Cowok Inceran Part 2

Kegiatan belajar di kelas hari ini berjalan lancar. Nggak ada kejadian aneh atau kenakalan penghuni kelas yang membuat para guru geram. Kelas akuntansi memang terkenal dengan kelas yang adem, dan penghuninya yang kalem. Sekalipun gaduh dan berisik, tidak sampai membuat para guru murka. Berbeda dengan kelas pemasaran yang sering membuat guru kewalahan, karena ada saja tingkah yang menyebalkan. Info tersebut di dapat dari para guru yang suka curhat dan membandingkan kalau sedang mengajar di kelas.

Rutinitas sepulang sekolah gue dan kelima sohib biasanya shalat dzuhur di masjid sekolah, selesai itu duduk di teras masjid, nungguin si Raya di jemput. Karena Raya yang rumahnya paling jauh, ada di perbatasan kabupaten kota bogor dan kota depok.

Selesai shalat gue duduk di teras depan masjid dan menyandarkan diri di tiang. Di susul kelima sohib gue yang mengekor. Nggak tau kenapa jadi kepikiran kejadian tadi pagi, ngeliat Arya jalan sama cewe lain. Walaupun gue hanya pengagum rahasia, tapi sakit rasanya kalo liat orang yang kita kagumi di miliki oranglain. Haduh...! jadi julid gini pikiran gue.

"Heh...! Bengong aja." Mikirin apa sih loe? Tanya cacing sambil menepuk bahu gue.

"Ngelamunin si Arya kali." Samber Aini sambil memakai kaos kaki nya.

"Oh iya... Si Puri lagi patah hati kan, ya?" Kali ini Raya meledek.

"Huh...!" Loe semua malah ngeledekin gue. Bukannya menghibur!" Sahut gue.

"Jadi loe beneran lagi patah hati? Hahaha. Si cacing kembali menegaskan.

"Udah ah...! Jangan bahas soal Arya lagi. Please." Tegas gue.

"Yaudah...! Sekarang bahas si Fahri aja ya." Pinta cacing bersemangat.

"Fahri?." Ucap Raya dan Liza berbarengan. Cuma mereka berdua yang ketinggalan info tentang kejadian pagi tadi di kelas.

"Ray, Za jadi si Puri ini suka juga sama si Fahri." Cacing menjelaskan.

"Hahaha... Kok bisa loe suka ama si Fahri?." Kembali Raya bertanya.

Gue cuma bisa menghela nafas panjang. Bingung mau cerita dari mana. Karena penjelasan gue ini bakalan gak masuk akal buat mereka, dan jadi hal yang lucu mungkin di pendengaran mereka. Tapi gue harus cerita juga kayaknya. Baru mulut gue mau berucap tiba-tiba jemputan Raya dateng dan bunyiin klakson motornya dari depan gerbang.

"Yah, gue udah di jemput." Ucap Raya langsung bergegas memakai sepatunya.

"Buruan gih, nanti cowok loe marah kalo kelamaan nunggu." Usir cacing.

"Yah, padahal gue pengen denger cerita si Puri. Nanti ceritain ya. Gue cabut duluan ya cuy." Raya hanya melambaikan tangannya tanpa tos persahabatan.

"Cing, hari ini gue gak bisa nemenin loe nunggu angkot ya. Gue ngantuk berat nih, sorry ya gue cabut duluan." Aini pamit pulang duluan. Cacing hanya merengut. Tanpa menunggu persetujuan Cacing, Aini sudah melambaikan tangannya dan menghilang dari pandangan.

"Liza juga duluan ya Cing, soalnya mau bantuin ibu." Liza pun bangkit dari duduknya. Hanya tersisa gue dan Arlin.

Cacing mulai gusar takut kalau harus menunggu angkot sendirian. Gue kembali menjahili cacing. "Ayo Lin kita pulang." ajak gue sambil menarik tangan Arlin.

"Yah... Kok gue di tinggalin sendirian sih." Wajahnya terlihat memelas, dan matanya mulai berkaca. Gue dan Arlin menyebrang jalan, duduk di bangku warung yang sudah tidak beroperasi lagi. Dari kejauhan cacing bersemangat, karena tau hanya di kerjai. Kalau tidak mau menemaninya, gue gak mungkin harus menyebrang jalan, karena arah rumah kami berlawanan.

"Ih...nyebelin, gue di tinggalin". Ucapnya geram. Gue dan Arlin hanya senyum.

Nunggu angkot ke arah rumah cacing bisa sampai 1 jam lebih, mengingat rumahnya memang agak di pedalaman, jadi angkot yang melewati rumahnya pun jarang, dari terminal pasar hanya ada beberapa angkot, itu pun biasanya harus menunggu penuh dulu baru angkotnya jalan.

"Puri, kok Puri bisa suka sama Fahri? Pertanyaan yang memecahkan keheningan." Gue dan cacing menoleh ke arah Arlin

"Duh... Gimana ya ceritainnya, Puri malu Lin."

"Yaelah, pake malu-malu segala loe curut. Sama kita-kita juga." Samber Cacing. "Ayo dong ceritain." Kembali jiwa kepo nya menggebu.

"Hem... Sebenernya gak gimana-gimana sih, gue suka sama Fahri karena gaya nya aja, yang so cool, di tambah muka nya mirif Yogi frananda, cowok yang main sinetron pacar khayalan itu lho, yang jadi tokoh IAM, lawan mainnya shendy aulia.

"Hahaha...! Haduh curut...! Loe ini korban sinetron ya." Ledek Cacing. Sementara Arlin hanya tersenyum tipis.

"Eh Puri, bukannya dulu Puri pernah cerita, waktu SMP suka sama cowok yang mirif Samuel Rizal, yang main film eiffel i'am in love? Yang lawan mainnya shendy aulia juga kan?" Lagi Arlin bertanya. Mengingatkan curhatan gue yang udah lampau.

"Arlin masih inget aja. Itu kan curhatan waktu kelas 10 dulu ya?" Gue malu sendiri.

"Tuh kan, loe mah beneran korban sinetron curut. Suka ama cowok yang mukanya mirif artis. Hahaha..." Cacing kembali meledek. Tak habis pikir punya temen macam gue kayaknya.

"Hehe... Gak tau gue juga, mungkin emang terinspirasi sama artis yang gue suka, jadi standar gue ngikutin sama idola gue. "Jawab gue sambil senyum cengengesan.

"Eh tapi gue penasaran sama mantan loe waktu SMP itu, loe punya potonya gak?

"Mantan?" Ucap Arlin seakan ingin mengoreksi. Hah... Sial...! Dia masih inget semua tentang curhatan gue sepertinya. Hahahah.

"Bukan mantan Cing, tapi cowok yang pernah gue tembak." Ucap gue agak jengah, kalo inget kejadian itu. Arghhh... Gue emang terlalu pemberani pada saat itu.

"What's? Loe pernah nembak cowok? Curut... loe seriusan?" Jiwa kepo nya semakin bergejolak, dan menarik-narik tangan gue agar menceritakan nya kembali.

"Iya, gue pernah nembak cowok waktu SMP, tapi di tolak, dia cuma nganggap gue temennya. Udah ah, gue malu sendiri kalo inget kejadian itu. Intinya dia emang cowok yang pantes buat gue suka. Orangnya ganteng, atletis, cita-citanya aja pengen jadi tentara." Denger cerita gue si cacing makin-makin penasarannya.

"Loe punya potonya gak curut? Gue pengen liat dong orangnya." Biasa dengan gaya ngomong yang kayak cacing kepanasan.

"Punya, kayaknya gue simpen di dompet deh. Bentar ya." Gue mengecek isi dompet, emang seinget gue itu poto di taro di situ. Gak tau kenapa walaupun cuma cinta monyet, sampe sekarang gue masih suka keingetan sama dia. Dan... "Ini dia, ada di selipan kartu pelajar. Nih potonya." gue menyerahkan ke tangan cacing.

"Ih... Ganteng. Bener kata loe, mirif samuel rizal. Idungnya mancung, cuma bedanya kulitnya lebih gelap ya, potongan rambutnya juga sama." Ucapnya seperti mengagumi.

"Ternyata selera loe tinggi juga ya."

"Haha... Sialan loe, maksud loe gue emang gak pantes buat dia?

"Ehh nggak. Bukan gitu. Maksud gue, Eh... Tar dulu deh, gue kok kayak gak asing sama ini orang." Ucapnya seperti sedang mengingat-ingat.

"Loe kenal sama dia?" Ucap gue sambil menunjuk poto yang masih di genggamnya.

"Iya gue kayak kenal, tapi siapa ya? Hem...,"

"Coba liat cing potonya, Arlin kepo." Cacing menyerahkan poto itu ke Arlin yang duduk di samping kiri gue.

"Ih... Ini bukannya anak bu Indri ya? Kepala sekolah di Sd deket rumah cacing."

"Nah, iya bener si Jali ya? Jaelani kan namanya? Panggilannya jali?"

"I..iya, ternyata kalian kenal? Dunia sempit amat yak?" Gak habis pikir, ternyata mereka berdua selama ini kenal.

"Dia kan sering main bola curut, di lapangan piggir jalan deket rumahnya.

"Masa sih cing? Berarti selama ini kalo mau ke rumah loe kita ngelewatin rumahnya dong?.

"Lah iya curut." jawab Cacing Pasti.

Serangkaian kisah silam kembali berputar di ingatan, layaknya cuplikan episode sinetron FTV remaja yang sering gue tonton. Ah... gue... suka menaruh hati pada laki-laki yang mirif sama artis, cinta gue nggak realistis giliran ada yang nyatain cintanya ke gue, malah di tolak. Itu sebabnya sampe sekarang gue masih jomblo.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!