Selama tiga tahun menikah, Elena mencintai suaminya sepenuh hati, bahkan ketika dunia menuduhnya mandul.
Namun cinta tak cukup bagi seorang pria yang haus akan "keturunan".
Tanpa sepengetahuannya, suaminya diam-diam tidur dengan wanita lain dan berkata akan menikahinya tanpa mau menceraikan Elena.
Tapi takdir membawanya bertemu dengan Hans Morelli, seorang duda, CEO dengan satu anak laki-laki. Pertemuan yang seharusnya singkat, berubah menjadi titik balik hidup Elena. ketika bocah kecil itu memanggil Elena dengan sebutan;
"Mama."
Mampukah Elena lari dari suaminya dan menemukan takdir baru sebagai seorang ibu yang tidak bisa ia dapatkan saat bersama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12. JANJI DAN AWAL BARU
Mobil hitam mewah itu melaju menembus jalanan malam kota yang berkilau. Lampu-lampu jalan memantul di kaca jendela, menari di wajah Elena yang diam menatap keluar. Pesta mewah milik Raven Wattson telah berakhir, tapi gemanya masih bergema di dadanya, bersama dengan rasa lega yang sulit dijelaskan.
Theo duduk di pangkuan Elena, memeluk perut Elena dengan tangan kecilnya. Wajah Theo ceria, polos seperti anak yang tidak tahu apa-apa tentang drama yang baru saja terjadi di depan puluhan tamu penting.
"Mama, tadi banyak lampunya ya. Theo suka, mirip bintang!" seru Theo antusias.
Elena tersenyum kecil, membelai rambut lembut Theo yang jatuh di dahinya. "Iya, Sayang. Lampunya indah, ya?"
"Iya! Tapi kenapa Uncle tadi marah-marah?" tanya Theo.
Pertanyaan polos itu membuat Hans yang duduk di belakang kemudi melirik ke kaca spion. Senyum tipis muncul di wajahnya. "Karena ada orang dewasa yang tidak tahu caranya tenang, Theo. Kadang, orang yang punya banyak uang malah susah sabar."
Theo mengangguk serius, lalu menatap Elena lagi. "Berarti Mama sabar, ya? Soalnya Mama tidak marah."
Elena tertawa kecil, suaranya lembut. "Iya, mungkin begitu."
Bocah itu kembali menyandarkan kepala di dada Elena, menguap kecil. Tapi sebelum tertidur, ia masih sempat berceloteh, "Mama, kenapa Mama nggak datang ke rumah Papa? Papa bilang Mama liburan ke rumah kakek-nenek."
Elena menatap Hans dengan heran. "Kau bilang aku liburan ke rumah orang tuaku? Sejak kapan mereka jadi kakek nenek Theo?"
Hans hanya tersenyum tipis, matanya tidak lepas dari jalan. "Kalau aku bilang yang sebenarnya, Theo mungkin akan marah dan kabur mencarimu. Jadi aku bilang kau lagi liburan. Sejak itu, dia tiap hari nanya kapan Mama pulang. Well, saat kita menikah nanti orang tuamu akan menjadi kakek dan nenek Theo juga, 'kan," katanya santai.
"Terdengar seperti urutan yang salah," komentar Elena.
Hans hanya tersenyum mendengarnya, paham maksud sang wanita.
"Mama ... jangan pergi lagi," Theo menggumam kecil dan akhirnya tertidur, napasnya lembut di pelukan Elena.
Mobil perlahan meluncur semakin jauh dari pusat kota. Hanya suara mesin yang terdengar, diselingi lembutnya musik klasik dari radio. Elena akhirnya membuka suara.
"Hans?" panggil Elena.
"Hmm?" sahut Hans.
"Bagaimana kau bisa mendapatkan tanda tangan Raven untuk surat cerai itu? Aku tahu dia tidak akan menyerah dengan mudah," tanya Elena yang sudah penasaran sejak tadi.
Hans tersenyum miring, masih menatap ke depan. "Raven Wattson hanya terlihat berkuasa. Tapi Morelli lebih dari sekadar yang terlihat, Elena. Mendapatkan tanda tangan seseorang bukan hal besar bagi kami."
Elena menatap Hans lama. "Kau memalsukannya?"
Hans terkekeh pelan. "Tidak. Aku hanya memanfaatkan momen. Raven menandatangani kontrak bisnis tanpa membaca detailnya, dan di dalam kontrak itu ... sudah termasuk persetujuan dokumen perceraian yang dia tanda tangani sendiri. Itu gunanya kalau otak dipakai, Darling."
Elena menatapnya tidak percaya. "Kau serius?"
Hans menatapnya dari kaca spion, matanya sedikit berkilat. "Aku tidak melakukan hal ilegal, Elena. Aku hanya menutup pintu bagi pria yang sudah terlalu banyak melukai rival yang kuhormati. Aku mungkin brengsek tapi aku tidak akan menyakiti wanita sampai di titik merendahkan harga dirinya."
Elena terdiam. Ada rasa campur aduk, antara terkejut, lega, dan sedikit takut dengan betapa cepatnya Hans mengambil kendali.
"Sejak kapan Alvarez menjadi bagian dari Morelli? Tidak mungkin dalam sehari bisa langsung ada di tanganmu?" tanya Elena pelan.
Hans menarik napas panjang sebelum menjawab. "Dua hari lalu. Aku bertemu ayahmu secara pribadi. Kami membicarakan kerja sama besar antara Alvarez dan Morelli. Dan ...," ia menoleh sebentar ke arah Elena, "... dengan satu syarat."
Elena menatapnya curiga. "Syarat apa?"
Hans tersenyum samar. "Aku ingin menikahimu."
Elena terbelalak. "Apa? Kau serius soal itu?"
Hans menatapnya serius, tapi nada suaranya lembut. "Aku tidak akan memaksamu, Elena. Tapi aku harus jujur. Theo ... dia menganggapmu ibunya sejak pertama kali bertemu. Dia menolak makan dua hari penuh hanya karena ingin bertemu denganmu. Aku tidak pernah melihat anakku sekeras kepala itu sebelumnya."
Elena menatap Theo yang tertidur pulas di pelukannya. Wajah kecil itu begitu damai, begitu lembut. Tidak ada kebohongan di sana.
"Bagaimana ayahku bisa setuju dengan ide seperti itu?" Elena bertanya, separuh tak percaya.
Hans tersenyum geli, menatap ke depan lagi. "Ayahmu ... pria yang luar biasa. Tegas, tapi sangat mencintaimu. Percayalah, aku tidak pernah diinterogasi sehebat itu dalam hidupku."
Elena mengangkat alisnya, menahan tawa. "Apa yang dia katakan?"
Hans terkekeh kecil, mengingat kejadian dua hari lalu. "Dia bilang, kalau aku membuatmu menangis ... bahkan satu tetes saja, dia akan memastikan semua kontrak antara Alvarez dan Morelli batal total. Dia bahkan membuat klausul khusus dalam perjanjian kami: Jika Hans Morelli menyakiti Elena, maka Morelli Group wajib membayar penalti sebesar satu miliar dolar AS kepada Alvarez."
Elena menutup mulutnya menahan tawa. "Ayahku benar-benar begitu?"
Hans mengangguk serius. "Sangat serius. Bahkan aku pikir dia lebih siap berperang daripada bekerja sama. Aku sampai harus memuji keberanianmu karena lahir dari orang tua sekuat itu."
Elena tertawa lembut, air matanya hampir keluar karena geli. "Aku bisa membayangkan wajah ayahku menatapmu dengan tatapan 'kau-harus-tahu-aku-tidak-main-main' itu."
Hans ikut tertawa, nada suaranya ringan untuk pertama kalinya malam itu. "Kau tahu? Aku bahkan disuruh menandatangani perjanjian kecil di bawah kontrak utama. Ayahmu menulisnya dengan tangan sendiri: Aku, Hans Morelli, bersumpah akan memperlakukan Elena Alvarez dengan kasih sayang, tidak akan mengkhianati, tidak akan membentak, tidak akan membuatnya menangis. Jika melanggar, aku siap menerima hukuman sesuai kesepakatan."
Elena benar-benar tidak bisa menahan tawa. "Astaga ... Dad menulis begitu? Dengan tangannya sendiri?"
Hans mengangguk sambil tersenyum. "Dan aku menandatanganinya."
Tawa Elena pecah lagi, hangat, ringan, tanpa beban. Suaranya memenuhi mobil, menggantikan keheningan malam.
Theo yang tertidur di pelukannya tersentak kecil, membuka matanya setengah, lalu ikut tersenyum lebar tanpa tahu kenapa.
"Mama? Apa yang lucu?" tanya Theo setengah mengantuk.
Elena tertawa makin keras, mencubit lembut pipi Theo. "Kau ini lucu sekali."
Theo tertawa lepas, suaranya memenuhi ruang mobil yang kini terasa begitu hidup. Hans hanya menatap mereka dari kaca spion, senyum kecil muncul di bibirnya. Ada sesuatu di dalam dadanya yang hangat, sesuatu yang selama ini kosong.
Untuk pertama kalinya, mobil Morelli yang biasanya penuh aura dingin terasa seperti rumah.
Setelah beberapa saat, tawa mereka mereda. Theo kembali tertidur di pelukan Elena, sementara Hans memerlambat laju mobil ketika mereka mendekati gerbang besar rumah keluarga Morelli.
"Tidurlah di sini malam ini," kata Hans lembut. "Theo membutuhkanmu. Dan aku juga perlu bicara banyak hal tentang ... rencana ke depan."
Elena menatap Hans lama. "Rencana?"
"Ya. Tentang pernikahan, tentang Theo, tentang Alvarez dan Morelli." Hans menoleh sejenak, menatap matanya langsung. "Aku ingin kau tahu semua sebelum memutuskan apa pun."
Elena terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Baiklah."
Begitu mobil berhenti di depan mansion Morelli, Hans turun lebih dulu dan membukakan pintu untuk Elena. Malam itu, udara terasa lembut, berbeda dari biasanya. Angin membawa wangi melati dari taman depan, membuat suasana malam menjadi tenang.
Elena turun pelan sambil tetap menggendong Theo yang sudah tertidur. Hans mengambil tas kecilnya, berjalan di sampingnya.
Mereka melangkah masuk ke dalam rumah megah itu. Cahaya lembut lampu-lampu gantung menyambut mereka, memantulkan kilau emas di lantai marmer.
Hans menoleh ke arah Elena, suaranya lembut namun dalam. "Terima kasih sudah datang malam ini. Aku tahu, setelah apa yang terjadi di pesta tadi, kau pasti lelah. Tapi aku senang kau memilih ikut denganku."
Elena menatapnya, senyumnya tenang. "Aku yang seharusnya berterima kasih, karena bantuanmu aku lepas dari jeratan Raven."
Hans menatapnya lama, lalu tersenyum samar. "Senang bisa membantu."
Elena hanya diam, tapi matanya berbicara.
Malam itu, mereka melewati lorong panjang menuju kamar tamu. Hans membukakan pintu dan berkata pelan, "Kau bisa istirahat di sini malam ini. Theo akan tidur di kamarnya."
Elena menatap Theo di pelukannya, lalu mengangguk. "Biar dia tidur bersamaku malam ini."
Hans menatap lembut, lalu tersenyum. "Tentu. Dia akan lebih tenang kalau kau yang di sisinya."
Elena menatap Hans sesaat sebelum masuk ke kamar. "Hans?"
"Ya?"
"Terima kasih," ucap Elena.
Hans menatapnya, sedikit terkejut dengan nada tulus itu. "Untuk apa?"
"Untuk malam ini. Untuk membelaku di depan semua orang. Untuk ... menyelamatkanku dan Alvarez," jawab Elena.
Hans tersenyum hangat, matanya lembut. "Bukan aku yang menyelamatkanmu, Elena. Kau yang menyelamatkan dirimu sendiri dengan berani keluar dari neraka yang kau sebut rumah."
Elena diam sejenak, lalu menunduk. "Kau selalu tahu cara berkata yang tepat, ya?"
Hans hanya tersenyum kecil. "Aku ayah dari bocah cerewet seperti Theo. Aku harus belajar bicara dengan hati."
Elena tertawa kecil, lalu berjalan masuk ke kamar.
Begitu pintu tertutup, Hans menatapnya beberapa detik sebelum melangkah pergi ke ruang kerja. Tapi sebelum ia pergi terlalu jauh, ia berhenti di depan pintu kamar Elena, mendengar suara lembut dari dalam:
"Selamat tidur, Sayang. Mama di sini."
Senyum kecil muncul di bibir Hans. Ucapan selamat tidur untuk putranya tidak pernah terdengar sehangat ini sebelumnya.
Malam itu menjadi awal baru.
Bukan hanya bagi Elena yang akhirnya bebas, tapi juga bagi Hans dan Theo, dua hati yang tanpa sadar menemukan kembali cahaya yang hilang.
Dan tanpa mereka tahu, keesokan harinya ... dunia bisnis akan kembali berguncang.
Karena Raven Wattson tidak akan tinggal diam.
masih penasaran sm mlm pertama mereka berdua, othor nih bikin penasaran aja deh 😁
kalau Elena gak mandul, semoga yg mandul Raven dan ternyata Jessy hamil dgn pria lain, pasti aku akan bersorak kegirangan 🤣
selamat atas pernikahan Hans dgn Elena dan selamat untuk Theo akhirnya Elena jadi Mama nya beneran 😍