Lily tersipu malu. Dia teringat ketika Han memeluknya di kolam renang.
"Tubuh Han benar-benar atletis, aku bisa merasakan otot-ototnya yang keras", batin Lily sambil senyum-senyum sendiri dan wajahnya memerah.
"Arrghh.. apa yang kupikirkan! Han itu kan sepupuku. Jangan-jangan aku kelainan ya.. Haduh.." Lily mengeluhkan dirinya sendiri. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya.
"Come in." Lily mempersilakan masuk.
"Nona Lily. Makan siang sudah siap." ucap Tuan Ho dalam bahasa Mandarin.
"Okay." jawab Lily dengan riang.
Hari itu Lily makan siang sendirian. Nyonya Rose, Han dan Komandan Zeno tidak ada di rumah.
"Tuan Ho. Ibu kemana?" tanya Lily dalam bahasa Mandarin.
"Nyonya pergi urusan bisnis nona." jawab Tuan Ho santun.
"Apa? Bisnis lagi? Halahhh.. aku belum sempat belajar bahasa Jepang. Dia sudah pergi lagi." keluh Lily. Lily melirik ke arah Tuan Ho.
"Eh Tuan Ho, apa Anda.." pertanyaan Lily terpotong.
"Saya tidak bisa bahasa Jepang nona Lily. Maafkan saya." pangkas Tuan Ho cepat.
"Oh. Hahaha kau sudah tahu apa yang kupikirkan ya. Hebat sekali. Kau seperti cenayang." ucap Lily asal.
Tuan Ho hanya tersenyum. Dia sudah terbiasa dengan candaan, gaya bicara, sikap dan perilaku Lily.
"Tuan Ho. Saat bicara denganku menggunakan bahasa Korea saja ya. Jika tidak sering dilatih nanti bisa berkarat." terang Lily.
"Baik nona." jawab Tuan Ho yang langsung berbicara dengan bahasa Korea.
"Nona. Anda tidak pergi berlatih hari ini?" tanya Tuan Ho.
"Eh, Tuan Ho tahu? Padahal aku sudah susah payah menyelinap lho agar tidak ketahuan. Berati selama ini kau sudah tahu tapi diam saja ya?" ucap Lily memastikan.
"Seluruh orang di rumah juga sudah tahu." jawab Tuan Ho singkat, padat, dan membuat jengkel.
"Apaa?!" Lily berteriak karena terkejut dan langsung lemas. "Sepertinya aku memang tidak berbakat dalam hal menyelinap." ucap Lily yang kecewa dengan dirinya sendiri.
Tuan Ho yang melihat Lily memiliki potensi sebagai petarung menyarankan sebuah ide.
"Nona. Anda bisa menemui James. Dia bisa mengajarkan Anda bermain pedang atau senjata tajam lainnya." ucap Tuan Ho dengan santai.
"Benarkah? Wah. Tentu saja. Aku sangat ingin melakukannya. Jadi dimana aku bisa bertemu dengan James?" tanya Lily dengan semangat.
Tuan Ho pun mengantarkan Lily agar bisa berlatih pedang dengan James. Untuk pertama kalinya Lily menyusuri lorong bagian dalam rumah yang tembus ke halaman belakang. Sejak awal mula datang ke The Grey House, Lily sudah mengamati sebuah lorong panjang yang entah menuju kemana. Sebuah pintu berwarna putih dengan pemindai sidik jari di buka oleh Tuan Ho.
Lily terkejut karena halaman belakang rumah ini luas sekali. Meskipun tepiannya adalah jurang yang dibawahnya banyak batuan karang dengan ombak yang cukup ganas serta lautan yang dalam tapi Lily sangat terpesona dengan keindahannya. Tampak sebuah pagar dari susunan batu yang kokoh mengelilingi setengah halaman tersebut. Lily bisa melihat menara kastil yang tinggi menjulang mirip mercusuar itu.
"Angin nya cukup kencang disini", batin Lily.
Tuan Ho mengajak Lily untuk pergi ke halaman samping dimana banyak pohon bambu. Terdengar suara seperti sabetan pedang dari dalam hutan bambu ini. Terlihat James memakai baju kimono hitam sedang mengayuhkan sebuah pedang tajam katana ke batang-batang pohon bambu yang sudah disusun sedemikin rupa untuk latihan pedang James. Lily terkagum-kagum dengan kemampuan James.
"Pantas saja James sangat lincah saat Han menyerangnya di parkiran tempo hari," ucap Lily dalam hati.
James yang menyadari Tuan Ho dan Lily datang segera menyarungkan katananya. Dia membungkuk memberi hormat. Lily pun mengikutinya dengan sungkan karena hal ini tidak biasa baginya.
"Wah tidak biasanya nona Lily datang kemari. Apa karena kau dicampakkan kakak Han?" ledek James dengan bahasa Mandarin.
"Sembarangan bicara! Jika harus mencampakkan itu adalah aku!" jawab Lily sambil marah-marah.
James tertawa melihat Lily yang langsung emosi, Tuan Ho hanya tersenyum saja.
"Jadi apa yang membawa kalian kemari?" tanya James serius.
"Nona Lily sepertinya tertarik untuk belajar ilmu pedang, bisakah kau mengajarinya James?" pinta Tuan Ho dengan sopan.
James melihat raut wajah Tuan Ho yang menatapnya dengan tajam. Dia pun tak berani menolaknya.
"Oh tentu saja. Apapun untuk Nona Lily." jawab James sembari membungkuk dengan gaya ala princess.
Lily pun merasa senang. Dia tak sabar memulai latihannya.
"Jadi apa yang harus kulakukan?" ucap Lily sambil melompat-lompat kegirangan.
"Pertama. Jangan melompat-lompat seperti kangguru." tegas James dengan serius. Lily tertegun dengan ucapan James. Segera dia berdiri dengan sikap sigap sempurna.
"Yang kedua ikut aku. Kita akan ke Dojo." ucap James sembari mengajak Lily dan Tuan Ho ke sebuah pondok yang terbuat dari papan kayu.
Dojo itu terlihat sangat bersih. Ada dua orang lelaki disana yang sedang merapikan tempat itu. Mereka membungkuk hormat, Lily pun balas memberi hormat. James memasuki ruangan itu dengan sopan. Dia melepas sandal kayunya dan hanya memakai kaos kaki. Lily pun ikut-ikutan hanya saja Lily tidak pakai kaos kaki.
"Wah ini benar-benar hal baru. Sepertinya akan seru." ucap Lily dalam hati.
Lily sibuk mengamati dalam Dojo itu dengan terkagum-kagum. Banyak tulisan Jepang disana yang Lily tidak tahu apa artinya. Ada beberapa pedang samurai dan juga tongkat kayu panjang seukuran pedang. James kembali bicara dengan bahasa Mandarin.
"Baik. Yang ketiga. Duduk bersimpuh." ucap James serius.
"He?" Lily bingung. Dia pun mengikuti apa yang James katakan.
"Lalu?" tanya Lily bingung.
"Diam. Jangan banyak bicara. Hal utama belajar ilmu pedang itu adalah kesabaran, pikiran yang jernih, dan fokus." terang James.
Lily kagum dengan ucapan James. Dia terdengar seperti instruktur profesional.
"Ternyata James yang bersifat kekanakan bisa sekeren ini." batin Lily.
James pun meninggalkan Lily. Tuan Ho duduk di kursi meja kayu yang ada di Dojo itu.
Salah seorang yang tadi sedang membersihkan Dojo itu datang membawa teko dari tanah liat dan cangkir kepada Tuan Ho. Dia menuangkan teh hijau kepada Tuan Ho.
"Sepertinya Tuan Ho sangat dihormati disini." batin Lily.
"Jangan melirik-lirik. Fokus. Kosongkan pikiran." tegas James.
Lily pun segera memfokuskan latihannya lagi. Tak terasa sudah sejam Lily duduk dan mulai kesemutan. Dia mulai bergoyang-goyang. James meledeknya.
"Kenapa? Sudah kesemutan ya?" tanya James. Lily hanya menggangguk sambil menahan nyeri di kakinya.
"Okay latihan hari ini cukup." ucap James santai.
Lily begitu lega. Saat dia akan berdiri kesemutannya makin menjadi. Dia mengeluh sambil gulung-gulung memegang kakinya di lantai Dojo tersebut. James dan Tuan Ho hanya terkekeh melihat sikap Lily yang lucu.
"Dasar amatir." ucap James mengejek. Lily hanya melirik dengan sebal.
"Awas kau ya. Kalau aku sudah ahli nanti, akan ku tebas kepalamu." batin Lily dengan kesal.
Lily pun kembali ke The Grey House dengan Tuan Ho. Dia melihat Han duduk di ruang tamu sambil memegang buku. Han berbicara dengannya menggunakan bahasa Mandarin.
"Kau dari mana?" tanya Han dengan tatapan tajam.
"Pergi kencan dengan James." ucap Lily dengan manja.
Dia sengaja mengatakan itu untuk membuat Han kesal. Entah kenapa melihat Han sebal membuat Lily bahagia. Han hanya terdiam. Dia menutup buku yang dibacanya dan segera pergi ke lantai atas. Lily menyeringai, dia sangat puas bisa mempermainkan Han. Tuan Ho hanya menghela nafas melihat Lily mengerjai Han. Tak lama Tuan Ho mohon diri untuk kembali menyelesaikan perkerjaan yang tertunda.
Lily berdiri di depan tangga. Dia jadi teringat kata Nyonya Rose soal kamarnya yang ada di lantai 2. Lily penasaran seperti apa kamarnya itu karena dia tak ingat sama sekali seperti apa rupanya. Lily dengan ragu menaiki tangga, ini pertama kalinya dia naik ke atas. Sesampainya diatas dilihatnya sebuah lorong yang sangat panjang mirip lorong di hotel dengan beberapa pintu di kanan kirinya.
Lily menyusuri lorong itu dengan berjalan perlahan. Sebuah pintu bertuliskan Han.
"Ooo jadi disini kamar Han." batin Lily.
Tapi Lily mengabaikannya. Dia melihat sebuah pintu lagi dan bertuliskan Lily. Lily terkejut ada namanya di pintu itu. Dia pun mencoba membuka pintu itu yang ternyata tidak terkunci.
Ruangan itu sangat gelap jadi dia mencari saklar dan menyalakannya. Saat lampu menyala dia begitu terpesona dengan ruangan itu. Sebuah kamar yang begitu luas. Hampir semua warna dominan abu-abu dan putih.
Ada kamar mandi dalam dengan jakuzi dan ruang pijat.
"Wah mewah sekali" batin Lily.
Sebuah kasur besar berukuran 200x200 yang super empuk. Ada balkon juga yang menghadap langsung ke pantai. Dari jendela itu dia bisa melihat pantai yang biasa dia berlatih dengan Drake. Lily merasa kamar ini begitu hebat.
Dia mencoba masuk ke ruangan lain dalam kamar itu. Ada ruangan khusus untuk berganti pakaian yang bisa dibilang malah seperti almari yang super besar. Ada beberapa baju, sepatu, tas, topi, sandal dan produk fashion lainnya dari berbagai model dan warna.
"Wah ini merk-merk ternama" kagum Lily.
Lily mengetahuinya ketika dia pergi berbelanja dengan James kemarin dan Lily melihat beberapa toko yang menjual berbagai barang-barang mewah.
Lily mencoba sepasang sepatu hak tinggi yang mengkilat seperti ada taburan berlian di sekelilingnya.
"Eh ukurannya pas." batin Lily.
Dia tak ingat sama sekali pernah membeli barang-barang ini.
"Hemm ternyata seleraku bagus juga." batin Lily dengan bangga akan dirinya. Dipakainya sepatu itu.
Lily keluar dari ruangan yang seperti almari tersebut. Ada sebuah meja kerja kecil dan sebuah foto di atasnya. Lily mengambil foto itu dan dilihatnya dengan seksama.
"Wajahnya seperti ku kenal. Eh ini Han. Han saat masih kecil dan seorang gadis." ucap Lily lirih.
Gadis kecil itu mengenakan dress berwarna putih, rambut sebahu berwarna putih dengan wajah cuek yang cantik dan poni lurus diatas alis. Lily penasaran siapa gadis kecil itu.
Tiba-tiba Han masuk ke kamar. Lily terkejut dengan kedatangannya. Han melihat Lily memegang sebuah foto dirinya bersama Lily anak kandung Komandan Zeno dan Nyonya Rose. Han langsung mengambilnya dan memarahi Lily dengan bahasa Indonesia.
"Apa yang kau lakukan di kamar ini?" bentak Han.
"Kenapa? Ini kan kamarku. Ada namaku di depan pintu itu." jawab Lily membela.
"Itu siapa? Gadis kecil yang ada difoto itu?" tanya Lily penasaran.
"Bukan urusanmu." jawab Han ketus.
Han melihat Lily memakai sepatu yang bukan miliknya. Segera Han menarik tangan Lily dan mendorongnya ke atas kasur hingga Lily jatuh terlentang. Lily segera bangun. Han dengan sigap melepaskan kedua sepatu itu dengan marah.
"Jangan sentuh apapun yang ada di ruangan ini. Ini bukan milikmu!" ucap Han dengan tegas.
Lily merasa Han sudah kelewatan. Bagaimana bisa semua yang ada di kamar ini bukan miliknya? Padahal jelas-jelas di pintu kamar itu tertulis namanya, batin Lily kesal tak habis pikir dengan sikap Han. Lily yang tidak terima berusaha mengambil sepatu yang menurutnya itu miliknya. Han tidak terima, dia menampar Lily dengan sangat keras hingga Lily terjatuh dan berdarah di bibir tipisnya.
Lily menatap Han dengan penuh kebencian dan kecewa. Lily segera bangun dan pergi meninggalkan Han dari kamar itu. Lily menangis seraya berlari menuruni tangga dengan bertelanjang kaki. Lily sakit hati dengan sikap Han. Han menyadari bahwa tidak seharusnya dia bersikap demikian. Tapi entah kenapa dia tidak terima barang-barang milik Lily, wanita yang dulu pernah dicintainya dipakai oleh gadis lain yang mengaku sebagai dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 502 Episodes
Comments
clover
menampar tanpa sound effect "plakk" kaya ada yang kurang uyy
2023-07-15
1
clover
gue yang 200×160 aja betah guling guling seharian apalagi yang 200×200
2023-07-15
0
Faris Maulana
lum ape2 jak la kdrt...
2023-01-05
0