Cowok Inceran Part 3

Cuap-cuap gak jelas ngebahas cowok inceran gue, sampe merembet ke masa lalu pula, akhirnya mata kembali fokus menyisir jalan raya. Belum ada tanda-tanda angkot yang kearah rumah Cacing lewat. Pikiran gue kembali berselancar. Kali ini tujuan kepo ke Arlin. Dari kelas 10 duduk sebangku sama dia, nggak pernah gue denger cerita dia naksir cowo.

"By the way boleh tanya gak Lin?"

"Tanya apa Puri?"

"Arlin punya pacar gak?"

"Eh. . . Nggak." Jawabnya tersipu.

"Hem... kalo cowok inceran ada gak? Emang di sekolah ini gak ada yang Arlin suka gitu?"

"Sampai saat ini sih Nggak ada Puri." Jawabnya ragu.

"Yakin Lin?" Gue memburu jawaban, karena sepertinya ada yang lagi coba di tutupi.

"Heh...! si Arlin mah anak rajin, pinter, dia mah nggak mikirin cowok, apalagi pacaran kayak kita gini." Celetuk cacing sambil menjitak kepala gue.

"Hah...! Kita? Loe aja kali yang pacar-pacaran. Gue sih nggak tuh. Hahaha.

"Ih... Loe mahh nyebelin. Curut...!" Cacing meninju lengan gue.

"Emang loe masih pacaran sama cowok yang sekokah di SMK penerbangan itu cing?"

"Masih lah, malem minggu kemaren aja dia dateng kok."

Gue kembali menatap Arlin, masih penasaran, karena gue merasa Arlin lagi menutupi sesuatu.

"Lin, beneran nih? Nggak ada yang Arlin taksir di sekolah ini? Satu angkatan kita kurang lebih ada 100 orang laki-laki dan belom lagi kakak kelas. Masa dari sekian banyak laki-laki penghuni sekolah ini gak ada satu pun yang menggetarkan hati Arlin?". Gue terus berjuang mendapatkan jawaban.

"Hahaha... Bahasa loe sok puitis banget curut... Segala menggetarkan hati." Dengan ekspresi bergetar-getar ala Cacing kepanasan.

Arlin tersenyum tipis, sepertinya sedang memikirkan sesuatu, atau lebih tepatnya sedang mengumpulkan keberanian buat menceritakan yang selama ini di pendamnya sendiri. Cacing serius menatap ke arah Arlin.

"Ih Cacing, kok ngeliatinnya begitu sih?". Arlin merasa jengah, karena tatapan cacing seolah sedang mengintimidasi dirinya supaya angkat bicara.

"Yaudah, Arlin jujur deh sama Puri, sama cacing juga. Tapi janji, jangan sampe beritanya kesebar ya." Arlin meminta perjanjian dulu sebelum melakukan pengakuan.

"Iya kita janji." Jawab Gue dan cacing bergantian, sambil mengangkat jari kelingking.

"Tapi Puri sama Cacing jangan marah ya?".

"Loh kenapa harus marah Lin? Masa temen suka sama cowok kita yang marah, itu kan hak Arlin." Sahut gue.

"Emang siapa cowok yang Arlin suka? Jangan...jangan." Cacing berargumen dengan pikirannya sendiri, mengira kalau cowok yang di suka Arlin mungkin Fahri.

"Jangan..jangan apa Cing? Kali ini pertanyaan gue lempar ke Cacing.

"Eh... Cuma perkiraan gue sih, Arlin suka sama Fahri juga?"

"Hah... Fahri? Gue melongo mendengar dugaan Cacing. "Bener Lin?."

"Ih... Nggak Puri, bukan. Masa sih Arlin suka sama Fahri, kan Puri yang suka sama Fahri."

" Ya, gakpapa kali Lin, kalo beneran emang kenapa? Hehehe.

" Cowo yang Arlin suka itu Faisal. Ucapnya cepat.

Gue dan cacing saling beradu pandang. Seketika menampakan ekspresi tidak begitu bahagia. Emang gak ada cowok lain apa Lin? Dari sekian banyak laki-laki di kelas dan sekolah ini, Kenapa sih, harus Faisal? Gue masih lebih bahagia dan rela kalo loe suka sama si Fahri. Hufh.

"Kok kalian berdua malah diem?." Arlin menyesali sudah mengakuinya.

"Hehe... Nggak apa-apa Lin. Puri seneng. Seenggaknya tau kalo Arlin juga masih suka sama cowok. Hihihi.

"Ih...Puri mah jahat. Arlin masih normal Puri.

"Haha. Parah loe curut. Secara nggak langsung loe udah nge judge si Arlin gak normal.

"Eh... Bukan begitu, abisnya gue kan deket sama Arlin dari kelas 10, sebangku pula, tapi dia nggak pernah cerita tentang cowok, yang di omongin pelajaran mulu. Kan gue takut dia nggak suka ama cowok cing. Maaf ya bep ". Gue menggenggam tangan Arlin.

"Hehe..." Seperti biasa Arlin tertawa lembut. Dia mah nggak pernah bisa marah, semarahnya dia gak akan sampe ngebentak. Perasaannya halus. Saking halusnya gue gak mau dia cuma di manfaatin apalagi sampe di permainin sama oranglain.

"Tapi kayaknya si Yunia juga suka deh sama Faisal." Celetuk Cacing.

"Iya, gue sependapat ama loe Cing. Si Faisal kan cowok paling deket sama geng fanatik itu, terus kalo lagi gabung si Yunia keliatan banget caper." Gue menimpali Cacing.

"Iya juga sih, tapi gakpapa lah, Arlin kan cuma suka aja, dan jangan sampe Faisal tau. Puri sama Cacing jaga rahasia ini ya." Pintanya dengan mata berbinar.

"Iya Arlin...." Jawab gue dan cacing bergantian.

"Cuy... Kita boleh aja suka sama seseorang, atau punya pacar, selagi itu bikin kita makin semangat belajar. Tapi inget, kita harus jaga diri, jangan sampe ngelakuin hal yang konyol, yang nantinya bikin kita menyesal seumur hidup. Tau sendiri kan pergaulan jaman sekarang? Intinya kita harus saling mengingatkan. Kalau ada masalah yang gak bisa di simpen sendiri sebaiknya cerita, siapa tau salah satu dari kita bisa kasih solusi.

Ceramah gue cukup panjang dan lebar ke Cacing dan Arlin. Walaupun lebih gue tekankan ke Arlin. Karena terkadang, orang yang kesehariannya terlihat pendiam justru bisa ngelakuin hal-hal yang di luar dugaan, dan gue khawatir akan hal itu. Mereka semua sahabat gue, jadi gue gak mau kalo salah satu ada yang terjerumus apalagi sampe salah jalan.

"Siap Bu Guru, ceramah loe panjang banget curut."

"Pletak...! Satu jitakan mendarat ke kepala Cacing

"Aduh...! Sakit curut." Cacing mengerang kesakitan.

"Lagian loe di bilangin ngeyel, gue sayang sama kalian. Gue mau kita saling mengingatkan dalam kebaikan. Itu gunanya persahabatan. Bukan sekedar haha... Hihi kesana kemari bareng-bareng, apalagi cuma manfaatin satu sama lain.

" Iya..iya gue paham." Sahut cacing. Sementara Arlin hanya tersenyum melihat pertengkaran gue dan cacing yang sebenernya bukan hal aneh.

"Puri...Cacing, Arlin sayang kalian. Tiba-tiba Arlin memeluk bahu kiri gue dengan suara lirih dan mata yang berkaca-kaca.

"Iya Puri juga sayang kalian." Si Cacing latah ikutan meluk bahu sebelah kanan gue. Matanya pun sama berkaca-kaca. Gue pun ikut terbawa suasana. Dan akhirnya kami pun berpelukan dalam keharuan layaknya teletubies.

"Udah ah, gue begah nieh di himpit di tengah begini. Apalagi loe meluknya kebangetan keras Cing.

Keduanya melepaskan pelukan sambil mengusap mata karena tanpa sadar butiran kristal pecah di pelupuk mata masing-masing.

"Pokoknya, kalo udah lulus nanti, kita tetep kayak gini ya cuy, jangan berubah." Tegas Cacing. Sementara Arlin hanya mengangguk, sepertinya sedang menguasai diri dari keharuan ini.

"Eh...gak mau." Jawab gue.

"Kok loe gitu si curut? Katanya kita sahabat? Protes cacing

" Sahabat si sahabat, tapi klo udah lulus loe minta kita tetep kayak gini, gue nggak mau. Kalo udah lulus gue mau kerja, cari uang sendiri biar bisa beli ini itu sendiri dan bahagiain orangtua. Kalo lo minta tetep kayak gini gue sih ogah. Loe kira gak bosen nemenin loe duduk berjam-jam disini cuma buat nunggu angkot, hah?" Canda gue

"Ih curut... apaan sih loe. Garing tau gak." Maksud gue itu persahabatan kita yang jangan berubah, tetep kayak gini saling mengingatkan, dan jangan lupain satu sama lain kita itu BFF. (Best Friend Forever).

"Oh... gitu maksudnya? Makanya kalo ngomong yang jelas dong.

Haduh... Susah ya ngomong sama guru bahasa indonesia. Apa-apa harus serba jelas, kalau ngomong pemilihan katanya harus tepat. Hehe." Gerutu Arlin.

"Iya dong bep, beda kaya beda makna."

Gue gak nyangka, ternyata Arlin menaruh hati pada Faisal. Faisal emang baik sih, sopan, nggak banyak tingkah. Tapi yang jadi masalah, dia itu sekarang mainnya sama geng fanatik terus. Apalagi kalo dinperhatiin, si Yunia naksir tuh sama si Faisal. Hem... Gue cuma takut Arlin kecewa, atau jadi bermasalah sama geng fanatik .

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!