NovelToon NovelToon
MUTIARA SETELAH LUKA

MUTIARA SETELAH LUKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah Karena Anak / Keluarga / CEO / Penyesalan Suami / Ibu Pengganti
Popularitas:522
Nilai: 5
Nama Author: zanita nuraini

“Mutiara Setelah Luka”

Kenzo hidup dalam penyesalan paling gelap setelah kehilangan Amara—istrinya yang selama ini ia abaikan. Amara menghembuskan napas terakhir usai melahirkan putra mereka, Zavian, menyisakan luka yang menghantam kehidupan Kenzo tanpa ampun. Dalam ketidakstabilan emosi, Kenzo mengalami kecelakaan yang membuatnya lumpuh dan kehilangan harapan untuk hidup.

Hidupnya berubah ketika Mutiara datang sebagai pengasuh Zavian anak nya. Gadis sederhana itu hadir membawa ketulusan dan cahaya yang perlahan meruntuhkan tembok dingin Kenzo. Dengan kesabaran, perhatian, dan kata-kata hangatnya, Mutiara menjadi satu-satunya alasan Kenzo mencoba bangkit dari lembah penyesalan.

Namun, mampukah hati yang dipenuhi luka dan rasa bersalah sedalam itu kembali percaya pada kehidupan?
Dan sanggupkah Mutiara menjadi cahaya baru yang menyembuhkan Kenzo—atau justru ikut tenggelam dalam luka masa lalunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zanita nuraini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 13 RASA YANG KENZO SENDIRI TIDAK MENGERTI

Sudah hampir lima menit Kenzo hanya menatap gadis itu. Mutiara terlihat gugup, tapi tetap berusaha menjaga sopan santunnya. Ia berdiri kaku sambil memeluk selimut kecil milik Zavian.

“Aku tanya,” ulang Kenzo, suaranya datar, “kamu yang mengasuh anakku? Siapa namamu? Usia berapa?”

Mutiara menelan ludah. “Saya Mutiara, Tuan. Tapi orang-orang biasa memanggil saya Tiara. Umur saya dua puluh tiga tahun.”

Kenzo mengangguk kecil, tanpa ekspresi. “Sudah.”

Ia kemudian memalingkan wajah, menatap Zavian yang sedang tidur pulas di kasur bayi, lalu tanpa menambahkan apa pun, Kenzo memutar kursi rodanya dan pergi begitu saja.

Mutiara hanya bisa menghela napas pelan. Ia baru satu hari tinggal di rumah ini, tapi suasananya terasa berat. Semua terasa sunyi, dingin, dan kosong.

Tidak ada suara tawa, tidak ada kehangatan. Hanya suara jam dinding dan sesekali langkah para pembantu.

Sudah satu bulan Mutiara menjadi pengasuh Zavian.

Perkembangan bayi itu mulai terlihat. Tubuhnya yang dulu sangat kecil kini mulai berisi. Pipinya mulai montok. Matanya juga sudah lebih fokus menatap orang yang mengajaknya bicara.

Dan ketika Mutiara mengajaknya bermain, Zavian sering mengoceh dengan suara yang membuat siapa pun ingin tersenyum.

Meski begitu, suasana rumah tetap sama. Kenzo hampir setiap hari hanya duduk di kursi rodanya di ruang keluarga atau di kamar, termenung.

Seperti tubuhnya saja yang ada, sementara pikirannya hilang entah ke mana. Setiap orang bisa melihat kalau hatinya belum pulih sama sekali.

Suatu pagi, Rio datang membawa map yang berisi berkas perusahaan. “Pak, perlu tanda tangan,” katanya.

Kenzo tidak menjawab. Ia hanya menggerakkan sedikit tangan kanannya untuk memberi isyarat agar Rio mendekat. Sementara itu, Rio memperhatikan sesuatu dari kejauhan.

Mutiara sedang duduk di taman samping rumah, mendorong stroller kecil. Di dalam stroller itu, Zavian sedang mengoceh sambil memegang jari Mutiara. Gadis itu tertawa kecil, begitu alami dan penuh ketulusan.

“Ayo, Zavian, bilang dulu sama Tante Mutiara… ‘aaa…’,” goda Mutiara.

Zavian menjawab dengan ocehan khas bayi, “Aaa… ahh… eee…”

Rio tidak bisa menahan senyum. “Lucu kali kamu, Boy,” gumamnya.

Karena penasaran, Rio berjalan mendekat.

“Hai,” sapa Rio sambil melambaikan tangan. “Kamu pengasuhnya Baby Zavian, kan?”

Mutiara mengangguk sopan. “Iya, Kak. Saya Mutiara, tapi biasanya dipanggil Tiara.”

“Oh, Tiara,” Rio tersenyum. “Nama yang bagus. Aku Rio. Asisten pribadi Tuan Kenzo.”

Mutiara ikut tersenyum tipis. “Iya, aku tahu, Kak Rio. Aku sering dengar dari Ibu Saras.”

Rio jongkok agar sejajar dengan stroller. “Hey boy… uncle datang,” godanya sambil menggelitik sedikit ujung kaki Zavian.

Zavian langsung mengoceh keras, seperti merespons dengan semangat. Mutiara ikut tertawa kecil melihat tingkah bayi itu.

Namun dari jauh, Kenzo memperhatikan keakraban mereka dengan tatapan berbeda. Ada rasa yang ia sendiri tidak mengerti. Sesuatu yang tiba-tiba muncul begitu saja. Perasaan tidak nyaman? Marah? Atau cemburu? Ia sendiri bingung.

Rio menyadari tatapan itu ketika menoleh. “Oh,” gumamnya. “Pak Kenzo kayaknya manggil aku.”

“Aku ke sana dulu ya,” kata Rio sambil berdiri. “Tiara, sampai ketemu lagi.”

Mutiara tersenyum sopan. “Iya, Kak. Hati-hati.”

Rio berjalan mendekati Kenzo. “Pak, ada yang bisa saya bant—”

“Ngapain kamu dekat-dekat sama pengasuh anakku?” kata Kenzo tiba-tiba. Suaranya datar, tapi jelas mengandung ketidaksukaan.

Rio mengerutkan dahi. “Hah? Saya cuma… ya ngobrol biasa, Pak. Nggak ada apa-apa.”

“Jangan aneh-aneh,” ucap Kenzo cepat. “Kamu juga kerja untuk saya. Jaga sikap.”

Rio bingung. “Aneh… aneh dari mana ya…” gumamnya pelan. Ia merasa tidak melakukan apa pun yang salah.

Kenzo memalingkan wajah, pura-pura kembali fokus pada berkas di tangannya, padahal pikirannya tidak tenang. Hatinya terasa panas sendiri. Entah kenapa.

---

Sejak kejadian itu, Kenzo beberapa kali memperhatikan Mutiara tanpa sengaja.

Setiap kali Mutiara lewat membawa Zavian, Kenzo selalu menoleh walau hanya sepersekian detik.

Mutiara juga menyadari sesuatu.

Kenzo tidak pernah bicara banyak, tapi tatapan matanya kini berbeda. Tidak sedingin dulu. Kadang justru seperti bingung sendiri.

Sementara itu, Bu Saras memperhatikan perubahan kecil itu dari jauh. Ia tidak bicara apa pun, hanya tersenyum tipis. Dalam hati ia berkata, mungkin ini awal yang baik.

Tapi bagi Kenzo sendiri, ia benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

Suatu sore, saat Mutiara melewati ruang keluarga sambil menggendong Zavian, bayi itu tertawa kecil. Suara itu memecah keheningan rumah.

Kenzo, yang sedang termenung, tanpa sadar mengikuti suara itu. Matanya terpaku pada keduanya.

Zavian terlihat begitu bahagia di pelukan Mutiara. Gadis itu juga tersenyum tulus, seakan tidak ada beban hidup sama sekali.

Kenzo tiba-tiba merasa dadanya terasa aneh. Sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.

Entah itu hangat…

atau justru menakutkan.

“Apa sebenarnya yang aku rasakan…?” gumamnya pelan, begitu pelan hingga tidak ada yang mendengar.

Di saat itulah, Mutiara menoleh.

Tatapan mereka bertemu.

Beberapa detik.

Dan untuk pertama kalinya sejak kepergian Amara…

Kenzo tidak memalingkan wajahnya.

Mutiara langsung menurunkan tatapan, gugup.

“Maaf, Tuan,” katanya cepat. “Saya mau membawa Zavian ke atas.”

Tanpa menunggu jawaban, Mutiara pergi, meninggalkan Kenzo yang masih terpaku.

Ia menyandarkan kepala pada sandaran kursi rodanya, lalu mengusap wajahnya kasar.

“Apa-apaan ini…”

Kenzo menggeram pelan.

Ia sendiri tidak tahu kenapa hatinya bereaksi seperti itu.

Kenapa ia merasa tidak suka melihat Rio terlalu dekat dengan Mutiara.

Kenapa ia terus memperhatikan cara Mutiara tersenyum.

Kenapa suara tawa kecil Zavian di pelukan gadis itu membuat dadanya terasa hangat…

Atau…

Jangan-jangan…

Kenzo langsung menghentikan pikirannya sendiri.

“Tidak mungkin…” katanya lirih.

“Tidak mungkin…”

Namun bahkan setelah mencoba meyakinkan dirinya sendiri, rasa itu tidak pergi.

Justru semakin kuat.

Dan malam itu, untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan…

Kenzo tidak bisa tidur.

Ia terus memikirkan gadis bernama Mutiara—

dan ia benci bahwa ia memikirkannya sama sekali.

Kenzo bahkan tidak sadar bahwa dari kejauhan, seseorang melihatnya… memperhatikan perubahan kecil itu sejak awal.

— bersambung —

Haii readers selamat sore... Selamat membaca..

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!