
"Terima kasih Andi", ucapku dengan senyum semakin mengembang, pasalnya salah satu hobby ku adalah makan.
Tiba-tiba sesuatu terlintas dalam benakku, oh ya Wanita bertudung tadi bagaimana keadaannya. Oh, tidak betapa tidak sopannya diriku mengacuhkannya sedari tadi.
Aku segera berbalik badan dan berniat akan memberikan arlojiku ini, yang merupakan pemberian dari Papa tahun lalu yang entah nominalnya berapa, sebagai bentuk terima kasihku padanya.
"Te-...", ucapku yang terpenggal tatkala melihatnya sudah tidak ada lagi di sini.
Aku pun termangu dalam pikiran. Pasalnya tidak Ku temukan sedikit pun jejaknya saat ini.Yang ada di sini hanyalah sebuah meja panjang yang begitu rapuk tanpa ada barang-barang antik di atasnya, maupun bola kristal yang digunakan Wanita bertudung tadi untuk meramalku.
Sedangkan papan kayu dengan tulisan 'Ramalan atau kutukan padamu' itu masih tetap tergantung di atas atap Kedai tak terawat ini.
Tapi bagaimana mungkin, tadi terasa begitu nyata bahkan dapat Ku rasakan pula kehangatan tangan Wanita bertudung itu saat menyentuh tanganku.
Tidak mungkin jika Wanita tadi adalah hantu, tapi jika Dia adalah manusia biasa sepertiku bagaimana bisa menghilang dalam sekejab saja.
"Hey, Nona Ara..ada apa?. Mengapa Anda terlihat begitu bingung", tanya Andi yang mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahku.
"Itu..tadi, di sini", ujarku tergagap.
"Ya, kenapa dengan meja di Kedai kosong ini?", tanya Andi.
"Tadi ada Seorang Wanita paruh baya dengsn tudung dan jubah hitam di sini. Apakah Kau melihat ke mana perginya?", tanyaku balik padanya.
Nampak raut kebingungan di wajah Andi dengan alisnya yang sedikit berkerut dan sorotan mata yang seperti memikirkan sesuatu.
"Umm, tidak mungkin...", gumamnya lirih sembari geleng-geleng.
"Apa yang tidak mungkin?", sahutku dengan rasa penasaran yang semakin menggebu-gebu. Dia segera tersadar dari gumamannya barusan dengan begitu gelagapan.
"Maksudnya tidak mungkin ada Seorang Perempuan selain Anda di sini sejak kedatangan Saya ke mari", jelas Andi dengan begitu tenang.
"Tapi, tadi beneran ada Seorang Wanita bertudung hitam di sini..bahkan Dia juga sempat menyentuh tangan dan meramalku", sahutku tak terima.
"Saya beneran tidak berbohong Nona, hummm...mungkin tadi hanyalah Wanita gila yang sekedar lewat sini saja", jelas Andi mencoba meyakinkanku.
"Bisa jadi", seruku yang perlahan-lahan mulai setuju dengan pendapatnya.
"Yaudah, mari pergi bersama..karena sepertinya sebentar lagi teaternya akan segera dimulai", ajak Andi padaku yang langsung ku setejui.
Kami berdua pun berjalan beriringan meninggalkan tempat terbengkalai itu menuju ke tempat teater. Dengan melewati beberapa kedai, akhirnya sampai juga.
Sorotku menyusuri sebuah bangunan yang telah berdiri dengan ukuran sedang di depan sana. Bangunan dengan miniatur khas Kebaratan itu tampak estetic dengan beberapa patung berbentuk Manusia yang berpakaian kuno.
Spontan saja Aku terkejut tatkala ku dapati tanganku di genggam Andi dan di tarik memasuki bangunan yang ada di depan sana.
Ketika memasuki pintu ini yang terdapat sebuah palang dan papan besi yang sepertinya untuk scanner. Andi tampak merogoh ke arah sakunya dan mengeluarkan card bewarna silver, kemudian mendekatkannya pada papan besi itu.
TIIT
Setelah muncul sinar kemerahan yang menyorot card milik Andi, tiba-tiba saja palang pintu itu membuka begitu saja.
Andi kembali menarik tanganku lagi memasuki bagian dalam gedung ini yang dirasa lebih mirip dengan gedung bioskop, hanya saja terdapat sebuah panggung di depan deretan kursi-kursi ini yang begitu luas dan menonjol.
Aku ditarik Andi untuk duduk di salah satu kursi yang berada di deretan terdepan.Ku lihat dari sejak tadi penonton yang ada di sini tidak seberapa banyak jika dibandingkan dengan ramainya pengunjung di kedai chwee kueh tadi.
"Nona Ara, makanlah chwee kueh itu biar tidak kelaparan sampai Kita pulang nanti", usul Andi padaku.
"Tapi, apakah boleh di makan di dalam sini?", tanyaku ragu.
"Tenang Nona, Penonton di sini tidak dilarang untuk makan bawaan mereka kok", jelas Andi yang membuatku mangut-mangut.
Langsung saja tanpa basa-basi lagi Ku buka kantong plastik tadi yang berisi makanan. Tampak sebuah kotak di dalamnya yang kemudian Ku buka lagi.
Di dalamnya terdapat empat lembar roti pipih yang berbentuk bulat dengan ukuran mini dan juga segelas kecil saus yang bercampur lobak chye poh.
Aroma sedap yang menguar membuat perutku langsung keroncongan. Segera Ku buka saus sambalnya dan ku campurkan ke atas roti pipihnya. Sebelum Ku makan, sempat Ku lirik Andi yang berada di sebelahku juga sepertinya lapar, jika dilihat dari sorot matanya yang sekilas melirik chwee kueh ini dengan mata berbinar.
"Mari Kita makan bersama", ajakku pada Andi yang ditanggapinya dengan ekspresi terkejut.
"Ah, tidak...Nona saja yang makan. Terima kasih", ujar Andi dengan kedua pipi yang bersemu merah.
"Mengapa tidak, Pastinya selain Saya juga Kamu pasti lapar karena sedari tadi belum makan malam",tukasku.
"Emm, bukan maksud Saya menolak..Tapi ini tidak sopan jika Saya lakukan", jawabnya.
"Kenapa tidak sopan?, Kamu kan sudah Ku anggap sebagai temanku sendiri Andi..jadi tidak masalah makan bersama", jelasku. Sontak Dia pun memandangku dengan ekspresi yang tidak bisa ku tebak.
"Teman?, apakah Nona menjadikanku temanmu", tanya Dia memastikan lagi.
"Ya, Kita adalah teman Andi. Jadi, mulai saat ini langsung panggil saja diriku Ara jangan Nona", seruku sembari menyunggingkan senyuman terbaikku.
"Baiklah Ara..", serunya lirih yang sontak membuatku terkekeh pelan.
"Yuk, makan", ajakku yang langsung menyomot roti pipih itu dan memasukkannya ke dalam mulutku.
'Wowww, betapa lezatnya yang berpadu antara citra rasa gurih, manis dan pedas yang menjadi satu'
"Lezaattt", pekikku tanpa sadar. Sedangkan Andi yang melihatku hanya terkekeh sebentar sebelum menyomot roti pipih itu.
"Enak bukan?, ini merupakan makanan favoritku setiap diadakan pekan teater di sini", serunya yang Ku angguki begitu saja.
"Permisi para Nona dan Tuan sekalian", seru sebuah suara di depan.