Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Tasya melempar ponselnya saat Mehmet mengakhiri pembicaraan mereka.
"Aku membencimu, Mehmet. Aku tidak bisa membiarkan kamu bersama dengan Stela" gumam Tasya yang langsung melepas selang infusnya.
Ia tidak akan lagi berpura-pura seperti sebelumnya saat ada Mehmet.
"Aku harus mencari Uwais," gumam Tasya yang langsung memanggil taksi.
Tasya meminta supir taksi untuk mengantarkannya ke kantor Uwais.
Sesampainya di kantor, Tasya menuju ke ruang resepsionis.
"Panggilkan Tuan Uwais," ucap Tasya.
Resepsionis Langs menghubungi Uwais dan memberitahukannya kalau ada tamu.
Uwais segera turun dan melihat Tasya yang sedang duduk menunggunya
“Tasya? Kamu kenapa ke sini? Kamu harusnya di rumah sakit,” ucap Uwais dengan nada khawatir, menghampiri wanita itu.
Tasya berdiri perlahan, menatap Uwais dengan mata yang nyaris berair tapi berapi-api di saat bersamaan.
“Aku nggak bisa diam, Wais. Aku nggak bisa lihat Mehmet bahagia sama Stela. Aku butuh bantuan kamu.”
Uwais mengernyitkan keningnya saat mendengar perkataan dari Tasya.
“Bantuan apa maksud kamu?”
Tasya melangkah mendekat, jarak mereka kini hanya beberapa langkah.
“Kamu harus memisahkan mereka, Wais. Kamu harus bikin Mehmet dan Stela bercerai. Sepertinya Mehmet sudah mulai jatuh cinta dengan Stela." jawab Tasya.
Uwais yang mendengarnya langsung mencengkeram erat kedua tangannya.
"Ini tidak boleh terjadi. Mehmet tidak boleh jatuh cinta dengan Stela." gumam Uwais.
Tasya menatap Uwais dengan mata merah dan napas tersengal.
“Dia nggak bisa dihubungi dari kemarin, Wais. Teleponku nggak dijawab, pesanku nggak dibaca dan tadi dia mutusin aku."
Uwais mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras.
“Dia benar-benar keterlaluan.”
Tasya mengangguk cepat, matanya masih berlinang.
“Aku nggak bisa biarin dia hidup tenang begitu saja. Dia pikir aku akan menyerah? Tidak, Wais. Aku tahu kamu juga nggak suka lihat mereka berdua.”
Kemudian Uwais mengajak Tasya menuju ke rumah Mehmet.
Beberapa menit mereka sampai di rumah Mehmet.
Ting... tong...
Mbak Rini membuka pintu dan melihat Uwais dan Tasya yang ada di teras rumah.
"Tuan Uwais, Nona Tasya. Ada apa kalian kesini?" tanya Mbak Rini.
"Dimana Mehmet? Cepat suruh dia keluar!"
Mbak Rini yang mendengarnya langsung menggelengkan kepalanya.
"Maaf, Tuan Uwais. Tuan Mehmet sedang pergi ke luar negeri." jawab Mbak Rini.
Uwais tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Rini.
Ia mendorong tubuh Mbak Rini dan masuk kedalam rumah.
"MEHMET! STELA! CEPAT KELUAR!"
Uwais berdiri di ruang tamu dan menunggu Mehmet agar keluar.
"Tuan Mehmet tidak ada dirumah. Beliau pergi keluar negeri bersama Nyonya Stela." ucap Mbak Rini.
"Lalu, dimana dia sekarang? Cepat katakan."
Mbak Rini menundukkan kepalanya dan mengatakan kalau Mehmet dan Stela berada di Paris.
Uwais yang mendengarnya langsung menggenggam tangan Tasya.
"Kita berangkat ke bandara,"
Tasya menganggukkan kepalanya dan mereka berdua masuk kedalam mobil.
Sementara itu di dalam jet pribadi milik Mehmet yang akan menuju ke Bali.
Pramugari menghampiri dan membawa makan siang.
Mehmet melihat istrinya yang masih tertidur pulas.
"Sayang, ayo bangun. Kita makan dulu." ucap Mehmet.
Stela menggeliat pelan di kursinya, membuka mata sambil mengerjap menyesuaikan cahaya kabin.
Udara di dalam jet terasa hangat dan wangi vanilla lembut.
“Udah sampai?” tanyanya dengan suara serak.
“Belum, sayang. Masih dua jam lagi ke Bali. Tapi kamu harus makan dulu.”
Stela duduk perlahan, rambutnya sedikit berantakan.
Mehmet menatap wajah istrinya dengan tatapan lembut.
“Jangan menatap seperti itu,” gumam Stela sambil menundukkan kepalanya.
“Kenapa? Salah kalau aku kagum sama istriku sendiri?” balas Mehmet dengan nada menggoda.
Stela mendengus pelan, mengambil sendok dari nampan.
“Kamu ini ya, suka banget bikin orang salah tingkah.”
Mehmet terkekeh kecil, lalu mengambil piringnya sendiri.
“Kalau kamu salah tingkah, artinya kamu masih suka sama aku.”
Stela meliriknya sejenak cepat, tapi cukup untuk membuat Mehmet tersenyum puas.
Mereka makan dengan tenang selama beberapa menit, hanya suara sendok yang terdengar di antara gumaman mesin jet.
Tiba-tiba, layar kecil di sisi kabin menyala dan notifikasi dari sistem penerbangan.
“Penerbangan menuju Denpasar, perkiraan tiba dua jam lagi,” kata suara pramugari melalui speaker.
Mehmet menekan tombol kecil di sandarannya, lalu berbisik ke arah Stela,
“Begitu sampai, kita langsung ke vila. Aku udah pesan tempat yang dekat pantai. Ada kolam pribadi juga.”
Stela mengangguk pelan dan sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Mehmet.
“Aku nggak nyangka kamu nyiapin semuanya.”
“Untuk kamu, kenapa nggak?”
Jawaban itu sederhana, tapi tatapan mata Mehmet membuat dada Stela bergetar.
Ia menunduk, pura-pura sibuk dengan gelas jus di tangannya.
“Met, aku nggak tahu bisa percaya lagi sepenuhnya sama kamu. Tapi aku mau coba.”
Mehmet terdiam sesaat, lalu mengulurkan tangan, menggenggam jemari istrinya.
“Aku bakal bikin kamu nggak pernah nyesel karena mau mencoba lagi.”
Setelah makan siang, Mehmet merangkul pundak istrinya dan memintanya untuk tidur lagi.
Di sisi lain dimana Uwais dan Tasya sudah berada di bandara Soekarno-Hatta.
Siang itu Bandara Soekarno-Hatta sangatlah ramai.
Mereka lekas masuk kedalam pesawat yang akan lepas landas menuju ke Paris.
"Sesampainya di Paris, kita langsung mencabut dimana mereka menginap." ucap Tasya.
Uwais menganggukkan dan setuju' dengan apa yang dikatakan oleh Tasya.
Tak berselang lama pesawat mulai lepas landas menuju ke Paris.
Dua jam kemudian, jet pribadi milik Mehmet dan Stela akhirnya mendarat mulus di Bali.
Mereka keluar dari pesawat dengan langkah santai.
Udara tropis langsung menyambut mereka dengan hangat.
Disaat akan keluar dari bandara, ponsel Mehmet berdering dan segera ia mengangkatnya.
"Iya, Mbak Rini. Ada apa?" tanya Mehmet sambil berjalan menjauh sedikit.
"Tuan, tadi Tuan Uwais dan Nona Tasya berada disini. Mereka ingin bertemu dengan anda. Dan saya sudah mengatakan kalau anda dan Nyonya Stela berada di Paris." jawab Mbak Rini.
Mehmet tersenyum tipis dan mengucapkan terima kasih kepada Mbak Rini.
Setelah mengakhiri pembicaraannya dengan Mbak Rini.
Mehmet kembali berjalan ke arah istrinya yang sedang menunggunya.
"Ada apa, Met? Kenapa kamu senyum-senyum sendiri?" tanya Stela.
Mehmet menggelengkan kepalanya dan mengajak istrinya keluar dari bandara.
Mobil yang menjemput mereka telah datang dan mereka masuk kedalam.
"Met, jujur ke aku. Ada apa?" tanya Stela dengan wajah penasaran.
"Nggak ada apa-apa, sayang. Tadi Mbak Rini telepon dan mengatakan kalau rumah aman." jawab Mehmet yang membohongi istrinya.
Ia tidak mau bulan madunya hancur karena Uwais dan Tasya.
Mobil melaju perlahan meninggalkan bandara Bali.
Udara tropis yang hangat dan aroma laut yang segar masuk melalui jendela yang sedikit terbuka.
Mehmet menatap jalan di depannya, tangan satu tetap di setir, tangan satunya lagi sesekali menggenggam tangan Stela yang duduk di sampingnya.
Stela masih diam, menatap pemandangan hijau dan laut biru yang mulai muncul di kejauhan.