NovelToon NovelToon
Shadow Of The Seven Sins

Shadow Of The Seven Sins

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Anak Yatim Piatu / Epik Petualangan / Dunia Lain
Popularitas:160
Nilai: 5
Nama Author: Bisquit D Kairifz

Hanashiro Anzu, Seorang pria Yatim piatu yang menemukan sebuah portal di dalam hutan.

suara misterius menyuruhnya untuk masuk kedalam portal itu.

apa yang menanti anzu didalam portal?

ini cerita tentang petualangan Anzu dalam mencari 7 senjata dari seven deadly sins.

ini adalah akun kedua dari akun HDRstudio.Di karna kan beberapa kendala,akun HDRstudio harus dihapus dan novelnya dialihkan ke akun ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bisquit D Kairifz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aura

Langit senja perlahan memerah.

Hutan yang biasanya sunyi kini dipenuhi hawa mencekam.

“...a-apa itu...?” suara Anzu bergetar, matanya melebar menatap ke arah suara berat yang bergema dari balik kabut.

RRRRAAAAAAAGGGGHHHH!!

Auman itu memecah kesunyian, mengguncang dada siapa pun yang mendengarnya.

Suara berat, dalam, dan bergetar—seolah berasal dari makhluk buas yang tak mengenal rasa takut.

Anzu refleks bersembunyi di balik batang pohon besar, napasnya tertahan.

Namun begitu ia menoleh perlahan… darahnya seakan berhenti mengalir.

Dari balik semak, muncul sesosok monster besar bertubuh dua kali tinggi manusia, bulunya merah tua seperti daging mentah, matanya menyala seperti bara api.

Itu adalah Bloody Bear — predator puncak di hutan utara.

Namun sialnya, bukan satu.

Ada delapan dari mereka.

Semua berjalan bersama, mengendus-endus udara, mencari sumber bau darah.

“...sial,” gumam Anzu pelan, menahan napas seraya bergerak mengendap.

Langkahnya ringan, hampir tanpa suara.

Namun nasib buruk datang begitu saja.

Crack.

Satu ranting kecil patah di bawah kakinya.

Semua kepala Bloody Bear itu langsung menoleh bersamaan.

“GRRRRHHHHHH!!”

“...Ketahuan.”

Anzu menghela napas pendek. “Tidak ada pilihan lain.”

Ia menghunus pedangnya dan menegakkan tubuhnya.

Angin di sekelilingnya mulai berputar pelan, membawa aroma darah yang tajam.

DUAK!

Seekor Bloody Bear menerkam cepat, cakarnya menyapu udara.

Anzu mengangkat pedang—CLANG!—percikan api beterbangan. Tubuhnya terpental ke belakang, namun segera bangkit lagi.

“Tch... mereka cepat.”

Serangan demi serangan datang bertubi-tubi.

Cakar tajam, gigi besar, dan tubuh sekeras baja membuat Anzu terdesak.

Pedangnya menangkis, namun beberapa cakar berhasil menembus pertahanannya.

“Ugh—!”

Cakar itu menggores lengan kirinya. Darah segar menetes ke tanah, menciptakan genangan merah.

Anzu terhuyung.

Tubuhnya penuh luka. Nafasnya berat.

Satu Bloody Bear menghantamnya dari samping, dan ia terlempar menghantam pohon besar hingga batangnya retak.

Namun, di antara rasa sakit dan kabut merah di pandangannya...

sebuah suara asing bergema.

“HAAAAH... lemah sekali kau. Dengan kekuatan seperti ini, bagaimana kau akan membalas dendam?”

Anzu mendongak, matanya setengah terpejam. “...Suara itu... siapa?”

Suara itu asing.

Bukan suara misterius yang kadang muncul di dalam dirinya—

tapi dari pedang yang ia genggam.

“Kau mendengarku, bocah? Aku bertanya... apa kau puas jadi sampah lemah seperti ini?”

“APA KAU BILANG HAH?!” Anzu membentak marah, darah menetes dari bibirnya.

“aku bilang.kau lemah! ”

“...”

Amarah mulai membuncah, namun pedang itu terus bicara.

“hahaha! kau marah? bagus tapi dengan amarah saja, kau tak akan menang, kau butuh kekuatan ku.”

“Tidak perlu.” Anzu menatap tajam, menahan napas di sela rasa sakit.

“Tanpa aku, kau bahkan tidak bisa melindungi pria tua yang mati waktu itu kan, siapa namanya....REINHARD?”

Tubuh Anzu menegang.

Jantungnya berdetak cepat.

Nama itu... membuat sesuatu di dalam dirinya retak.

Reinhard — , orang yang sudah Anzu anggap ayah, mati menutupi tubuh Anzu dari serangan ksatria kerajaan.

“Diam...”

“Kenapa? takut? malu? lemah? semua karna kau!”

“...AKU BILANG...DIAM!”

“HAHAHAHAHA! bagus, marah lah Anzu! LEBIH MARAH LAGI HAHAHAHA”

Tiba-tiba, mata Anzu berubah merah menyala.

Sebuah tekanan aneh menyelimuti seluruh area.

Tanah bergetar, dedaunan beterbangan, udara seolah terbakar.

Aura merah pekat keluar dari tubuhnya, berputar dan terserap ke pedang di tangannya.

Pedang itu bergetar keras—muncul urat hitam di sepanjang bilahnya.

“Kalau memang semua salahku...” gumam Anzu dengan suara dingin dan rendah, “...aku akan menebusnya. Dengan darah.”

WUSSH!

Dalam sekejap, Anzu menghilang dari pandangan.

“GRRAAAGHHH!” teriak Bloody Bear saat satu di antaranya terbelah dua dalam satu tebasan.

Tsching!

Darah muncrat ke udara, menyelimuti wajah Anzu.

Ia melangkah perlahan, matanya kosong.

“Hah... ternyata kalian lemah sekali.” katanya datar, menatap tubuh yang terbelah.

Melihat itu, para Bloody Bear yang lain mengaum marah, lalu menyerbu bersamaan.

Namun kali ini, situasinya terbalik.

SWING! CLANG! SHRRING!

Anzu menebas, memutar, menghindar dengan kecepatan tak manusiawi.

Setiap tebasan membawa jejak merah.

Dalam hitungan detik, empat Bloody Bear terjatuh tanpa kepala.

Dua yang tersisa mundur perlahan.

Naluri bertahan hidup mereka menjerit agar segera kabur.

Dan mereka melakukannya.

“Tch. Lari juga akhirnya.”

Anzu mengibaskan pedangnya, menyingkirkan darah dari bilahnya.

Aura merah itu perlahan menghilang.

Tubuhnya terasa berat. Namun matanya tetap dingin dan tenang.

“Yasudah. Setidaknya cukup bahan untuk dijual.”

 

Dalam Perjalanan Pulang

“Kalau begitu...” gumamnya pelan. “Aku masih terlalu lemah.”

“Kau sadar juga akhirnya,” sahut suara dari pedang.

“Hey, pedang,” tanya Anzu tanpa menoleh, “apa tadi kekuatan yang keluar dari tubuhku?”

“Itu disebut AURA.”

“Aura?”

“Kekuatan yang muncul ketika seseorang membuat kontrak dengan senjata legendaris berjiwa, dan juga Aura bisa dibangkitkan melalui emosi yang dalam serta kekuatan jiwa.”

“Jadi... kau senjata legendaris?”

“Tentu saja, bocah. Aku adalah SATAN, iblis yang terikat dalam pedang ini. Aku belum mati, hanya tersegel. Tidak seperti senjata berjiwa lain yang hanya menyimpan roh binatang legendaris yang sudah mati.”

“Begitu... dan cara memperkuat kekuatan ini?”

“Hah, mana aku tau. Cari tahu saja sendiri manusia bodoh.”

Anzu diam sesaat.

Kemudian menghela napas berat. “Sampah.”

“Hah? apa kau bilang manusia rendahan!”

Anzu tidak menjawab, hanya menebas satu ranting pohon di depannya dan terus berjalan tanpa ekspresi.

 

Guild Pemburu Monster

Sore telah tiba ketika Anzu tiba di guild.

Langkahnya tenang, matanya datar, dan tubuhnya masih berlumuran darah kering.

“Permisi.”

Suaranya rendah dan dingin, membuat staf yang berjaga sedikit bergidik.

“Aku ingin menjual hasil buruanku.”

“Ah... a-anak muda yang pagi tadi, ya?” kata staf perempuan itu gugup.

“Silakan ikuti saya ke belakang.”

“Baik.” Anzu menatapnya datar. “Tapi aku akan mengambil hasil tangkapanku dulu.”

“Oh... tentu, silakan lewat gerbang luar, lalu langsung ke gudang belakang guild.”

Tanpa menjawab, Anzu berjalan pergi.

Beberapa menit kemudian, ia kembali—menyeret tumpukan besar bangkai Bloody Bear yang sudah ia potong sebagian.

Ketika staf itu melihat... matanya membulat tak percaya.

“EEEEHHHHH?!?!”

Teriakannya menggema ke seluruh guild.

Semua orang di ruangan itu berhenti beraktivitas. Suasana seketika hening.

“Empat... Bloody Bear...!?” salah satu petualang menjatuhkan gelasnya.

“Dia sendirian!?”

Anzu menatap mereka sekilas. Tatapannya dingin, tanpa sedikit pun emosi.

“Jangan berisik,” ujarnya datar. “Aku tidak suka keramaian.”

Staf guild menelan ludah.

“4 Bloody Bear... dan 10 monster tingkat rendah... a-anda membunuh semuanya sendiri?”

“Beruntung saja,” jawab Anzu singkat.

“Ba-baik... mohon tunggu sebentar!”

Staf itu berlari tergesa masuk ke ruangan belakang.

Beberapa menit kemudian ia kembali sambil membawa kantong emas tebal.

“Ini... totalnya 1000 koin, Tuan Anzu.”

Anzu mengambilnya tanpa ekspresi.

“Sudah selesai?”

“Y-ya, tentu, Tuan.”

Tanpa menoleh, Anzu berbalik dan berjalan pergi.

Langkahnya tenang, dingin, namun berat—meninggalkan keheningan panjang di dalam guild.

Para pemburu hanya bisa menatap punggungnya.

Salah satu berbisik, “...Dia manusia, kan?”

Namun tak ada yang berani menanyakan langsung.

 

Penginapan

Langit malam mulai datang ketika Anzu tiba di penginapan kecil tempatnya tinggal.

Ia membuka pintu tanpa suara, dan matanya segera tertuju pada dua sosok di dalam.

Vampir tua sedang duduk santai.

Namun di sampingnya, berdiri seseorang yang asing—

berpakaian hitam, wajahnya tertutup tudung.

“...Kau,” ucap Anzu pelan, matanya menyipit tajam.

Suasana di ruangan itu tiba-tiba berubah tegang.

Satan berbisik dari dalam pedang.

“Heh...kelihatan nya permainan ini baru dimulai, Anzu!" ucap iblis dalam pedang sambil menyeringai.

1
Nagisa Furukawa
Aku jadi bisa melupakan masalah sehari-hari setelah baca cerita ini, terima kasih author!
Bisquit D Kairifz: Semangat bree, walau masalah terus berdatangan tanpa memberi kita nafas sedikit pun
total 1 replies
Rabil 2022
lebih teliti lagi yah buatnya sebabnya ada kata memeluk jadi meneluk
tapi gpp aku suka kok sama alur kisahnya semangat yahh💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!