Hari ini masih seperti hari-hari sebelumnya. Aku bangun tidur masih dalam keadaan jomblo, eh! malah curhat.
Aku mengatur napas, mengangkat tubuhku yang terbaring. Sedikit diam dalam lamunan.
Aku melangkahkan kaki, beranjak dari tempat tidur. Membuka tirai jendela dan sang surya mulai terlihat menampakkan cahaya jingganya di pagi hari.
Aku bersiap ke kampus, membantu ibu dulu untuk mengantarkan jahitan baju ke pelanggan ibu. Satu per satu, baju jahitan ibu telah sampai kepada pelanggannya.
***
“Ken, nanti malam temenin Gue di rumah, ya?” ucap Nada.
“Lah, emang Babe ke mana?” tanyaku heran.
“Mau ke rumah encang di Jakarta Utara,” ucap Nada.
“Mending Lu yang di rumah Gue. Pan di sini ada Ibu. Gak enak Gue kalau di rumah cuma berduaan.”
“Oke!”
Kami berangkat ke kampus bersama si matic. Tak terlihat penampakan Fajri di pagi ini. Mungkin ia telah menyerah karena kemarin Nada bilang sudah jadian denganku.
Jam pelajaran di mulai dengan lancar. Gak ada jurus kamehame yang keluar dari pak dosen killer.
Di kampus aku mengikuti komunitas penggalang dana. Aku salah satu mahasiswa yang mengikuti kegiatan tersebut.
Karena aku suka bernyanyi, aku berinisiatif menggalang dana di Kota Tua. Di sana, aku akan bernyanyi. Tak ada panggung di sana. Hanya ada kursi, meja, mikrofon dan alat musik. Kami akan menggelar pertunjukan/mini konser di area Kota Tua.
“Perlengkapan sudah siap buat nanti malam, skuy?” kata bang Andi, orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan acara ini.
“Sip, udah beres semua Bang,” ucapku sambil mengangkat jempol tangan.
Selepas sholat asar kami berangkat ke Kota Tua untuk mengecek semuanya. Dan, semuanya telah siap. Tinggal menunggu perform sehabis sholat magrib.
“Lu udah siap, Ken?” tanya bang Andi.
“Udah, bang.”
“Sip! Semangat ya bro!”
Aku melemparkan senyuman.
Lagu demi lagu aku dendangkan. Semakin malam, suasana di Kota Tua semakin ramai. Banyak sekali orang yang menyaksikan perform ku malam ini.
Sehingga aku dikelilingi oleh lautan manusia. Ada yang mengabadikan video lewat lensa hand phone mereka. Ada juga yang berbisik, mungkin mereka ada yang mengenaliku. Seorang yang suka bernyanyi di southbox.
“Bang Kenzo?” ucap salah satu penonton yang ada dalam lingkaran.
Aku melirik seraya meningat, ni cewek siapa? Pekik dalam hati.
Kini giliran bang Andi yang menyumbangkan lagu. Aku masuk ke dalam jajaran penonton, di sana ada yang mendekatiku.
“Bang Kenzo, kan?” suara wanita yang beringsut mendekatiku.
“Iya, Lu siapa ya?” ucapku sambil berusaha mengingat.
“Aku Intan, Bang. Yang pernah ketemu waktu bang Kenzo main ke kost mba Rere,” cewek itu berusaha untuk mengingatkanku.
Aku diam seraya mengingat nama Intan.
“Oh, iya. Maaf Tan, Gue agak lupa hehe,” aku menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal.
Intan tersenyum.
“Kamu ke sini sama siapa?” tanyaku pada Intan.
“Sama Ibu dan Ayah. Tapi enggak tau deh mereka ngeloyor ke mana?” jelas Intan.
“Oh,” aku menganggukan kepala.
“Ternyata Bang Kenzo pinter nyanyi, ya? Aku suka. Apalagi Bang Kenzo nyanyi sama main gitar. Tipe cowok romantis,” Intan terlihat memejamkan mata, mungkin membayangkan sesuatu.
‘Sotoy!’ pekik dalam hati.
Aku tersenyum.
Drett ... Drett ....
Gawai Intan berdering. Mungkin Ibunya menelpon.
“Bentar, ya Bang,” Intan terlihat menyentuh layar yang ada dalam genggamannya.
Intan mengangkat telponnya. Mata Intan seperti mencari seseorang. Akhirnya Intan memutuskan untuk pulang karena Ibu dan Ayahnya telah menunggu di parkiran, jelas Intan.
“Bang, Intan pulang ya? Oh iya, Intan minta nomor kontak Bang Kenzo dong,” pinta Intan.
“Buat apa?”
“Ya ... Kalik aja intan ada perlu sama Bang Kenzo,” intan terkekeh.
‘Modus!’ pekik dalam hati.
Telpon Intan kembali bergetar, mungkin Ibunya yang menelpon.
“Ayok, Bang. Mana?” ucap Intan dengan wajah cemas. Mungkin takut kena marah Ibunya.
Akhirnya dengan terpaksa, aku merelakan nomor hp ku tersimpan di list buku hp Intan.
“Makasih, Bang. Bye,” Intan melambaikan tangan.
Waktu telah menunjukan pukul sembilan malam, kami bergegas pulang setelah menghitung pendapatan kami malam ini.
Bang Andi pulang membawa alat-alat bekas performku dengan menggunakan mobilnya. Sedangkan aku melesat membawa si matic menuju kontrakan.
.
Tok ... Tok ... Tok ....
“Assalamu’alaikum,” ucapku sambil mengetuk pintu.
“Wa’alaikum salam,” terlihat wajah Nada di balik pintu.
Aku memasukan motor seraya mengambil air wudu lalu bergegas Shalat isya di kamar atas.
Aku melangkahkan kaki menuruni anak tangga. Terdengar suara Ibu dan Nada sedang bercengkerama. Aku mengambil sepering nasi, karena perut sudah sangat lapar.
Terdengar perbincangan Nada sama ibu. Entah awalnya mereka ngomong apa tapi yang aku dengar Nada meminta Ibu untuk jadi Ibunya.
‘Wew!’ pekik dalam hati.
“Belum balik, Lu?” tanyaku pada Nada.
“Belum, takut Gue. Babe belum balik juga,” ucapnya sambil gelendotan di lengan ibu.
“Encing ... mau ya jadi Enyak, Nada?” pinta Nada sambil menggenggam tangan ibu.
Ibu tersenyum.
“Nad, Enggak mungkin, Encing nikah sama Babenya Nada.”
“Kenapa? Kan Babe sama Encing juga sama-sama single parent.”
Lagi-lagi ibu dibuat tersenyum dengan permintaan Nada.
“Karena Babe Lu gak ganteng, Nad!” Aku terkekeh.
“Jahat, Loh! Pan Babe Gue orang terbaik sedunia,” ucap Nada sembari cemberut.
“Udah-udah, bukan karena itu juga. Kami udah tua, kenapa enggak kalian aja sih yang jadian? Kan masih sama-sama muda,” ucap ibu terkekeh menutupi bibirnya dengan telapak tangan.
“Kita? Jadian?” aku dan Nada mengucap bersama-sama.
Ibu menganggukan kepalanya.
“OGAH!” kata itu juga kami ucapkan bersama-sama.
Ibu tertawa melihat kelakuan kami. Akhirnya, Ibu memutuskan untuk tidur karena waktu telah larut malam. Nada mengekor ibu dari belakang.
“Mau ke mana, Lu?” tanyaku pada Nada.
“Mau tidur sama Encing. Masa Gue tidur bareng Lu?” ucap Nada di belakang ibu.
“Ayok, kalau Lu mau?” aku menggoda.
“Ogah! Mending tidur sama Encing, udah lama Gue gak merasakan pelukan seorang Ibu.” Matanya kini berkaca-kaca ketika mengucapkan kata ibu.
Mungkin selama ini memang Nada mendambakan adanya seorang ibu dalam hidupnya. Terlebih, Nada seorang perempuan. Biasanya suka curhat sesama perempuan. Itu mungkin tidak di dapat Nada. Karena sedari kecil, ibu Nada telah meninggal. Entah karena apa.
“Eh, jadi nangis. Kenzo jangan godain terus Nadanya atuh, kasihan,” ucap ibu sambil merangkul Nada.
Dengan sekejap, mereka masuk dalam kamar. Tinggallah aku sendiri dalam ruangan ini.
Aku melangkahkan kaki melewati anak tangga yang tidak terlalu tinggi. Masuk dalam kamar.
Aku buka jendela kaca kamar, melihat keadaan di kompleks yang telah sepi.
Ternyata aku lebih beruntung di banding Nada. Walau aku punya orang tua tunggal tapi ia bisa menjadi ibu bahkan bisa menjadi bapak untukku. Bahkan ibu bisa menjadi sahabat ketika aku sedang membutuhkan seseorang untuk bercerita. Ibu pendengar yang baik untukku.
Ibu, jasamu sangat besar. Sampai kapan pun aku tidak akan bisa menggantinya. Kasih sayangmu seluas samudra. Tak ada kata indah yang bisa ku ukir untukmu. Hanya do’a dalam setiap sujud yang aku panjatkan untukmu di setiap malamku.
***
Drett ... Drett ....
Gawai yang ku simpan di atas meja belajar kini bergetar. Terlihat ada tulisan Babe Rano Calling.
‘Hallo, Be.’ Aku menjawab panggilan telpon dari babe Rano.
‘Ken, tolong jagain Nada, anak satu-satunya Babe, ya?’ terdengar suara babe dari dalam hp.
‘He’eleh, Be! Kagak Aye jagain juga si Nada udah gelendotan, noh sama Ibu,” jawabku ngasal.
‘Ken, kite bisa ketemuan kagak?’ ucap si babe yang tiba-tiba jadi melow.
‘Di mane? Babe kangen sama Aye?’ aku terkekeh lewat telpon.
‘Sstttt! Serius Babe, Kenzo.”
Hening.
Ada rasa ragu dalam hati ini. Kenapa babe Rano bersikap seperti ini? Akhirnya aku iya in aja permintaan babe Rano.
‘Oke! Share loc ya, Be?’
‘Gue mana nyaho yang kek gitu, Ken! Entar Babe SMSin alamatnya, ya?’ ucap babe Rano dan telpon pun terputus.
Tak menunggu waktu lama, hp ku kembali bergetar. Aku buka layar pada gawai dan terlihat SMS dari babe Rano yang mengirimkan alamat serta jam untuk kami mengatur waktu.
Aku berangkat seorang diri karena itu merupakan permintaan babe Rano. Aku melesat sepulang kuliah.
Untung Nada ada keperluan lain. Sehingga aku tidak butuh memikirkan alasan untuknya.
Aku memarkir motor di salah satu tempat makan, di warung nasi padang. Jarak yang cukup jauh apabila di tempuh dari arah kontrakan.
“Be,” ucapku yang mendekati babe Rano yang sedang duduk di kursi pojokan.
“Ken, sini!” babe Rano melambaikan tangan.
Aku menghampiri.
“Duduk, Ken. Mau pesen ape?” ucap babe Rano.
“Kagak, useh Be.”
“Hem ... Babe pesenin, ye?”
Tanpa menunggu jawaban dariku. Babe Rano sudah memesan nasi rendang dan teh manis panas.
Akhirnya, kami selesai makan bersama dan tibalah waktunya babe Rano mengungkapkan sesuatu. Yang entah hal itu apa.
“Ken,” ucap babe Rano yang membuka percakapan.
“Iya, Be.”
“Sebenernye Babe di rumah sodare lagi ikut berobat. Makanye Babe wanti-wanti nitipin Nada ke Lu sama Enyak Lu ya, Ken?” ucap babe Rano yang terdengar berbelit-belit.
“Sebenernye, Babe ntu sakit ape? Masalah Nada, Insya Allah, Ken jagain. Tapi ucapan Babe barusan bikin Ken bingung.”
“Sebenernye Babe sakit kangker, Ken. Sekarang Babe suruh di kemoterapi. Babe ingin menenangkan diri di rumah encangnye Nada dulu.”
“Inalillahi. Maaf Be sebelumnya. Nada pernah cerita sama Ken. Kalau Babe katenye sakit jantung?”
“Iya, tapi setelah pemasangan ring dalam jantung. Sudah enggak ade masalah, Ken. Tapi malah nambah perkare, katenye Babe terkena kangker. Tapi Babe mohon same Lu. Jangan sampe Nada tau hal ini.”
“Tapi, Be ....” ucapanku terpotong.
“Babe mohon, Ken,” terlihat tangan dan wajah babe Rano yang meminta di rahasiakan tentang penyakitnya ke siapapun. Bahkan terhadap Nada, anak kandungnya sendiri.
Dengan berat hati, akhirnya aku mengangguk sebagai pengganti kata iya yang menurutku terlalu berat untuk terucap. Bibirku kelu, tak dapat berkata.
Hening.
“Babe besok pulang ke rumah kok. Babe minta tolong, titip Nada satu malam lagi, Ken. Nada terlalu takut akan gelap dan sunyi,” ucap babe Rano yang tertunduk.
“Iya, Babe tenang aje. Babe yang semangat, ye? Ken do’ain Babe cepet sehat.”
Babe Rano tersenyum dengan netra yang masih berkaca-kaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
Falina Adhianthi
kanker
2022-09-30
0
👑sandra Liu💣༺
ihhh babang ken kekortu ga bilang" klo bilang kan otw nyusul🤣🤣
2020-12-20
0
RN
next tar lanjut lagi
keren bang👍👍
2020-11-27
0