NovelToon NovelToon
Menguasai Petir Dari Hogwarts

Menguasai Petir Dari Hogwarts

Status: sedang berlangsung
Genre:Akademi Sihir / Fantasi / Slice of Life / Action
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Zikisri

Nama Ethan Cross dikenal di seluruh dunia sihir sebagai legenda hidup.

Profesor pelatihan taktis di Hogwarts, mantan juara Duel Sihir Internasional, dan penerima Medali Ksatria Merlin Kelas Satu — penyihir yang mampu mengendalikan petir hanya dengan satu gerakan tongkatnya.

Bagi para murid, ia bukan sekadar guru. Ethan adalah sosok yang menakutkan dan menginspirasi sekaligus, pria yang setiap tahun memimpin latihan perang di lapangan Hogwarts, mengajarkan arti kekuatan dan pengendalian diri.

Namun jauh sebelum menjadi legenda, Ethan hanyalah penyihir muda dari Godric’s Hollow yang ingin hidup damai di tengah dunia yang diliputi ketakutan. Hingga suatu malam, petir menjawab panggilannya — dan takdir pun mulai berputar.

“Aku tidak mencari pertempuran,” katanya menatap langit yang bergemuruh.

“Tapi jika harus bertarung… aku tidak akan kalah dari siapa pun.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zikisri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 11 – Hagrid

Udara pagi di halaman belakang Leaky Cauldron berbau logam dan debu sihir.

Embun belum sepenuhnya hilang, tapi Ethan sudah berdiri di tengah lingkaran bekas mantra, napasnya berat, keringat mengalir di pelipis.

“Impedimenta!" serunya.

Kilatan biru pucat menyambar, menabrak udara, membentuk dinding tak terlihat di hadapannya. Suara retakan kecil bergema saat energi sihir menstabilkan diri, lalu lenyap dalam keheningan.

Sudah hampir seribu kali ia mengulangi latihan ini.

Kini, penghalang sihir itu bisa ia bentuk dengan ketepatan hampir sempurna — di mana pun, kapan pun.

Ia mengatur densitasnya, bahkan menyesuaikan tingkat kelenturan lapisan sesuai kebutuhan.

“Deceleration Barrier,” gumamnya, menatap dinding tipis yang bergetar lembut.

Jika benda dilempar ke sana, kecepatannya akan melambat drastis. Jika diserang mantra, pantulannya bisa dikendalikan.

Dan di atas semua itu, Ethan telah menciptakan versi barunya sendiri — hasil dari ratusan jam eksperimen, pengamatan, dan kegigihan.

Ia menamainya: Heavy Shield Obstacle.

Sebuah perisai transparan selebar satu meter, berpusat pada ujung tongkatnya.

Tidak seperti penghalang statis, perisai ini bisa bergerak bersamanya — mengikuti setiap langkah, setiap ayunan tangan.

Ia bahkan bisa mengaktifkannya sesuka hati, atau menonaktifkannya sebelum durasinya berakhir.

“Fiuh…” Ethan menyeka keringat dari dahinya. “Cukup untuk hari ini.”

Ia menghela napas panjang, menatap langit yang perlahan berubah jingga.

“Kalau terus seperti ini, mungkin sebentar lagi aku bisa merapal Barrier Curse tanpa tongkat.”

Senyum kecil muncul di sudut bibirnya.

Ia mulai membereskan halaman latihan — menumpuk batu, memadamkan lilin latihan, menyapu debu sihir yang berpendar di udara.

Namun baru setengah jalan, retakan keras terdengar dari arah dinding belakang.

Krak!

Ethan menoleh cepat. Batu bata tua yang memisahkan halaman itu berguncang, terbelah perlahan. Dari celahnya memancar cahaya samar kekuningan, dan sesosok besar perlahan muncul dari baliknya.

Rambut hitam sebahu, janggut lebat menutupi sebagian besar wajahnya, dan mantel bulu besar yang tampak usang oleh perjalanan panjang.

Sosok itu hampir memenuhi seluruh lebar dinding.

Dan Ethan langsung mengenalinya.

“Tuan Hagrid,” sapanya dengan nada hangat. “Sudah lama tidak bertemu. Apa yang membuat Anda keluar dari Diagon Alley seperti itu?”

Raksasa separuh itu tertawa lebar, suaranya menggema berat seperti guruh di ruang sempit.

“Ah, Tuan Cross! Saya tadinya mau mengantar seorang penyihir kelahiran Muggle membeli perlengkapan sekolah. Tapi ternyata keluarganya bukan sepenuhnya Muggle—ayahnya seorang Squib! Jadi… yah, mereka tak butuh saya.”

Ethan menahan tawa kecil.

Hagrid selalu begitu: datang membawa cerita panjang bahkan sebelum ditanya.

“Benarkah?” sahutnya akhirnya, mencondongkan kepala. “Lalu, apa Anda akan kembali ke Hogwarts sekarang?”

“Haha, belum,” jawab Hagrid sambil mengusap perutnya yang besar. “Tadi pagi aku ke Diagon Alley, tapi karena tak jadi mengantar siapa pun, aku malah jalan-jalan ke Knockturn Alley. Eh, keluyuran sampai malam. Belum makan siang pula! Kupikir sekalian saja mampir makan dan minum di sini.”

Ethan tersenyum kecil. Ia sudah cukup mengenal kebiasaan Hagrid — jujur sampai ke detail paling sepele, termasuk soal perutnya sendiri.

Latihannya hari itu sudah selesai, jadi ia berjalan bersama Hagrid menuju pintu belakang Leaky Cauldron. Saat itulah matanya tertuju pada bungkusan besar di tangan Hagrid, dibalut kain kasar berwarna coklat tua.

“Hagrid, apa itu? Bungkusannya besar sekali,” tanyanya penasaran.

“Oh, ini?” Hagrid tertawa puas, matanya berbinar. “Hati naga! Dapat harga murah hari ini. Coba tebak, berapa satu ponnya? Tak akan kau temukan semurah ini di tempat lain, haha!”

Ethan hampir tersedak napasnya.

“Hati naga? Serius? Aku belum pernah melihatnya secara langsung. Boleh kulihat?”

“Tentu saja, temanku! Tidak masalah sama sekali.”

Dengan antusias, Hagrid membuka bungkusan itu.

Di dalamnya terbaring sepotong besar organ berwarna merah tua mengilap, urat-urat sihir masih berdenyut samar.

Bau logam panas bercampur darah segar langsung memenuhi udara.

“Wah…” Ethan menatap takjub. “Kelihatannya baru diambil. Mau digunakan untuk ramuan?”

“Haha! Tidak!” Hagrid tergelak, giginya besar dan putih kontras di balik janggut. “Aku mau membuatnya jadi pâté! Daging naga itu lezat kalau tahu cara memasaknya.”

Ethan menatapnya tidak percaya. “Ini… bisa dimakan?”

“Tentu bisa! Aku pernah makan daging naga beberapa kali,” kata Hagrid bangga. “Sekarang agak sulit dicari. Banyak orang takut menjualnya. Padahal rasanya luar biasa.”

Ethan menatap hati naga itu dalam-dalam.

Masih hangat. Masih terasa aliran sihir samar di dalam serat-seratnya.

Kalau mirip hati domba, mungkin tidak jauh beda... hanya lebih kuat rasa sihirnya.

“Sayang sekali kalau cuma dibuat pâté,” katanya akhirnya, senyum kecil terbit di bibirnya. “Bagaimana kalau aku yang masak? Aku punya resep tumis daun bawang yang pas untuk daging seperti ini.”

“Kau baru sebelas tahun, kan? Bisa masak?” Hagrid menatapnya lebar-lebar, seolah mendengar hal mustahil.

Tom, yang baru muncul dari balik bar, langsung tertawa keras.

"Jangan remehkan anak itu, Hagrid. Masakan Ethan luar biasa. Aku sudah makan hasil tangannya hampir setiap hari setengah bulan ini! Kalau dia nulis buku masak ajaib, aku yakin bakal jadi bestseller!”

Ethan tertawa kecil. Sejak tinggal di Leaky Cauldron, ia memang tak perlu membayar makanan — asalkan ia bersedia memasak untuk Tom.

Ia bahkan sempat membaca buku masak sihir milik pemilik bar itu. Isinya bukan sekadar resep, tapi kombinasi antara kuliner dan sihir rumah tangga:

“Stirring Charm” untuk mengaduk otomatis,

“Culinary Cutter Charm” untuk memotong bahan dengan presisi,

dan “Time Heat Spell" untuk mengatur suhu masak sempurna.

Tapi efeknya kadang… tak terduga.

“Kalau begitu, silakan saja, Ethan,” kata Hagrid sambil mengangkat bahu. “Aku tak keberatan. Toh cuma barang murah.”

Ethan membawa potongan hati naga itu ke dapur.

Begitu disentuh lebih lama, ia bisa merasakan kehangatan samar — energi magis yang tersisa dari makhluk asalnya.

Bau logam bercampur dengan aroma darah dan belerang tipis.

Ia mencuci dan merendam potongan itu dengan campuran kecap asin, jahe parut, sedikit cooking wine, dan irisan daun bawang dari pot kecil di jendela kamarnya.

Wajan logam hitam mulai memanas di atas nyala biru. Saat potongan hati naga menyentuh permukaan panas, suara “cessss!" yang tajam memenuhi dapur, diikuti aroma gurih menggoda yang menyeruak.

Tak lama kemudian, dua kepala besar muncul di ambang pintu — Tom dan Hagrid, hidung mereka bergerak serempak mencium aroma itu.

“By Merlin…” gumam Tom.

“Bau ini— luar biasa!” seru Hagrid dengan mata berbinar.

Beberapa menit kemudian, hidangan itu tersaji di atas meja kayu tua:

tumis hati naga dengan daun bawang dan saus gelap berkilau.

Hagrid mengambil sendok besar, mencicipinya tanpa ragu.

Begitu potongan pertama masuk ke mulutnya, wajahnya langsung berbinar seperti anak kecil yang menemukan emas.

“Janggut Merlin! Ini… luar biasa!” serunya dengan mulut penuh. “Kau penyihir jenius, Nak!”

Ethan tersenyum kecil dan ikut mencicipi.

Rasanya padat, kenyal, dengan sedikit rasa logam yang hangat di tenggorokan — seperti sisa kekuatan naga yang belum sepenuhnya padam.

Tom menepuk bahu Ethan sambil tertawa puas.

“Kalau kau buka restoran ajaib suatu hari nanti, aku akan jadi pelanggan pertamamu!”

Tawa mereka bertiga bergema di ruang makan kecil itu, bercampur aroma masakan naga dan cahaya lilin hangat.

Dan untuk pertama kalinya sejak terobsesi pada mantra dan pertahanan diri, Ethan menyadari sesuatu — bahwa kekuatan sejati bukan hanya dari sihir, tapi dari kehangatan sederhana yang membuat dunia terasa hidup.

Malam itu, Leaky Cauldron terasa lebih hangat daripada biasanya.

To be continued…

1
Mike Shrye❀∂я
wiiih tulisan nya rapi..... semangat
Zikisri: makasih atas penyemangat nya kk🤭
total 1 replies
Opety Quot's
di tunggu chapter selanjutnya thor
Sertia
Mantap/Good/ lanjutkan
Iqsan Maulana
lumayan bagus ni😁
Iqsan Maulana
next Thor
Hani Andini
next..
king_s1mbaaa s1mbaa
tambahin chapter nya thor...
Reyhan Ramdhan
lanjut thor👍
Zikisri: siap💪
total 1 replies
Reyhan Ramdhan
Bagus, Sangat Rekomen/Good/
Zikisri: thanks 👍
total 1 replies
I Fine
lebih banyak chapter nya thor/Shy/
I Fine
next chapter nya thor💪
Zikisri: Oke 👍
total 1 replies
Niat Pemulihan
nice
Evan Setyawan
Lanjutannya thor👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!