Ketika cinta berubah menjadi luka, dan keluarga sendiri menjadi pengkhianat. Dela kehilangan segalanya di hari yang seharusnya menjadi miliknya cinta, kepercayaan, bahkan harga diri.
Namun dalam keputusasaan, Tuhan mempertemukannya dengan sosok misterius yang kelak menjadi penyelamat sekaligus takdir barunya. Tapi apakah Dela siap membuka hati lagi, ketika dunia justru menuduhnya melakukan dosa yang tak pernah ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Gadis Kampung?
"Aduh kamu pelan-pelan saja dong makannya Sayang."
Refan langsung memutar bola matanya malas, mendengar sang Mama berpura-pura baik kepada Arsen.
"Baru dengar nama Ratu saja kamu tersedak kenapa? Dia cantik banget kan kamu pasti suka kami jodohkan dengan dia. Ratu itu sudah cantik, berasal dari keluarga terhormat, dia juga baik, lembut, dan punya karier yang bagus," cerocos Amel dengan antusias.
"Iya Papa juga setuju kalau kamu sama dia. Kalian berdua terlihat sangat serasi," imbuh Fahmi menyetujui.
Arsen langsung meraih gelas berisi air minum dan meneguknya hingga tandas. Mana mungkin Arsen menerima perjodohan itu, sementara ia sendiri sudah menikah.
"Kenapa tidak Refan saja yang kalian jodohkan?" Tanya Arsen tanpa menunjukkan ekspresi apa pun.
"Kok malah Refan dia kan adik kamu tidak mungkin dia menikah duluan. Harusnya kamu duluan yang menikah," ujar Amel.
"Umur kamu itu sudah dewasa sudah waktunya untuk berumah tangga. Apa kamu tidak ingin membina rumah tangga? Nanti malah keburu jadi perjaka tua," seru Fahmi sedikit mendesak.
"Masalahnya Arsen sudah menikah Pa," beritahu Arsen, yang sontak membuat ketiga orang di meja makan itu terkejut.
Bahkan Amel yang mendengarnya langsung tersedak air minumnya sendiri yang kebetulan sedang ia teguk. Tadi Arsen yang tersedak kini giliran Amel.
Uhuk... uhuk..... uhuk...
"Apa kamu sudah menikah? Kapan? Sama siapa?" Tanya Amel dengan nada tak percaya.
"Jangan bercanda kamu. Kalau kamu benar-benar menikah kenapa Papa sampai tidak tau?" Tanya Fahmi juga merasa tidak yakin.
"Aduh gawat kalau sampai Arsen benar-benar sudah menikah," gumam Amel yang merasa gelisah sendiri.
Rencana Amel menjodohkan Arsen dengan anak temannya bertujuan agar ia bisa mendapat bagian warisan. Amel takut jika semua harta kekayaan suaminya akan jatuh ke tangan Arsen, mengingat Refan hanyalah anak tiri.
"Kenapa kamu gak mengenalkan calon istri kamu dulu ke Mama dan Papa? Seharusnya kamu kenalkan dulu ke kita jangan asal main nikah saja. Siapa tau dia orang yang gak benar," ujar Refan dengan nada meremehkan.
Mendengar Refan mengatai istrinya wanita tidak benar Arsen langsung mengepalkan tangannya. Sejak dulu adik tirinya itu selalu mencari gara-gara dengannya.
"Iya sederajat gak sama kita. Siapa tau saja dia hanya mau mengincar harta kamu saja," imbuh Amel menyindir.
"Nikah tidak harus memilih wanita yang kaya atau sederajat dengan kita. Kamu juga bukan siapa-siapa jika bukan karena dinikahi oleh Papaku," perkataan Arsen begitu menusuk hati Amel membuatnya sangat kesal.
"Sudah stop," Fahmi langsung melerai ketika istrinya hendak membalas perkataan Arsen.
"Kamu benar-benar sudah menikah Arsen?" Tanya sang Papa yang masih sulit percaya.
"Iya aku serius. Aku sudah menikah dengan seorang wanita baik-baik kalian tenang saja. Dia bukan orang yang matre, yang menghalalkan segala cara hanya demi sebuah harta. Bahkan dia taunya aku ini pekerja kuli bangunan," jawab Arsen, melontarkan sindiran tajam kepada Ibu dan adik tirinya.
"Sialan kurang ajar banget dia. Beraninya menyindirku memang siapa sih istrinya? Palingan juga cuma wanita kampung," gumam Amel, meremehkan.
"Lalu kenapa kamu menikah dengannya tidak memberitahu Papa? Kalau Nenek kamu apa sudah tau soal pernikahanmu itu?" Tanya Fahmi.
"Belum ada yang tau aku bisa menikah dengannya karena hal yang tidak disengaja. Aku pikir dia memang jodoh aku yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Orangnya sangat baik dia sangat sederhana, dan aku tidak sengaja mengenalnya sewaktu menangani proyek di daerah perkampungan," jawab Arsen.
Mendengar pengakuan dari Arsen, mata Amel langsung membola.
"Apa jadi kamu menikahi gadis kampung? Ya ampun apa kata orang nanti. Anak seorang pengusaha Fahmi Aditama menikahi gadis kampung," ujar Amel menyatakan ketidaksetujuannya.
"Terus apa kata orang begitu tau seorang pengusaha sekelas Fahmi Aditama menikahi wanita sepertimu? Kamu itu kan cuma wanita biasa memangnya apa yang bisa dibanggakan dari kamu. Aku saja tidak mempermasalahkan papaku yang menikahimu, lalu kenapa kamu sebegitu sibuknya mengurusi pernikahanku? Mau aku menikah sama perempuan manapun itu bukan urusan kamu. Ibu kandungku saja tidak pernah mengajarkanku untuk membeda-bedakan status sosial seseorang."
Amel dan Refan langsung mengepalkan tangannya kuat, merasa direndahkan oleh perkataan Arsen.
"Pa lihatlah anak kamu. Aku ini juga Ibunya padahal aku gak ada maksud untuk begitu dengannya, aku hanya ingin yang terbaik untuk dia Pa." Seperti biasa Amel langsung pura-pura sedih dan tersakiti oleh perkataan Arsen di hadapan suaminya. Amel berharap suaminya akan membelanya.
"Walaupun Mama ini bukan Ibu kandungmu, tapi Mama sangat sayang denganmu Kak. Dia menganggap kamu seperti anaknya sendiri," seru Refan, yang juga berpura-pura sedih melihat sang Mama dicaci maki oleh Arsen.
"Benarkah begitu? Jika memang dia menganggapku seperti anak kandungnya sendiri, seharusnya dia mendukung apa pun yang aku lakukan. Seperti mendiang ibuku," lagi-lagi Amel dan Refan dibuat kalah telak oleh Arsen.
"Sudah-sudah jangan merusak suasana ini dengan perdebatan. Jika kamu memang sudah menikah bawalah istrimu itu kemari kenalkan dia sama Papa dan Mama," pinta Fahmi.
"Baiklah nanti kapan-kapan Arsen kenalkan sama kalian," jawab Arsen.
Setelah selesai makan, Arsen langsung pergi ke kamarnya untuk beristirahat. Ia merasa malas berlama-lama dengan ibu dan saudara tirinya yang bermuka dua itu.
"Aku sudah selesai mau ke kamar dulu," ujar Arsen, karena hari sudah malam, akhirnya Arsen terpaksa menginap di rumah papanya.
"Pa, Papa merestui pernikahan mereka? Hati-hati loh sama orang kampung bisa aja istrinya Arsen itu wanita yang tidak benar. Dia aja nikahnya karena gak sengaja bukan karena cinta," ujar Amel, memprovokasi suaminya.
"Iya benar kata Mama dia sama kita jelas beda. Sebelumnya Papa kan sudah kenal sama Mama dan saling jatuh cinta. Beda sama Kak Arsen yang menikah karena tidak sengaja," imbuh Refan.
Sementara Fahmi hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ya tapi mau bagaimana. Arsen sudah terlanjur menikah sama dia," ujar Fahmi.
"Kita kan belum pernah bertemu dengan orangnya. Setidaknya kita mengenalnya dulu baru bisa menilainya," lanjutnya.
"Mama tebak pasti orangnya bau, sangat jelek, dan kampungan," meskipun belum melihat istrinya Arsen, Amel sudah memberikan penilaian buruk.
Ya, Arsen memang sedang ada proyek di daerah perkampungan yang tidak jauh dari kampung Dela. Masih satu kota dengannya, hanya saja rumah Dela berada di daerah perkampungan gang sempit, sedangkan rumah Arsen berada di pusat kota.
"Aku juga nebaknya begitu Ma. Kok mau-mau aja ya Kak Arsen menikahi gadis kampung? Gak nyangka aku sama seleranya dia," ujar Refan, sedangkan Fahmi merasa penasaran akan sosok istri Arsen.
Saat ini Arsen memegang perusahaan warisan dari keluarga ibunya, dan Arsen tidak pernah mengharapkan perusahaan milik papanya, mengingat ibu dan saudara tirinya yang haus akan harta. Perusahaan keluarga ibunya yang dikelola oleh Arsen jauh lebih besar dibandingkan dengan perusahaan milik papanya. Karena itulah tidak heran jika Arsen bisa memiliki mobil mewah. Apalagi ibunya adalah anak satu-satunya, sehingga semua harta warisannya jatuh ke tangannya.
Pagi harinya, Arsen terlihat terburu-buru pulang. Sudah tidak sabar rasanya Arsen ingin bertemu dengan sang istri, tidak bertemu sehari semalam rasanya sudah sangat rindu.
"Arsen kamu mau ke mana? Gak sarapan dulu?" Tanya Fahmi yang saat itu sudah duduk di meja makan bersama istri dan anak tirinya.
"Maaf Pa Arsen gak ikut sarapan, Arsen mau langsung balik aja. Arsen harus mengecek ke lokasi proyek," alasan Arsen, yang sudah tidak betah di rumah papanya.
"Ya sudah kamu hati-hati," ujar Fahmi. Arsen pun langsung pergi tanpa menyalami Fahmi dan Amel.
"Kenapa Arsen gak sopan begitu sih Pa. Di sini ada orang tua, loh. Malah main pergi-pergi aja. Seharusnya pamit dengan menyalami orang tua," seru Amel setelah Arsen pergi.
"Mungkin Arsen lupa karena sedang buru-buru Ma. Jarak dari rumah ke lokasi proyeknya kan memang agak jauh," ujar Fahmi yang berusaha berpikir positif.
"Lupa apaan semalam dia juga gak salaman sama Mama cuma Papa saja yang dia salami. Mama ini juga Ibunya loh," cerocos Amel kesal.
"Iya lain kali Papa tegur," ujar Fahmi yang tidak suka ada keributan di meja makan.