Setting Latar 1970
Demi menebus hutang ayahnya, Asha menikah dengan putra kedua Juragan Karto, Adam. Pria yang hanya pernah sekali dua kali dia lihat.
Ia berharap cinta bisa tumbuh setelah akad, tapi harapan itu hancur saat tahu hati Adam telah dimiliki Juwita — kakak iparnya sendiri.
Di rumah itu, cinta dalam hati bersembunyi di balik sopan santun keluarga.
Asha ingin mempertahankan pernikahannya, sementara Juwita tampak seperti ingin menjadi ratu satu-satunya dikediaman itu.
Saat cinta dan harga diri dipertaruhkan, siapa yang akan tersisa tanpa luka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Untuk? 11
"Dam, apa semua sudah siap. Buku mu tidak ketinggalan kan?" pekik Juwita dari luar kamar. Saat ini Adam dan Asha masih di kamar, tapi entah mengapa Juwita berteriak seperti itu. Wanita itu benar-benar menganggap semua bagian kediaman ini sebagai miliknya.
Awalnya Asha berharap jika hubungan mereka bisa menjadi dekat dan baik, tapi entah mengapa dia tiba-tiba ragu akan hal itu.
"Tuh dicari sama cintamu. Kamu kok tidak menjawabnya, Mas?"
Asha mencibir Adam, sambil melipat kedua tangannya dan berdiri di sisi lemari, ia menyaksikan Adam yang tengah memakai baju.
"Apa kamu tidak malu melihatku pakai baju begini?" sahut Adam. Dia bukannya menanggapi perkataan Asha tentang Juwita, tapi malah membahas hal lain. Sedari tadi Asha terus melihat gerak-gerik Adam, dan jujur, Adam merasa sedikit terganggu dengan hal itu.
Selama ini Adam tidak pernah hidup dekat dengan wanita selain Juwita dan ibunya. Bahkan Juwita dan Sugiyanti tidak seintens ini terhadap nya. Sehingga kehadiran Asha benar-benar hal baru bagi Adam.
"Kenapa memangnya? Apa ada salah? Kita ini kan suami istri. Jangankan cuma melihatmu memakai baju, melihatmu telanjang pun seharusnya tak jadi masalah," ucap Asha dengan entengnya.
Mata Adam membulat sempurna. Dia tidak menyangka bahwa kata-kata itu akan keluar dengan mudah dari mulut Asha. Ia semakin bingung ketika Asha mendekat dengan senyum yang menurutnya aneh.
"K-kamu, kamu mau apa hah!"
"Tidak mau apa-apa, hanya mau membantu suamiku mengancingkan baju yang tidak selesai-selesai dari tadi."
Tanpa mendapat izin dari Adam, Asha langsung meraih baju Adam. Dengan perlahan dia mulai satu persatu memasukkan kancing itu ke dalam lubangnya.
"Sudah?"
"Belum, ini belum masuk semua!"
Adam dan Asha saling berteriak. Keduanya seperti orang yang tengah bersitegang. Adam ingin segera menyudahi apa yang mereka lakukan ini karena terasa sangat canggung. Terlebih hembusan nafas Asha bisa dia rasakan tepat di dadanya. Sedangkan Asha dia jelas tak ingin melepaskan Adam begitu saja karena memang belun selesai.
"D-dam, apa masih juga belum siap?" tanya Juwita dari luar kamar lagi, hal itu membuat Asha mengerutkan alisnya. Namun sedetik kemudian dia menyeringai, di kepalanya muncul sebuah ide.
"Masss, jangan bergerak asal. Kan jadi susah masuk."
"Ish, kamunya yang sembarangan. Cepat, ayo selesaikan."
Di luar kamar, Juwita membungkam mulutnya sendri ketika mendengar suara Adam dan Asha dari dalam. Pikirannya sudah kemana-mana, dan dia menggelengkan kepalanya kuat seolah mengusir pikiran yang muncul itu.
"Anu, ka-kalau kalian sudah selesai. Segera ke ruang makan. Se-semua orang sudah menunggu."
tap tap tap
Asha tersenyum puas ketika mendengar suara langkah kaki Juwita yang menjauh dari kamar mereka. Meski masih sekedar dugaan, dia merasa Juwita ini memang sengaja bermain-main dengan Adam. Entah apa tujuannya tapi yang jelas, Juwita seperti tidak suka jika Adam berpindah hatinya.
"Meski aku belum tahu pasti, tapi firasat ku berkata demikian," gumam Asha lirih.
"Kamu ini bicara apa sih. Dari tadi senyum-senyum sendiri terus sekarang tiba-tiba ngomong sendiri,"sahut Adam. Dia sejak tadi merasa aneh dengan Asha.
"Haah bukan apa-apa. Aku hanya mikir kalau kamu ini terlalu bodoh, Mas."
"Berhenti, berhenti bilang kalau aku bodoh!"
Kali ini Adam benar-benar kesal. Dia lalu melenggang pergi keluar kamar meninggalkan Asha sendiri.
Bagi Asha itu tidak jadi masalah, tapi karena dia sedang ingin memastikan sesuatu, maka dia pun bergegas untuk menyusul Adam.
Tap!
"A-apa ini?"ucap Adam tergagap ketika Asha tiba-tiba menggenggam tangannya.
"Bergandengan. Bapak sama Ibu kan minta kita buat saling mengenal, jadi ayo saling bergandengan seperti ini setiap ada kesempatan,"jawab Asha dengan senyum.
Adam menggelengkan kepalanya pelan. Dia sungguh tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh wanita ini. Padahal saat malam pertama setelah mereka melakukan akad, Adam sudah mengatakan dengan jelas bahwa dia tidak bisa memberi Asha cinta.
Akan tetapi tindakan wanita ini seolah sedang berusaha untuk menuju ke arah sana.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku melakukan ini agar orang di rumah ini tidak khawatir. Aku tahu bahwa kamu tidak akan memberiku cinta, tapi paling tidak berikanlah aku muka sebagai istrimu."
Degh!
Adam tersentak ketika Asha bicara demikian. Dua hari menikah dengan Asha, memang mereka terlihat seperti orang asing. Mereka seolah hanya dua orang yang saling duduk bersama dan tidur bersama.
Mata orang yang melihat akan menganggap bahwa mereka ini tidak mengenal satu sama lain.
"Apa ada orang di rumah ini yang membicarakan mu?"
"Menurutmu?"
Pertanyaan Adam dijawab dengan pertanyaan juga oleh Asha. Orang yang ada di kediaman Darsuki ini bukan hanya sekedar keluarga inti, tapi ada pembantu, dan juga pekerja lain. Akan sangat mungkin jika ada yang bicara di belakang.
"Katakan padaku jika kamu mendengar ada orang yang membicarakan mu,"ucap Adam. Ia berhenti sejenak, dan menatap wajah Asha.
"Untuk apa? Kalau aku bilang padamu terus kamu mau apa? Kamu mau mengatakan bahwa hubungan kita harmonis sedangkan itu tidak benar. Fakta kamu menikah dengan ku tapi kamu masih dekat dengan Mbak Juwita saja sudah menimbulkan omongan."
Asha kembali berjalan membuat tangan Adam sedikit ketarik.
"Selamat pagi. Maaf semuanya, kami telat. Soalnya kami tadi ada urusan sebentar,"ucap Asha dengan sopan. Dia menarik kursinya sendiri dan duduk di sana.
Pun dengan Adam dia juga melakukan hal yang sama dengan Asha. Mata Adam masih menatap Asha, teringat ucapan istrinya tadi ketika perjalanan dari kemar menuju ke ruang makan.
"Ya sudah tidak apa-apa, ayo kita mulai makannya."
Juragan Karto berkata dengan santai. Dia tidak mempermasalahkan keterlambatan Asha dan Adam. Baginya itu bukan sebuah masalah yang besar.
Semua makan dengan tenang. Adam juga lebih fokus dengan makanannya dan tidak seperti sebelumnya yang sesekali melirik ke arah Juwita.
Sedangkan Juwita, ekspresi wajahnya tampak tidak senang. Asha yang menyadari itu tentu tidak peduli. Dia merasa bahwa Juwita tengah kesal sekarang ini. Itu membuat Asha menjadi mulai paham dengan jalan pikiran kakak iparnya itu.
"Oh iya Sha, bagaimana dua hari ini melakukan pekerjaanmu? Apa kamu merasa kesulitan?" tiba-tiba Juragan Karti membicarakan masalah pekerjaan pada waktu sarapan seperti ini.
"Alhamdulillah tidak ada masalah, Pak. Sampai sekarang saya belum mendapat kesulitan. Apa nanti saya boleh bertanya kepada Bapak kalau saya menemukan kesulitan itu?"
Juragan Karto tersenyum dan menganggukkan kepala, dia kemudian berkata, "Tentu saja, Nak. Tanya saja, tanya sebanyak yang kamu mau tanyakan."
"Baik Pak, terimakasih."
Asha sangat senang mendengar jawaban dari ayah mertuanya. Dia merasa benar-benar mendapat kepercayaan dan posisi yang bagus.
Namun kesenangan yang dirasakan itu tidak dirasakan oleh orang lain. Yang ada dia malah semakin merasa tidak senang dengan apa yang dilakukan oleh Asha.
"Jika hanya seperti itu saja, aku juga bisa,"ucapnya tanpa sadar.
TBC
Dam.. Asha ingin kamu menyadari rasamu dulu ya...
Goda terus Sha, kalian kan sudah sah suami istri