Hari ini kelas berkurang 4 orang, kelompok 1 udah mulai melaksanakan kegiatan prakerin. Sepi juga ternyata nggak ada si Yunia, biasanya dia yang sok berkuasa di kelas, atau suka cari-cari perhatian penghuni kelas kalo keadaan lagi senyap. Ternyata ada yang kurang juga ya kalo makhluk itu gak ada.
Hari ini Jam pertama harusnya bu Nendah masuk, karena katanya sakit, jadi cuma dikasih tugas aja. Semua penghuni kelas lagi sibuk ngerjain tugas akuntansi, karena harus di kumpulin setelah jam belajar selesai, kecuali 3 sekawan, yang berisi Wanda, Chika dan Erika.
Ketiganya ngerjain tugas di pojok kelas sambil ketawa cekikikan. Entah apa yang ada di layar hp nya. Tapi kayaknya mereka masih melakukan aktifitas yang nggak seharusnya. Apalagi kalo bukan nonton film dewasa. Entah lah, tiga cewek ini maniak banget. Sebenernya Wanda sama Erika dulu akrab sama cacing di kelas 10. Karena pergaulan mereka di luar sekolah yang mulai nggak sehat, Cacing menghindar dan gabung sama gue dan sohib-sohib gue. Ditambah hadirnya Chika, siswi pindahan dari sekolah di jakarta, pergaulan mereka makin menggila.
Tiba-tiba pak Hamdi dateng bawa pasukan yang terdiri dari 4 orang kakak kelas perempuan anggota osis. Tiap orang bawa kardus.
"Assalamualaikum." ucap pak Hamdi langsung masuk ke dalam kelas dan terlihat seperti terburu-buru. Kami yang sedang sibuk mengerjakan tugas dari bu Nendah hanya menjawab pelan, tak kompak seperti biasa. Karena cukup terkejut juga dengan kehadiran pak Hamdi.
Ada apa ini sebenarnya? Pelajaran pak hamdi kan di jam ketiga nanti, tapi kenapa masuk sekarang? dan kakak kelas itu bawa-bawa kardus buat apa ya? sepertinya mau meminta dana sosial. Biasanya kalau ada orangtua murid atau keluarga besar sekolah yang lagi kena musibah pasti di mintain dana sosial. Mungkin cuma mintain dana sosial aja ah... pikir gue.
"Anak-anak, maaf bapak mengganggu waktunya sebentar. Mungkin kalian kaget ya? kok bapak tiba-tiba dateng? bawa pasukan lagi. Jadi sekarang.... Aktifitas belajarnya di hentikan sejenak, dan taruh tas kalian semua di atas meja, serta ponselnya tanpa terkecuali, sekarang juga !." Perintah pak hamdi. Penghuni kelas menurut dan di awasi oleh keempat pasukan osis yang dengan sigap memperhatikan tiap baris kekuasaan mereka. Kemudian pak hamdi memberi kertas label, menyuruh semua siswa dan siswi menulis nama serta password pembuka layar kunci ponsel, dan di tempelkan pada ponsel masing-masing. Semua di lakukan dengan cepat.
Ternyata razia cuy... Selama sekolah disini, gue baru ngalamin razia di kelas 10 dulu, itu pun di semester 1, selebihnya gak pernah lagi ada razia. Sekolah ini nggak seketat waktu gue smp dulu, pake kaos kaki ada strip biru aja gue pernah di hukum keliling lapangan. Makanya aneh aja nih tiba-tiba ada razia lagi, pasti ada satu kasus yang cukup meresahkan .
Pak Hamdi memeriksa isi tas satu persatu. Setiap barang yang nggak seharusnya di bawa, langsung ikut nyemplung ke dalem kardus kena sita. Lagi-lagi tiga serangkai kedapatan membawa perabotan lenong cukup lengkap, mulai dari bedak, lipstik sampe eye shadow. Pak Hamdi hanya menggelengkan kepala, dan langsung memasukannya ke kardus.
Wajah ketiganya telihat pucat pasih, ketika pak Hamdi meminta ponselnya, bahkan sempat menahan saat ponsel sudah di pegang pak Hamdi, namun dengan berat hati akhirnya mereka pasrah juga. semakin mencurigakan dan membuat pak hamdi kian penasaran.
Tiba lah saatnya barisan bangku gue yang di periksa, nggak ada barang-barang aneh yang di temukan. Dan saat tas gue di periksa, pak hamdi tertarik dengan buku binder catetan gue.
Oh No...! Batin gue berteriak keras, jangan di buka...! Jangan di baca ...!. Haduh... Tamat riwayat gue sebagai silent writer, kalo sampe pak Hamdi baca bisa malu gue kan.
Pak hamdi mulai membuka magnet pengunci buku binder. Lembar demi lembar di balik perlahan, kemudian lebih cepat dan secara acak. sesekali senyum tpis tersungging dari bibirnya. Sepertinya dia mulai sadar, bahwa yang di genggaman tangannya hanyalah diary seorang anak SMK.
"Puri ..." Ucap pak Hamdi pelan sambil meruncingkan pandangannya. Gue cuma cengar cengir aja. Entah bagian mana yang di baca jelas sama pak Hamdi, Intinya dia pasti paham kalo yang di pegang itu Diary. Selanjutnya pak Hamdi menadahkan tangannya. "Ponselnya Puri..." pinta pak Hamdi sambil melemparkan senyum tipis. Gue menyerahkan lonsel ke pak Hamdi.
Huh... Emang apa yang mau di periksa dari ponsel gue yang jadul itu, isinya cuma pesan percakapan pergibahan, untung udah di bersihin, Jadi nggak ada pergibahan yang bisa di baca. Terus apalagi? Poto atau video yang gak seharusnya? Kamera aja nggak ada, bahkan sms pun bayarnya di hitung per karakter. Ponsel keluaran Ba*rie telkom. Sebelas dua belas sama punya si Arlin, bedanya tipe ponsel Arlin keluaran terbaru, bisa ngingetin waktu shalat, jadi tiap jam shalat hp nya bakalan ngeluarin bunyi adzan.
"Baik anak-anak, sekarang silahkan di lanjutkan lagi ngerjain tugasnya. Untuk ponselnya, terimakasih ya, bapak jadi bisa buka counter hp." ucapnya sambil senyum meledek.
"Ih bapak...!" celetuk Rima sok manja.
Pak Hamdi balas tersenyum. "Tenang aja, nggak bapak jual kok. bapak pinjem sebentar aja, nanti jam terakhir bapak kembalikan lagi ya. Wassalamualaikum wr wb." pak Hamdi dan 4 pasukannya pergi meninggalkan kelas.
Jam istirahat
Arlin dan Liza memilih menghabiskan waktu istirahat untuk tadarus di masjid, mengingat hari ini adalah hari kamis, keduanya memang rutin menjalankan puasa senin kamis. Sementara Cacing, Aini dan Raya lebih memilih makan siang, karena perut mereka sudah lapar tak tertahankan.
"Curut... Loe mau ikut ke warung teteh?" Tanya Cacing.
"Kalian duluan aja, nanti gue nyusul." Ucap gue setengah mengusir biar mereka cepet-cepet keluar, karena gue mau nyelesain catetan b.indonesia.
"Puri... Arlin sama Liza ke masjid duluan ya." Arlin pamit
"Iya Lin.
Sohib-sohib gue udah pergi meninggalkan kelas, pun dengan penghuni lainnya. Gue masih fokus nyatet materi pelajaran, karena tanggung sedikit lagi tuntas, karena gue nggak mau menunda kerjaan.
Di pojok kelas tiga serangkai sedang berdiskusi, entah panik atau atau apa, mereka seakan nggak sadar ada penghuni yang bernafas selain deretan bangku dan papan tulis di kelas ini, yaitu gue yang masih khusyu menyalin catatan materi pelajaran yang masih tertulis di papan.
*Obrolan 3 serangkai*
Chika : Sial... tadi itu razia nya cepet banget, gue gak sempet cabut memori card dari hp gue, susah banget anj*r, gue panik juga. Semua data ada di memori itu.
Wanda : Gimana nih cuy, gue jadi takut
Erika : iya gue juga takut, gimana kalo kita sampe di keluarin dari sekolah? Hik...hik... Terdengar suara tangisan erika memecah keheningan kelas. Chika dan Wanda menenangkan Erika dengan menepuk bahunya.
"Udah jangan nangis, kita hadapi sama-sama masalah ini. Semua bakalan baik-baik aja. Ucap Chika meyakinkan kedua sahabatnya itu.
Prak... Bug...! Buku binder dan pulpen gue jatuh. Mengagetkan 3 serangkai, dan langsung menoleh ke arah gue. Gue cuma nyengir kuda. Terlihat ketiganya kaget, dan Erika yang berusaha menguasai emosinya langsung menghapus air mata di pipinya.
"Puri, loe nggak istirahat?" Tanya wanda.
"Gue masih nyatet materi pelajaran, tanggung soalnya." Gue bergegas merapihkan buku ke dalam tas. Sepertinya mereka bertiga pun butuh quality time untuk membahas lebih lanjut mengenai masalah yang sedang di hadapinya. Gue sendiri nggak sengaja denger pembicaraan mereka, tanpa maksud menguping. Gue juga gak kepo apalagi nanyain apa yang terjadi sama mereka, karena udah rahasia umum penghuni kelas atas kelakuan mereka.
"Cuy... Gue istirahat duluan ya." ucap gue ramah pada mereka bertiga. Ketiganya pun membalas senyuman gue juga.
Obrolan berlanjut di warung teteh
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments