Reina masuk kedalam tubuh sang tokoh antagonis yang merupakan tunangan dari tokoh utama pria yang sangat obsess pada sang tokoh wanita. Takdir dari buku yang dibacanya harus mati dengan keadaan menyedihkan. Tapi Reina tidak ingin takdir buruk itu terjadi. Salah satunya dengan merubah takdirnya dengan memutuskan pertunangannya dengan Nico sang tokoh utama. Sayangnya perubahannya membuat pria gila berbarik tertarik padannya dan berjanji tidak akan melepaskan. Rencana hidup tenangnya harus hancur dengan pria gila yang malah obsesi padanya bukan pada kekasih kakaknya. Tidak sampai disitu saja masalah dalam hidupnya silih berganti. Berbagai karakter muncul yang tak seharusnya ada di cerita.
"Mari kita batalkan pertunangan ini."
"Tidak akan pernah, kamu sudah masuk ke dalam duniaku dan cara untuk keluar hanya dengan kematian. Sayangnya aku tidak akan membiarkan kematian merenggut kelinci kesayangan itu."
"Kenapa alurnya jadi berubah."
"Semua usahaku sudah selesai , mari kita putus."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewisl85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
Reina tidak menyangka akan menemukan tempat latihan tembak di dalam kediamannnya. Walaupun ia tahu bisnis keluargannya sangat besar dan nama keluargannya sangat ditakuti setelah keluarga Nico. Tapi ia tidak menyangka akan menemukan tempat seperti ini.
"Sepertinya, adikku terkejut melihat tempat ini?" tanya Shaka yang entah sejak kapan ada di dalam ruangan ini.
"kakak." panggilnya yang dibalas dengan lambaian tangan. Pria itu mendekat ke salah satu meja yang berisi berbagai senapan dan pistol. Pria itu mengambil salah satu pistol berlaras panjang dan bentuknnya terlihat sangat klasik. Dia bisa memperkirakan harga pistol tak murah dan pasti sulit untuk di dapatkan.
"Dor." Reina terkejut saat kakaknya bisa dengan mudah menembak dengan satu tangan saja.
"Kamu terkejut adikku? kamu harus tahu Nico lebih berbahaya." ucap Shaka yang sekarang mendekat padannya. "Tapi kakak tidak bisa melarang kamu untuk tidak berdekatan dengan pria itu." ucap Shaka pada adiknnya. Sekarang pria itu berdiri di hadapan adiknya dan memberikan pistol ke Reina.
"Jadi kamu harus belajar hal ini untuk melindungi dirimu." ucap pria itu yang membantu Reina mengarahkan pada papan sasaran.
"Dor."
"Kamu mengerti adikku." ucap Shaka pada adiknya yang masih diam saja.
"Reina."
"Aku paham kak, bertunangan dengan Nico sama saja mempertaruhkan nyawaku. Karena itu aku ingin..."
"Jangan kamu lanjutkan perkataanmu itu Sayang." ucap Nico yang sudah berdiri di depan pintu ruang latihan. Ia tidak suka dengan perkataan yang akan diucapkan tunangannya. Selain itu juga ia tidak suka melihat kedekatan shaka dengan Reina. Walaupun nico tahu keduannya adalah adik kakak. Pria itu melangkah ke dalam ruang tembak itu dan menarik Reina mendekat padannya. Tidak ada perlawan tunangannya yang membuat senyuman pria itu terbit.
"Shaka, aku pastikan Reina akan aman bersamaku."
"Kamu tahu perkataanmu itu tidak bisa dipercaya." ucap Shaka dengan santai. Pria itu memilih berjalan menuju sofa di pojok ruangan dan menuangkan anggur ke gelasnya.
"Entah sudah berapa kali nyawa adikku dalam bahaya dan kamu tak pernah bisa melindunginnya dari ancaman. Kamu pikir aku bisa percaya denga perkataanmu itu." ucap Shaka setelah menyesap anggur merahnya. Dia menatap tajam pada sahabatnya itu. Ia tahu seberapa besar kekuatan pria itu. Tidak sulit melindungi adikknya hanya saja dia tidak berniat melakukan hal itu.
"Apa yang dikatakan kakakku benar. jadi sebaiknya kamu pergi dari hidupku." ucap Reina yang sekarang menatap tajam tunangannya. Tak lagi dia peduli dengan amarah pria itu.
Tangan pria itu mengelus pipi Reina lalu beralih ke rahang wanitannya. Saat itu dengan santainnya ia menyekik Reina dengan sangat kencang. Shaka terkejut dengan tindakan sahabatnya. Pria itu melempar gelas anggurnya dengan sembarangan. Segera dia mengarahkan senapannya pada Nico tapi tindakannya kalah cepat. Saat pria itu sudah mengarahkan pistol pada kepala adiknya.
"hahahaha, kalian tahu, aku tidak suka melepaskan milikku begitu saja. Kalau kamu ingin lepas dariku. Berarti kematian menjadi pilihanmu itu sayang." ucap pria itu yang masih mencekik Reina dengan tangan kanan dan pistol ditangan kirinya diarahkan pada kepalan Reina.
"Kamu gila NICO! Lepaskan Adikku." teriak Nico yang tak dipedulikan oleh pria itu. Dia malah tertawa hambar melihat kekhawatiran sahabatnya.
"sejak awal kamu tahu aku gila. jadi jangan pernah memancing amarahku. Shaka. Jangan lupa kamu juga sama gila denganku. Tapi kekuasaanku lebih besar dari keluarga kecil ini. Aku bisa dengan mudah mengahancurkan semua usaha kalian dalam hitungan menit saja." ucap Nico yang sekarang mengarahkan wajahnya pada Reina.
Wanita itu merasakan kesakitan pada lehernya dan perlahan ia kesulitan bernafas. Nasibnya benar-benar sial karena berhubungan dengan pria gila di hadapannya. Dia tidak menyangka pria ini akan melakukan hal ini padannya. Setahunya, Nico benar-benar mendiamkan Reina. Ia hanya marah kalau Reina melukai Rose. Tapi pria itu mencekiknya karena permintaanya untuk membatalkan pertuanangan.
"Sebaiknya setelah ini, kamu harus tahu kesabaranku tidak sebesar itu Reina. Aku tidak mempedulikan sikap kurang ajarmu. Satu hal yang pasti aku jangan pernah berniat meninggalkanku." ucap pria itu sebelum pria itu melepaskan lehernya dan meninggalkan bekas ciuman pada leher tempat pria itu mencekiknya.
"Ah aku benci melihatmu terluka seperti ini. Tapi kamu sulit diatur Reina sayang." ucap pria itu menyuntikan sesuatu pada lehernnya. Perlahan rasa ngantuk menghinggapinya, saat itu ia sadar pria itu sudah menyuntikkan obat tidur padannya. Pria itu memeluk tubuhku yang sudah lemas dan perlahan kesadaranku menghilang.
Reina terbangun di sebuah ruangan serba putih, tubuhnya terasa begitu ringan. Saat ia sadar disekitarnya tidak ada siapapun selain dirinya. Sebenarnya ia ada berada dimana, Reina hanya ingat beberapa saat lalu pria gila itu menyuntikkan obat tidur padannya. Pria itu benar-benar gila dan sekarang ia salah sudah membuat pria itu marah.
"Akhirnya kamu sadar juga Reina." ucap seseorang wanita dengan wajah Reina. Ia terkejut dengan wanita dihadapannya saat ini.
"Kamu Reina yang asli?"
"Kita dua Reina yang sama hanya saja jiwa kita terbelah saat sebuah kecelakaan yang membuatmu terguncang. Reina dunia ini bukan novel. Nico yang kamu temui berbeda dengan novel yang kamu baca. Semua orang yang disekitarmu asli dan kehidupannya sangat berbeda dengan cerita. Banyak hal yang perlu kamu cari. Terutama mengenai Nico, sejak dulu aku bingung dengan pria itu. Sikapnnya berbeda saat pertama kami bertemu. Pria itu berubah setelah bertemu dengan Rose. Tapi pria itu tidak memperlakukan buruk juga Reina. Dia tidak sepenuhnya memerahiku kalau aku marah dengan sikap Rose. Seakan setiap perkataanya memiliki dua makna yang berlawan."
"Aku tidak peduli tentang itu semua, satu hal yang pasti Nico sangat berbahaya untukku." ucap Reina pada jiwa lainnya. Sedangkan lawan bicarannya hanya menggelengkan kepalannya.
"Percayalah, Nico tidak jahat Reina. Maaf waktuku tidak banyak lagi. Mulai saat ini semua masa depanmu ditentukan oleh tindakanmu. Kamu harus bisa menentukan mana teman dan mana musuhmu. Hidupmu tidak akan lagi mudah setelah ini." jelas wanita itu sebelum menghilang begitu saja dari hadapan Reina. Bersamaan itu sebuah cahaya menyilaukan membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas.
"Akhirnya kamu bangun juga." ucap seorang pria yang duduk di samping Reina. Lebih tepatnya mereka berdua berada di tempat tidur yang sama dengan pria duduk sambil menyandar pada sandaran. Reina yang masih memahami situasinya dan tak lupa rasa pusing yang menghinggapinya. Rasannya dia benar-benar kesal dengan tindakan pria gila itu.
"Apa kamu masih merasa pusing? " tanya pria itu dengan lembut mengelus rambut Reina yang langsung ditepis oleh wanita itu. Dia bangun dari tidurnnya dan menatap tajam pada lawan bicarannya. Dia langsung mengecek tubuhnya. Beruntungnya ia masih menggunakan baju tidur. sejak kapan ia pakai tidur, Reina menatap tajam pada pria di depannya yang menatapnnya dengan santai seakan tindakannya tidak ada yang salah.
"Tenang aku tidak melakukan apapun padamu sebelum menikah. Selain itu bajumu di ganti oleh pekerja di kediaman ini. Tapi aku tidak bisa berjanji kalau kamu terus menolakku. Mungkin aku tidak bisa lagi menahan untuk melakukan itu padamu." peringatan pria itu pada Reina. Wajahnya mendekati wanita di depannya sebuah kecupan mendarat pada pipi Reina.
"KAMU GILA."
"YA AKU GILA KARENAMU REINA."