NovelToon NovelToon
Teka-teki Forensik

Teka-teki Forensik

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi / Misteri
Popularitas:787
Nilai: 5
Nama Author: sintasina

Detektif Arthur dihantui oleh kecelakaan mengerikan yang merenggut ingatannya tentang masa lalunya, termasuk sosok seorang gadis yang selalu menghantuinya dalam mimpi. Kini, sebuah kasus baru membawanya pada Reyna, seorang analis forensik yang cerdas dan misterius. Semakin dalam Arthur menyelidiki kasus ini, semakin banyak ia menemukan kesamaan antara Reyna dan gadis dalam mimpinya. Apakah Reyna adalah kunci untuk mengungkap misteri masa lalunya? Atau, apakah masa lalu itu sendiri yang akan membawanya pada kebenaran yang kelam dan tak terduga? Dalam setiap petunjuk forensik, Arthur harus mengurai teka-teki rumit yang menghubungkan masa lalunya dengan kasus yang sedang dihadapinya, di mana kebenaran tersembunyi di balik teka-teki forensik yang mengancam kehidupan mereka keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sintasina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kalung Liontin

Setelah beberapa saat, Arthur perlahan bangun. Kepalanya masih terasa berdenyut, namun rasa sakitnya mulai mereda. Ia berdiri, tubuhnya masih terasa lemah, dan berjalan tertatih ke mejanya. Di atas meja yang berantakan, terletak sebuah kalung liontin kecil berwarna hijau tua, terbuat dari batu giok. Sentuhan jari-jarinya pada liontin itu memicu sebuah arus kenangan.

Cahaya matahari sore menerpa wajah mereka. Arthur dan Athena berjalan berdampingan di sebuah pameran makanan dan kerajinan tangan. Suasana ramai dan meriah mengelilingi mereka, namun Arthur hanya memusatkan perhatiannya pada sebuah toko kecil yang menjual berbagai macam perhiasan. Matanya tertuju pada sebuah liontin berwarna hijau muda, batu giok yang berkilauan indah di bawah cahaya matahari. Sungguh indah, pikirnya. Sangat cocok untuk Athena.

Athena, yang masih kecil, memperhatikan Arthur yang mengamati liontin tersebut. "Kau suka liontin itu?" tanyanya polos.

"Ya, aku suka…" Arthur menjawab, suaranya agak gemetar. "Liontin ini cantikkan?"

Athena hanya mengangguk. "Ya, itu cantik. Kamu mau membelinya?"

Arthur berpikir sesaat, tatapannya tertuju pada Athena, pada lehernya yang terlihat rapi. Ia mengambil liontin itu dan mendekati penjaga toko, membelinya tanpa banyak bicara. Beberapa saat kemudian, ia kembali ke samping Athena. "Pejamkan matamu sebentar…"

Athena bingung, namun menurut. Ia memejamkan matanya, sesekali tersenyum kecil ketika merasakan sesuatu dingin dan halus menyentuh lehernya.

"Sekarang buka matamu."

Athena membuka matanya. Liontin hijau muda itu kini melingkar di lehernya. Matanya membesar. "...Ini… ini untukku?"

Arthur mengangguk. Seketika, mata Athena berbinar. Ia langsung memeluk Arthur dengan polosnya. Pelukan yang tiba-tiba itu membuat wajah Arthur memerah. Ia gugup, namun perlahan tangannya terangkat, membalas pelukan itu.

Kenangan itu berakhir. Arthur kembali ke ruang kantornya, tangannya masih menggenggam erat liontin giok itu. Ia mencengkeramnya dengan sangat kuat, seakan-akan ingin mempertahankan kenangan itu agar tidak pernah hilang. Sebuah erangan tertahan lolos dari bibirnya. "Ah… kenapa aku seperti ini lagi…" gumamnya, suaranya penuh keputusasaan. Ia memukul kepalanya dengan pelan, mencoba mengusir bayangan-bayangan yang masih menghantuinya. Namun, kenangan itu terus berputar di benaknya, membuatnya semakin frustasi. Ia menarik napas panjang dan perlahan, mencoba untuk menenangkan dirinya.

Tiba-tiba, suara rintik hujan menembus keheningan kantor. Awalnya hanya suara yang halus, menemani keheningan yang menyelimuti ruangan. Namun perlahan, suara hujan itu semakin keras, menghujam telinganya seperti serangan yang terus-menerus. Tetesan hujan membentur jendela, menciptakan irama yang menganggu. Cahaya matahari sore yang sebelumnya masih tampak jelas, kini semakin redup, diganti oleh gelapnya awan hujan yang menyelimuti kota.

Kilatan petir menembus gelapnya awan, menciptakan cahaya yang tajam dan sementara. Seketika, ruangan terang benderang, menunjukkan betapa berantakannya meja kerja Arthur. Lalu, hanya dalam sekejap, gelap kembali menyelimuti ruangan, diikuti oleh guruh yang sangat keras. Bunyi guruh itu bergema di seluruh ruangan, bergetar hingga ke tulang sumsum Arthur. Hujan terus turun dengan derasnya, menciptakan suara deru yang menakutkan. Suasana di dalam kantor menjadi sangat menakutkan, menyerupai suasana di dalam mimpi buruknya tadi. Arthur merasa semakin takut, semakin tertekan. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya, namun rasa takut itu terus mengusik di dalam hatinya, mengingatkannya pada suara deru kereta api dan teriakan Athena. Ia memejamkan mata erat, mencoba untuk menghilangkan segala sesuatu, namun tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali menunggu hujan itu berhenti, menunggu kegelapan itu berlalu.

Arthur memutuskan untuk menyimpan liontin giok itu ke dalam laci mejanya. Ia membuka laci, menarik napas dalam-dalam, dan hendak memasukkan liontin itu ke dalam kotak perhiasan kecil yang sudah disiapkannya. Tiba-tiba, kilatan petir yang sangat terang menembus jendela, disusul oleh guruh yang sangat keras. Guntur itu begitu dahsyat, menghentak seluruh tubuhnya. Namun, di dalam pikirannya, bunyi guruh itu berubah menjadi suara kereta api yang menabrak sesuatu… suara yang sangat familiar dan mengerikan.

Dunia di sekitarnya berputar. Ia merasakan diri terlempar ke dalam sebuah dunia lain. Dunia yang dipenuhi dengan suara teriakan dan aroma darah. Ia berada di taman bermain itu lagi, di dekat rel kereta api. Namun, kali ini, segalanya berbeda. Kecelakaan itu terjadi lagi. Ia melihat semuanya dengan jelas, dengan kejelasan yang menyiksa. Ia melihat Athena, tubuh kecilnya berlumuran darah, tergeletak di dekat rel kereta.

Tanpa menunggu lama, Arthur berlari menuju Athena. Ia menjangkau tubuh kecil itu, memeluknya erat, tidak peduli jika darah itu mengenai pakaiannya, bahkan wajahnya. Nafasnya tidak terkendali, dada ia sesak. Dunia seakan runtuh. Ia berteriak keras, "Athena!!!"

Orang-orang berkumpul, semua panik. Seorang pria besar, ayah Athena, datang dan mengambil tubuh Athena dari pelukan Arthur. Ia berjalan pergi, membawa Athena yang lemas. Arthur ingin mengejar, namun ia melihat sesuatu di bawah kakinya. Ia menunduk, dan melihat liontin hijau muda, yang dulu pernah ia berikan kepada Athena di pameran itu, tergeletak di tanah, dekat dengan tubuh Athena. Ia mengambilnya, kemudian berlari mengejar ayah Athena. "Paman… paman… tunggu, paman tunggu aku!" teriaknya, namun ayah Athena terus berjalan, masuk ke dalam mobil dan mobil itu pergi.

Arthur berlutut di tanah, air mata mengalir di pipinya. Isakan terdengar dari bibirnya. "Athena… Athena… Athena…" Ia terus mengulang nama itu, nama yang menyiksanya. Seorang pria mendekati Arthur. Ayahnya. Ia mengangkat tubuh Arthur yang lemas ke dalam pelukannya, membawanya pergi dari tempat kejadian itu. Dalam perjalanan pulang, Arthur kecil meronta-ronta di dalam pelukan ayahnya.

"Ayah, kumohon… kumohon kejarlah Ayah Athena, aku ingin bertemu Athena!" pinta Arthur, suaranya terdengar putus-putus di antara isakannya. Tangisnya keras, layaknya anak kecil yang kehilangan sesuatu yang ia sayangi.

Ayah Arthur mengelus rambut anaknya dengan lembut, mencoba menenangkannya. "Arthur… tenanglah, nak. Tenangkan dirimu dulu… Athena pasti akan baik-baik saja."

"Bagaimana kalau dia tidak baik-baik saja?!" Arthur kecil membentak, wajahnya merah dan berlumuran air mata. Ia menolak untuk dilepaskan dari pelukan ayahnya, mencengkeram pakaian ayahnya dengan erat.

Ayah Arthur tidak mengatakan apa pun lagi. Ia lebih khawatir Arthur mengalami trauma berat akibat kejadian itu. Di tempat parkir mobil, tanpa banyak bicara, ayah Arthur langsung menggendong Arthur ke dalam mobil dan membawanya pulang. Dalam perjalanan, hanya tangis Arthur yang memecah keheningan. Sesampainya di rumah, ayah Arthur segera menghubungi terapis anak. Ia tahu Arthur membutuhkan bantuan profesional untuk mengatasi trauma yang baru saja dialaminya. Ia berharap terapi ini bisa membantu Arthur untuk sembuh, dan juga untuk menemukan damai di dalam hatinya.

Kenangan itu tiba-tiba kabur, seperti film yang tiba-tiba dimatikan. Arthur kembali ke masa kini. Ia berada di kantornya, hujan masih turun deras di luar, menciptakan suasana yang dingin dan menyeramkan. Namun, Arthur berkeringat banyak, tubuhnya bergetar, dan napasnya tidak terkendali. Ia merasakan sebuah rasa takut yang mendalam, sebuah rasa takut yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Dengan tangan yang gemetar, ia memasukkan liontin giok itu ke dalam laci mejanya. Lalu, dengan gerak yang kasar, ia mendorong laci itu dengan keras. Bunyi “duk!” yang nyaring gema di ruangan yang hening, pasti suaranya terdengar sampai ke luar ruangan.

1
Legato Bluesummers
Gak kepikiran sama sekali kalau cerita ini bakal sekeren ini!
Sâu trong em
Cerita yang menghanyutkan.
SugaredLamp 007
Gak bisa berhenti! Pagi siang malam cuma baca ini terus!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!