NovelToon NovelToon
Dibuang Mokondo Diambil Pria Kaya

Dibuang Mokondo Diambil Pria Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Anak Lelaki/Pria Miskin / Playboy
Popularitas:876
Nilai: 5
Nama Author: manda80

"Sella jatuh hati pada seorang pria yang tampak royal dan memesona. Namun, seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa kekayaan pria itu hanyalah kepalsuan. Andra, pria yang pernah dicintainya, ternyata tidak memiliki apa-apa selain penampilan. Dan yang lebih menyakitkan, dia yang akhirnya dibuang oleh Andra. Tapi, hidup Sella tidak berakhir di situ. Kemudian dirinya bertemu dengan Edo, seorang pria yang tidak hanya tampan dan baik hati, tapi juga memiliki kekayaan. Apakah Sella bisa move on dari luka hatinya dan menemukan cinta sejati dengan Edo?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon manda80, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lalu, Siapa?

Keadaan di dalam mobil Edo terasa tegang, tereduksi menjadi campuran antara deru mesin yang meraung kencang dan desahan napas panik Sella. Di jalan Tol Jagorawi yang sepi, mobil Edo melaju seperti proyektil, membelah malam. Kecepatan itu berbanding lurus dengan detak jantung Sella.

“Sella, tenangkan dirimu,” ujar Edo, meskipun tangannya mencengkeram kemudi seolah-olah ingin menghancurkannya. “Kita sudah tahu bahayanya. Panik hanya akan membuatmu lambat saat kita sampai di sana. Sekarang bagaimana cara meyakinkan Bibi Dinar dalam waktu sepuluh detik bahwa dia harus memberikan kunci itu kepadamu?”

Sella menggeleng. “Aku tidak tahu. Hubungan kami benar-benar putus setelah masalah Andra. Dia malu. Aku membuatnya merasa bertanggung jawab atas aib ini, padahal dia tidak tahu apa-apa. Dia tidak akan percaya padaku lagi.”

“Tapi Hartono tahu tentang janji uang tebusan Andra padanya, kan? Hartono akan memanfaatkan itu,” desak Edo, memutar kemudi untuk menghindari truk besar di depannya. “Hartono akan datang dengan dokumen hukum palsu atau tawaran uang tunai yang meyakinkan Dinar bahwa dia hanya menyerahkan kunci yang seharusnya memang milik perusahaan. Hartono adalah seorang profesional manipulasi legal.”

Sella menoleh, matanya yang berkaca-kaca menatap fitur tegas Edo. “Dia akan bilang aku yang bersalah. Hartono akan menjadikan aku kambing hitam. Aku yakin Hartono punya informasi untuk meyakinkan Bibi Dinar bahwa aku memang terlibat penuh dalam kejahatan Andra. Dia akan membalikkan cerita!”

Edo mengangguk singkat, pandangannya lurus ke depan. “Itu rencananya. Maka, kau harus jujur. Kau harus menjelaskan padanya bahwa Andra bukan hanya menipu kau, tapi juga menipu dia. Katakan, Andra memperalatnya. Itu satu-satunya hal yang bisa membakar kemarahan Bibi Dinar dan membuatnya lebih memilih kau daripada uang Hartono.”

“Memang itu yang Andra lakukan! Dia memperalatku, memperalat Bibi Dinar, memperalat semua orang yang kami sayangi,” gumam Sella, menahan isakan. “Aku akan mengatakan yang sebenarnya. Tapi… Hartono, apakah dia sudah tahu di mana persisnya kunci itu disimpan oleh Bibi Dinar?”

“Tidak, sejauh ini tidak,” jawab Edo, mengetuk-ngetuk layar ponselnya. “Andra sangat pintar, dia hanya mengatakan kepada Hartono bahwa Dinar memegang ‘kunci akses rahasia’, tapi tidak pernah menyebut lokasi pastinya. Itulah mengapa kita masih punya peluang. Hartono harus menggali informasi itu langsung dari Dinar.”

“Dan bagaimana jika Hartono tidak hanya membawa pengacara? Bagaimana jika dia membawa orang-orang suruhan seperti saat Andra menyuruhku dulu?” tanya Sella, merujuk pada trauma lama.

“Tim Hartono yang diaktifkan ini adalah tim keamanan internal. Mereka adalah orang-orang terlatih untuk mengambil aset dengan paksa, jika perlu. Bukan preman jalanan,” jelas Edo, berusaha meredakan kekhawatiran Sella sambil tetap jujur. “Mereka tidak akan menyentuh Bibi Dinar, tapi mereka akan menahan, menginterogasi, dan membuat Dinar merasa sangat tidak nyaman sampai Dinar memberikan kuncinya.”

Sella menelan ludah. Itu terdengar jauh lebih menakutkan daripada dipukul.

“Tolong, Edo. Jangan biarkan Bibi Dinar menghadapi mereka sendirian,” pinta Sella, memohon.

Edo menggenggam tangannya lagi, sejenak mengalihkan pandangan. “Itulah tujuan kita, Sella. Aku sudah memberikan instruksi yang sangat spesifik kepada timku untuk tetap menjaga jarak dan hanya mengawasi gerakan Hartono dari kejauhan. Kita tidak boleh membiarkan timku terlibat secara langsung dalam perkelahian di depan rumah kerabatmu, karena itu hanya akan membuat Dinar menjadi saksi kejahatan kita sendiri. Kita harus tiba di sana dan menyelesaikan ini sebelum kekerasan itu terjadi.”

“Berapa lama lagi?” tanya Sella.

“Jika Hartono tidak menghadapi kemacetan, dia sudah sangat dekat dengan tujuan,” ujar Edo, fokus pada GPS di dasbor. “Aku memprediksi kita hanya punya sekitar sepuluh menit sebelum mereka mencapai daerah Puncak. Setelah itu, semuanya adalah perlombaan cepat.”

Sella mencoba mengingat detail terkecil. “Daerah itu cukup ramai, tapi rumah Bibi Dinar ada di jalur kecil. Itu akan menyulitkan mereka menyembunyikan aksi mereka dari tetangga.”

Tiba-tiba, ponsel Edo berdering, dan panggilan tersebut masuk dengan prioritas tinggi, ditandai dengan ikon merah pada layar. Edo langsung menjawabnya.

“Ya, ada apa? Status lokasi?” tanya Edo, suaranya kembali menjadi komandan yang kejam.

Ada keheningan singkat dari speaker, diikuti oleh suara teknis yang terdistorsi.

“Baiklah, tunggu. Jelaskan lagi. Hartono menggunakan unit itu?” Edo bertanya lagi, nadanya menegang. “Mereka sudah sampai di area kantor pos lama yang kau sebutkan, Sella. Mereka sudah sangat dekat. Dan Hartono... dia tidak mengirim unit hukum seperti yang kukira. Dia mengirim unit Operatif Delta.”

Sella menatap Edo, matanya membelalak ketakutan. “Apa itu Operatif Delta? Apa bedanya dengan tim hukum?”

“Mereka tidak bicara. Mereka mengambil,” jawab Edo dingin. “Tapi ini yang aneh. Timku baru saja memverifikasi visual di sekitar rumah Dinar, dari drone pengintai jarak jauh. Dan Bibi Dinar, Sella… dia tidak ada di rumahnya.”

Sella mencengkeram sabuk pengamannya. “Dia tidak ada? Lalu di mana dia? Apa Hartono sudah mendahului kita? Atau jangan-jangan dia berhasil melarikan diri?”

Edo memperlambat mobilnya sedikit saat mereka mendekati persimpangan kritis menuju jalur kecil yang Sella sebutkan. Wajahnya menunjukkan kebingungan yang nyata, sebuah emosi yang jarang terlihat. Ia sedang mencerna informasi yang baru saja diterima dari timnya.

“Tidak, Sella. Hartono belum mengambilnya. Bibi Dinar pergi sendiri, lima menit sebelum tim Hartono tiba. Pintu rumahnya terbuka. Timku mencoba menghubungi telepon rumah Dinar, tapi yang mengangkat… bukan suara wanita.”

“Lalu siapa? Siapa yang mengangkat teleponnya, Edo?” tanya Sella, air matanya kini menguap digantikan oleh horor yang dingin.

Edo menekan pedal gas untuk putaran terakhir. Mobilnya melompat di jalur yang berkelok-kelok. Edo tidak menatap Sella saat memberikan jawaban yang paling mengejutkan malam itu.

“Pria yang mengangkat telepon Bibi Dinar baru saja mengatakan kepada timku untuk berhenti mengganggu. Timku berhasil mengidentifikasi suaranya melalui perbandingan rekaman lama. Pria itu adalah…” Edo terdiam sesaat, seolah-olah nama itu sulit diucapkan. “Itu suara Andra, Sella. Mantan mokondomu itu.”

“Andra?” bisik Sella. Tubuhnya membeku total. Andra sudah kembali? Apakah dia kembali untuk mengambil kuncinya, atau untuk menolong Bibi Dinar?

“Tim Hartono sedang berada di depan pintu. Dan Andra, tampaknya dia sudah ada di dalam rumah itu, memegang kendali atas situasinya, sebelum kita atau Hartono tiba,” Edo berkata dengan nada mendesak. “Dan kita... kita hanya tinggal dua menit lagi dari perang.”

1
Titi Dewi Wati
Jgn percaya sepenuhx dgn laki2, kita sebagai perempuan harus berani tegas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!