Karena desakan Ekonomi, Rosa terpaksa harus menikah dengan pria yang sama sekali tak di cintainya. Bekas luka di tubuh serta hatinya kian membara, namun apalah daya ia tak bisa lepas begitu saja dari ikatan pernikahan yang isinya lautan luka.
seiring berjalannya waktu, Rosa membulatkan tekadnya untuk membalas segala perbuatan suaminya. bersembunyi di balik wajah yang lemah lembut nan penurut, nyatanya menyiapkan bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Hem, gimana ya ceritanya. yuk simak kelanjutannya, jangan lupa tinggalkan jejak likenya, komen, subscribe dan vote 🥰🫶
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kabur
Keesokan harinya.
Alan benar-benar tak pulang ke rumah sampai hari sudah kembali menjelang siang, berhubung Alan tak kunjung pulang Rosa memanfaatkan kesempatan itu.
"Lucy, boleh aku pinjam hp kamu buat telpon Lutfi?" Tanya Rosa. Ia meminta izin pada Lucy guna menghubungi Lutfi, urusan Alan marah atau tidaknya itu belakangan.
"Gak perlu minjem hp gue, gue dah beliin yang baru buat lu, bestie." Jawab Lucy.
Lucy pun pergi ke kamar Rosa, ia mengambil hp yang sudah ia beli untuk Rosa. Hp nya sudah lengkap dengan kartunya, Rosa hanya tinggal memakainya saja.
"Nomor gue sama Lutfi dah ada disana," Ucap Lucy sambil memberikan hp nya pada Rosa.
"Makasih ya," Ucap Rosa terharu.
Lucy menganggukkan kepalanya, sudah sepantasnya Rosa mendapatkan haknya. Uang yang di transfer Alan masih banyak, jadi Lucy berinisiatif membelikan Rosa hp.
Rosa menjauh dari Lucy karena ia tak mau percakapannya di dengar, ia mencoba menghubungi Lutfi untuk mengajaknya bertemu, sampai sambungan terhubung Rosa sedikit berbisik sampai Lucy penasaran.
Hanya 10 menit saja Rosa berbicara dengan Lutfi, setelah itu ia kembali menghampiri Lucy.
"Lucy, aku akan keluar bertemu Lutfi dan rencananya aku akan mendatangi makam Rizal. Kalau Alan menanyakan keberadaanku, bilang saja kalau aku akan menjelaskan kemana aku pergi." Ucap Rosa.
"Emang bakalan lama perginya? Terus si Naresh gimana? Apa gue anter aja, lu kan gak tahu daerah sini." Tanya Lucy seraya memberikan tawaran pada Rosa, ia khawatir Rosa tersesat dan tak tahu arah pulang. Apalagi, Rosa mengenal Lutfi pun baru dua kali pertemuan.
"Aku memang menyayangi Naresh, tapi aku pun terluka setiap melihatnya. Sepertinya keputusanku sudah bulat, setelah bertemu Lutfi aku akan pergi dan memutus hubungan dengan Alan, setelah kakek kembali aku akan menjelaskannya." Ucap Rosa. Ia memegangi tengan Lucy dengan mata memohon, ia sudah tidak sanggup hidup bersama Alan. Kalau pun Alan berubah, rasa trauma di dalam diri Rosa tidak akan sirna begitu saja.
"Loe mau pergi kemana? Jangan tinggalin gue,"
Mata Lucy berkaca-kaca, ia tak akan menghalangi keputusan yang telah Rosa buat, akan tetapi ia pasti merasa kehilangan satu-satunya teman dekatnya.
"Kita akan selalu bertemu, nanti aku akan terus menelponmu." Ucap Rosa.
"Bentar,"
Lucy mencari tasnya, ia mengambil dompetnya dan mengeluarkan sebuah kartu atm dimana sebagian besar isinya adalah sisa dari uang yang Alan berikan.
"Rosa, bawa kartu ini. Kalau butuh apapun kamu bisa membelinya dengan uang di dalamnya, kata sandinya nanti aku wa kamu. Jangan menolak, ini adalah uang hak kamu sebagai nafkah yang mana selama ini gak pernah Alan berikan! Cepatlah pergi, urusan Alan biar aku yang tangani." Ucap Lucy.
Greppp. .
Rosa memeluk tubuh Lucy, ia menangis di pundak teman terbaiknya itu.
"Cepat pergi, keburu si Alan datang!" Desak Lucy.
Rosa menganggukkan kepalanya, ia langsung mengambil tas yang berisikan surat-surat penting yang sekiranya ia butuhkan untuk mengajukan perceraian. Sebelum pergi, ia berpamitan pada Bik Kokom kemudian berlari keluar rumah dengan langkah buru-buru. Naresh menangis kencang seolah tahu kalau Rosa akan pergi, tapi Lucy meyakinkan Rosa kalau Naresh akan baik-baik saja.
Tring.
'Lucy, kami akan pulang lusa. Jangan beritahu Rosa ya, Tuan besar bilang mau beri kejutan'
Sebuah pesan dari Kenny masuk, Lucy menepuk jidatnya karena situasinya sangat amat tidak tepat sekali.
Rosa meminta satpam membuka pintunya, ia beralasan kalau mau mengantarkan berkas penting ke perusahaan Alan. Alhasil, pintu gerbang di buka dengan lebar Rosa langsung pergi keluar. Berjalan kaki cukup jauh dari kawasan rumah, dari kejauhan Rosa melihat seseorang yang duduk diatas motor sambil melambaikan tangannya.
"Syukurlah, dia lebih cepat datang." Ucap Rosa.
Lutfi menunggu Rosa di depan rumah orang, saat Rosa menghubunginya bertepatan saat itu pula Lutfi berada di wilayah perumahan yang lokasinya cukup dekat dari kediaman Alan. Sekitar 15 menit Lutfi mengendarai motornya, itu pun dia ngebut.
"Cepat pergi!" Ucap Rosa menepuk bahu Lutfi sambil menduduki jok belakang.
Rosa terlihat ketakutan, ia tak mau kalau Alan sampai melihatnya pergi yang akhirnya rencananya gagal. Lutfi melajukan motornya dengan kecepatan cukup tinggi, ia tidak tahu apa yang sedang Rosa rasakan, yang pasti ia akan membantunya.
Menyatu dengan keramaian di jalanan, Lutfi menatap lurus ke depan sambil mencari tempat yang nyaman untuk mengajak Rosa berbicara. Netra Lutfi menangkap sebuah cafe yang terlihat belum ramai pengunjung, ia membelokkan motornya kemudian meminta Rosa turun dan mengikutinya.
"Duduk lah," Ucap Lutfi.
Rosa duduk sesuai dengan perintah Lutfi, ia menyandarkan tubuhnya ke kaca karena posisi mejanya berada di dekat kaca dengan pemandangan mengarah ke jalanan.
Lutfi memesan makanan dan juga minuman untuk berdua. Nampaknya Rosa tengah banyak pikiran, terlihat dari raut wajahnya yang sendu.
"Yakin mau pergi sekarang?" Tanya Lutfi.
"Tentu saja, aku harus minta maaf pada Rizal." Jawab Rosa tanpa menatap Lutfi.
"Aku akan membawamu ke 3 tempat, 2 tempat yang akan di kunjungi berkaitan dengan Rizal, tapi satu tempatnya lagi aku tidak akan memberitahukanmu terlebih dahulu." Ucap Lutfi.
"Kenapa?" Tanya Rosa beralih menatap Lutfi.
"Nanti juga tahu, karena perjalanannya cukup jauh mending makan dulu biar ada tenaga." Jawab Lutfi.
Rosa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, ia kembali menatap keluar jendela melihat banyaknya kendaraan yang berlalu lalang. Namun, netranya mengunci kearah dua orang yang tengah berjalan di sebrang jalan tepatnya di sebuah toko kecantikan. Dari perawakannya Rosa sangat tahu siapa mereka, siapa lagi kalau bukan suaminya dan kekasihnya.
'Keputusanku sudah benar, aku sudah tidak tahan, Mas!' Batin Rosa.
Makanan dan minuman yang di pesan sudah datang, Lutfi mengajak Rosa menikmati makanannya sebelum pergi ke tempat tujuan.
"Ah, ssshhhh..." Rosa menahan perih di perutnya, lagi dan lagi ia tidak menyempatkan diri untuk sarapan sehingga saat makanan masuk perutnya perih. Rosa juga tengah banyak pikiran yang memicu menurunnya nafsu makan dan asam lambung naik.
"Ada yang sakit?" Tanya Lutfi sambil mengunyah makanannya.
"Magh ku kambuh," Jawab Rosa malu.
"Gue gak tahu apa yang sebenarnya terjadi sama loe, udah tiga kali ketemu dan di dua kali pertemuan kita loe kedapatan sakit magh. Lu di rumah makan gak si? Masa gak ada makanan sama sekali, suami lu kemana?" Heran Lutfi.
"Sibuk sama lontongnya, puas?" Jawab Rosa.
"Suami lu doyan makan lontong? Gak doyan nasi?"
Lutfi mengira Rosa sedang membahas makanan, dengan polosnya ia bertanya pada Rosa yang menepuk jidatnya.
"Ani-ani, lontong cuma plesetan doang." Ralat Rosa.
"Pantes istri sah tiap hari kudu nyetok obat lambung, ternyata nafkahnya di pane beli fefek." Ucap Lutfi.
"Ya, begitulah dunia gue." Ucap Rosa lemah.
"Makan selagi masuk, nanti gue beliin obat. Kalau masih sakit besok aja ke sananya, nanti gue anterin pulang dah." Ucap Lutfi.
"Tapi, aku gak mau pulang kesana lagi, aku tetep mau ke makam Rizal. Tenang aja, aku masih punya energi buat tetep pergi." Kekeh Rosa.
"Dasar, kepala batu!"
anak sich nando sm zoya kah kk