Menurut Kalian apa itu Cinta? apakah kasih sayang antara manusia? atau suatu perasaan yang sangat besar sehingga tidak bisa di ucapkan dengan kata-kata?.
Tapi menurut "Dia" Cinta itu suatu perasaan yang berjalan searah dengan Logika, karena tidak semua cinta harus di tunjukan dengan kata-kata, tetapi dengan Menatap teduh Matanya, Memegang tangannya dan bertindak sesuai dengan makna cinta sesungguh nya yang berjalan ke arah yang benar dan Realistis, karena menurutnya Jika kamu mencinta kekasih mu maka "jagalah dia seperti harta berharga, lindungi dia bukan merusaknya".
maka di Novel akan menceritakan bagaimana "Dia" akan membuktikan apa itu cinta versi dirinya, yang di kemas dalam diam penuh plot twist.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNFLWR17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alena di culik.
setalah insiden tadi, Jevan malah asik berjalan sambil memakan permen kapas seperti anak kecil.
Mereka semua sampai di wahana yang terlihat menguji pertahanan jantung: Kora-kora.
Alena yang melihat wahana tersebut seketika berkeringat dingin karena dia sangat takut ketinggian.
"Kalian mau naik?" tanya Nadia yang menatap mereka satu per satu.
"Naik dong," kata Dewi yang terlihat paling bersemangat.
"Btw, gue enggak naik, ya, soalnya gue takut ketinggian," ujar Alena sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Terus, Lo gimana? Jangan bilang Lo juga enggak mau naik?" Dewi menunjuk ke arah Jevan yang masih sibuk dengan permen kapas yang tinggal setengah.
"Iya, enggak naik, Gue mau habiskan ini dulu. Kalau gue titip ke Alena, takutnya dia khilaf nantinya," jelas Jevan yang masih belum berhenti makan permen kapasnya.
Alena yang tersinggung, langsung memberikan bombastic side eye.
Hei, Alena sangat tidak suka manis-manis, tahu!
"Dih, bilang saja Lo takut," ujar Dewi dengan nada menantang.
"Enggak, tuh," balas Jevan tidak terima.
"Ah, masa sih? Ngaku saja, deh." Dewi masih menantang Jevan.
"Astaga, Lo kira gue laki-laki apaan?"
"Makanya gue tantang Lo naik wahana ini," ujar Dewi dengan senyum miringnya.
"Oke, gue naik demi harga diri, nih, Bos! Enggak bisa harga diri gue diinjak-injak sama perempuan," ucapnya menggebu-gebu, menerima tantangan Dewi.
"Nah, gitu dong." Kini Dewi berhasil menjebak Jevan sebagai balas dendam karena tadi Jevan sudah membuatnya malu.
Nadia di samping Jevan menatap ke arah Jevan dengan panik, lalu dia beralih menatap ke arah Alena.
"Jev, Lo yakin?" tanya Nadia.
"Gue yakin. Tenang saja, ya," Jevan langsung menepuk kepala Nadia dengan lembut sambil tersenyum.
"Oke," balas Nadia sambil membalas senyumnya.
Dewi dan Kenzo hanya menatap drama di depan mereka.
"Oke, giliran kita," ucap Kenzo menyadarkan mereka.
"Nih, gue titip. Awas, ya, Lo habisin!" Jevan memberikan permen kapasnya yang tinggal sedikit kepada Alena yang langsung mengambilnya.
Mereka pun naik ke atas untuk menikmati wahana berbentuk kapal itu.
Jevan berjalan duluan, disusul Nadia, Kenzo, dan Dewi dari belakang.
Mereka berempat duduk di satu barisan, yang kebetulan paling belakang.
"Ini gue bisa turun dengan selamat, ya?" ucap Jevan dalam hati.
Nadia dan Dewi duduk di tengah antara Jevan dan Kenzo.
Kora-kora mulai bergerak pelan. Alena di bawah sana melihat dengan ngeri keadaan Jevan yang terlihat sudah pucat duluan.
Kedua perempuan di atas sana sedang berteriak kesenangan, sedangkan dua cowok di samping mereka: satu terlihat tenang dan satu lagi sudah menutup mata erat-erat, dengan tangan memegang erat besi pengaman di depan perut, dan sudah berkeringat dingin.
Dewi yang tidak sengaja melihat ke arah Jevan langsung tertawa mengejek.
Oh, lihatlah penampilan Jevan sekarang. Dewi ingat, setelah turun dari wahana ini, dia akan mengejek Jevan habis-habisan.
Pergerakan wahana kora-kora sudah bergerak sangat cepat dan mulai tinggi.
Bagi Jevan, rasanya seperti jiwanya sudah ikut terlempar keluar.
Alena semakin merinding mendengar teriakan pengunjung yang sedang menikmati wahana itu.
Tiba-tiba Alena merasa kebelet buang air kecil.
"Aduh, malah kebelet lagi," ucap Alena yang sudah berdiri tidak tenang sambil melihat ke sana kemari.
Akhirnya dia berjalan ke sembarang arah untuk mencari toilet umum.
Alena melihat bapak-bapak dengan hoodie abu-abunya sedang berdiri sambil menikmati sebatang rokok.
"Permisi, Om, numpang tanya, toilet umum dekat sini di mana, ya?" tanya Alena sopan. Om-om tersebut melihat Alena dan langsung menunjuk ke arah toilet umum yang ternyata sudah dekat dari posisi Alena saat ini.
"Oh, terima kasih, Om." Setelah mengucapkan terima kasih, Alena langsung pergi ke arah toilet yang ditunjuk bapak tadi.
Saat sampai di depan pintu toilet, Alena baru sadar bahwa permen kapas Jevan ini, haruskah dia membuangnya? Ah, sebaiknya dia memakannya dengan paksa. Kalau dibuang, kan mubazir.
"Ukh, manisnya!" ucap Alena yang memakan permen kapas milik Jevan sampai habis, hanya dua kali suap.
Alena langsung masuk ke dalam toilet.
Beberapa menit kemudian, Alena pun keluar dari toilet. Saat dia sedang merapikan crossbody bag-nya dan hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba seseorang menutup hidung dan mulut Alena menggunakan kain yang sudah diberi obat bius hirup. Alena meronta, tetapi tangannya ditahan erat. Tidak lama, Alena merasakan pusing yang luar biasa, pandangannya mulai kabur (blur), dan dia pingsan.
"Oke, target pingsan," ucap sang pelaku melalui earpiece ala FBI di balik hoodie-nya.
Setelah itu dia langsung mengangkat Alena dengan gaya bridal style (gaya menggendong pengantin). Dengan cepat dia berjalan ke arah mobil jenis Alphard hitam dan langsung melaju pergi.
Seseorang yang sedari tadi melihat kejadian itu langsung panik. Dia langsung menghubungi tuannya, tetapi tidak diangkat.
"Aduh, gawat! Bisa mati gue kalau Tuan Muda tahu kalau kekasihnya diculik." Dia masih sibuk menghubungi Tuan Mudanya itu.
Sementara itu, di mobil yang menculik Alena, crossbody bag Alena bergetar tanda panggilan masuk.
Pria yang tadi menculik Alena langsung mengambil crossbody bag Alena dan membukanya. Terlihat ada dua ponsel dan salah satunya sedang bergetar.
Pria itu langsung mengambil ponsel tersebut, membuka kaca mobil, lalu membuangnya. Sementara itu, ponsel yang satunya dimatikan total lalu dibuangnya ke kursi belakang.
Kembali ke empat orang yang baru saja turun dari wahana kora-kora.
"BUAAAHAHAHAHA"
Tawa Dewi pecah melihat Jevan yang saat melangkah keluar dari Kora-kora langsung meluruh seperti jeli. Saat turun, Jevan langsung mengambil kantong plastik sembarangan dan muntah sejadi-jadinya.
Nadia yang melihat itu hanya menggelengkan kepala sambil menahan tawa.
Dia langsung berjalan ke arah Jevan dan menepuk pelan punggungnya.
"Btw, Alena di mana?" tanya Dewi yang sadar bahwa wujud Alena tidak terlihat.
Jevan yang sedang minum langsung menyemburkan air ke Kenzo karena baru sadar juga bahwa dia tidak melihat Alena.
Kenzo yang tiba-tiba terkena air dari mulut Jevan langsung menutup mata dan mengelap wajahnya menggunakan hoodie yang sedang dia pakai.
"Ih, Jevan, Lo jorok banget!" ujar Dewi yang geli melihat tindakan tiba-tiba Jevan.
"Oh iya, Alena tidak ada." Nadia langsung mengedarkan pandangannya ke sana kemari.
"Mungkin ke toilet atau beli sesuatu kali," Kenzo mencoba untuk tidak berlebihan berpikir (overthinking).
"Ya sudah, kita tunggu beberapa menit. Siapa tahu Alena balik lagi ke sini."
Saran dari Nadia itu disetujui oleh mereka.
"Btw, coba telepon saja Alena," Nadia memberikan saran. Jevan yang mendengar itu langsung sibuk mencari ponselnya.
"Lah, ponsel gue di mana?" ujar Jevan sambil sibuk mencari ponselnya, di saku celana dan jaket kulitnya.
"Tunggu, gue tes telepon dulu." Dewi langsung menghubungi nomor Alena.
Dewi terus mencoba menghubungi nomor Alena, tetapi hanya menerima suara pemberitahuan bahwa nomor yang dituju sedang tidak aktif.
"Gawat, nomor Alena tidak aktif," kata Dewi dengan ekspresi panik, melihat ke tiga temannya itu.
"Aduh, mana permen kapas gue ada di dia lagi!" Setelah Jevan mengatakan hal itu, tiba-tiba satu pukulan mendarat di belakang kepalanya.
"Lo masih sempat-sempatnya, ya," kata Kenzo setelah memukul agak keras belakang kepala Jevan.
"Ya, maaf," ujar Jevan sambil mengusap area yang sempat dipukul Kenzo tadi.
Tapi Matanya melihat sekeliling, berupaya mencari keberadaan Alena di antara kerumunan pengunjung.