"Ada yang punya tissue?" tanya pak Hamdi pada penghuni kelas.
Dengan inisiatif tingkat tinggi Rima bergegas merogoh kantong tas nya dan mengambil sebungkus tissue, lalu menyerahkan kepada pak Hamdi.
Pak Hamdi memberikan plastik tissue kepada Wanda, Erika dan Chika secara bergantian.
"Hapus air mata kalian. sekarang pulang...! ajak orangtua kalian kesini. ingat...! bapak hanya menunggu maksimal sampai jam 1 siang. selebihnya kalian tahu konsekuensinya." Kembali pak Hamdi menekankan.
Tiga serangkai bangkit dari duduknya, hendak pamit kepada pak Hamdi. pak Hamdi menundukan pandangannya dan menjentikan jarinya keluar, mengisyaratkan untuk tak bersalaman dan segera enyah dari hadapannya.
Dengan wajah penuh kekecewaan yang tak karuan, akhirnya tiga serangkai pergi meninggalkan kelas, sambil mengusap air mata yang membasahi pipi mereka masing-masing.
Penghuni kelas menghantar kepergian tiga serangkai dengan tatapan. Dalam benak tiap penghuni kelas di buat penasaran dengan yang terjadi sebenarnya, sampai membuat pak Hamdi murka
Meskipun terlihat sangat marah, pak Hamdi masih bisa mengontrol emosi dan nada bicaranya. Tatapan mata pak Hamdi aja udah cukup mematikan kalo lagi marah begitu, apalagi kalau sampai nada suara tinggi yang keluar dari mulutnya. Nggak ada hal yang lebih menyeramakan dari marahnya guru yang biasa lembut dan ramah. Ibarat membangunkan macan yang sedang tertidur.
"Rima terimasih ya tissue nya," pak Hamdi menyerahkan kembali bungkus tissue kepada Rima.
Rima mengangguk sambil berjalan mengambil ke meja pak Hamdi.
Pak Hamdi terdiam sesaat, membuka kaca mata dan mengusap matanya. Apa ini? Pak Hamdi meneteskan air mata. Terlihat pak Hamdi sangat menyesali apa yang terjadi. Mungkin pak Hamdi merasa gagal mendidik anak muridnya, mengingat pak Hamdi juga berperan sebagai guru konseling dan kesiswaan. Sepertinya ulah tiga serangkai kali ini sangat fatal.
"Aini, Raya dan Riska ...! silahkan kursinya di taro lagi ya." ucap pak Hamdi dengan senyum tipis.
Pak Hamdi terlihat berusaha menguasai emosinya, senyuman kembali terlontar dari bibirnya.
Tiga sohib gue itu menurut dan langsung menaruh kursi di tempat semula.
"Puri, sekarang maju kesini," pinta pak Hamdi.
Gue bergegas berdiri di depan meja pak Hamdi.
"Kamu sudah hafal kan? Minimal 5 mahfudzot"
"Iya pak," jawab gue mantap.
"Silahkan di mulai, beserta artinya." Perintah pak Hamdi
"Puri... Semangat...! Kamu pasti bisa!. Celetuk Yadi ketua kelas nyeleneh.
Baru mulut gue mau mangap ngucap kalimat, suaranya udah memecahkan keheningan kelas. Membuyarkan konsentrasi
CIE...CIE...!!!
Kembali ledek penghuni kelas ramai.
Gue menoleh ke arah Yadi dan melemparkan kiss dari jauh meniru adegan yang sebelumnya di lakukan Raya dan Cacing. Badan gue langsung menggidig. Hahaha... Sial gue harus melakukan adegan yang memalukan seperti ini, cuma untuk membantu mencairkan suasana , dan bikin pak Hamdi kembali tersenyum.
"Cie... Cie.. swit..wiw..!!! Puri jadian sama Yadi nih kayaknya .. uhuy....!!!" celetuk rafli endut.
Makin rame dah seisi kelas.
Pak Hamdi terlihat tersenyum bahagia. Kesedihannya nampak berkurang, raut wajahnya kembali seperti pak Hamdi yang biasanya.
"Puri... Jadi kamu sama Yadi udah resmi jadian ya?" tanya pak Hamdi memastikan.
Sontak penghuni kelas kembali berteriak histeris, mengira apa yang di katakan pak Hamdi sungguhan terjadi.
Ah ... sial ...! maksud hati cuma mencairkan suasana, malah gue yang habis-habisan di ledek sama semuanya. Biarlah mereka tertawa di atas penderitaan gue. Asal kalian senang aja lah
"Sudah...sudah...!" pak Hamdi menenangkan, "Puri sama yadi selamat ya, mana nih traktirannya?" kembali pak Hamdi meledek.
Gue hanya mendengus mendengar pernyataan pak Hamdi yang kembali meledek.
"Udah ah pak. lanjut lagi." ucap gue geram, dan langsung membacakan hafalan mahfudzot tanpa memperdulikan ledekan di sekitar.
مَنْ جَدَّ وَجَدَ
Barang siapa bersungguh-sungguh, dapatlah ia.
مَنْ صَبَرَ ظَفِرَ
Barang siapa sabar beruntunglah ia.
مَنْ سَارَ عَلىَ الدَّرْبِ وَصَلَ
Barang siapa berjalan pada jalannya sampailah ia
مَنْ قَلَّ صِدْقُهُ قَلَّ صَدِيْقُهُ
Barang siapa sedikit benarnya/kejujurannya, sedikit pulalah temannya.
مَوَدَّةُ الصَّدِيْقِ تَظْهَرُ وَقْتَ الضِّيْقِ
Kecintaan/ketulusan teman itu, akan tampak pada waktu kesempitan.
الصَّبْرُ يُعِيْنُ عَلىَ كُلِّ عَمَلٍ
Kesabaran itu menolong segala pekerjaan.
جَرِّبْ وَلاَحِظْ تَكُنْ عَارِفًا
Cobalah dan perhatikanlah, niscaya kau jadi orang yang tahu.
اُطْلُبِ العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلىَ اللَّحْدِ
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang kubur.
الوَقْتُ أَثْمَنُ مِنَ الذَّهَبِ
Waktu itu lebih mahal daripada emas.
خَيْرُ جَلِيْسٍ فيِ الزَّمَانِ كِتَابٌ
Sebaik-baik teman duduk pada setiap waktu adalah buku
Sepuluh mahfudzot sudah gue lafalkan beserta artinya, dan setelah menyelesaikan hafalan yang ke sepuluh gue terdiam.
Pak Hamdi hanya mengangguk-angguk sambil sesekali memejamkan matanya mendengar hafalan maufudzot yang di ucapkan secara teratur beserta artinya.
"Sudah selesai Puri?"
"Udah pak."
"Oke... Jumlahnya 10 ya. ada lagi yang kamu hafal?
"Ada sih pak, tapi udah ah, segitu aja. saya udah pegel. lagian gantian juga sama yang lain. nanti kalo saya kebanyakan yang lain gak kebagian waktunya."
Huh... Pegel mulut ngoceh mulu, pegel kaki juga kan berdiri dari tadi, lagian gue gak rela kalo anak sekelas gak kebagian buat maju dan hafalan. Hihihi. Jiwa julid gue keluar.
"Hahaha," pak Hamdi tertawa kecil mendengar alasan gue, "bapak mau tanya sama kamu," ucapnya pelan agar tidak di dengar yang lain.
"Tanya apa pak?"
Huh.. kayaknya sih pengen menyiksa gue lebih lama lagi, setelah tadi ngeledek gue habis-habisan. Emang apa sih yang mau di tanyain pak Hamdi? mukanya kok serius begitu
"Sejak kapan kamu suka nulis novel?"
Hah... Novel? Gue jadi bingung sendiri, emang siapa yang bikin novel? Apa pak Hamdi kira buku binder yang tadi dia periksa saat razia itu novel? Hahaha...
" Hm,..sejak SMP saya udah suka nulis pak, tapi kalo novel sih belum, kemampuan saya belum sampe kesana kayaknya, kalo untuk bikin novel."
"Lho, terus yang di buku binder tadi apa? Ada kata-kata yang bapak sempet baca sedikit, judulnya cowok inceran, cowok inceran part 2. itu kayak sebuah novel."
Ahh sial... Kenapa yang di baca bagian itu... Seberapa banyak yang di baca pak Hamdi. Hem.. paling ujung-ujungnya dia mau ngeledek gue lagi nih.
"Hehehe," gue cuma tertawa garing
"Lanjutkan Puri, sepertinya kamu punya bakat menulis. kecerdasan bahasa kamu juga lumayan oke, bapak do'akan suatu saat nanti kamu bisa mengembangkan hobi dan bakat kamu," ucap pak Hamdi dengan senyum manisnya
"Amin yaa rabbal alamin" jawab gue sembari menadahkan kedua tangan. Do'a yang tulus dari seorang guru. Semoga di ijabah.
"Terimakasih pak," ucap gue sambil menundukan kepala, "hem... sekarang apa saya udah boleh duduk pak?" gue memastikan tidak akan ada pertanyaan susulan
"Iya silahkan." Pak Hamdi tersenyum lebar
Gue langsung kembali ke kursi nyaman. Pengen cepet nulis lagi biar gak lupa.
Sesampainya di kursi Arlin menyambut gue dengan raut wajah penasaran, seperti ingin menanyakan banyak hal. Tapi gue langsung duduk dan meraih buku catatan gue. Tak ingin berbagi cerita dulu untuk saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Zaldina Putri
terimakasih kaka atas suportnya
siap aku meluncur...
2020-03-23
1
EL
next thor.. semangat
Boom like buat ceritanya & vote jg
Mampir juga thor ke novel aku berjudul "Ikatan(Bertahan) & Beautifull Flower"
2020-03-23
2