Hari minggu aku ajak Nada lari pagi seputar Komplek. Di pagi hari yang cerah ini kami berlari melewati gang.
Banyak sekali anak-anak yang sedang bermain di depan rumahnya. Banyak ibu-ibu yang berkerumun, entah menunggu apa. Rutinitas ini sering aku lihat hampir tiap hari.
“Ken,” ucap Nada.
“Hem,” ucapku sambil mengatur napas setelah berlari.
“Gue bingung dengan hubungan yang Gue jalin bersama Fajri. Gue ingin putus,” pekik Nada bersuara parau.
“Lu, yakin? Bukannya Lu cinta setengah mati sama Fajri?” tanyaku.
Nada menggelengkan kepala.
“Kenapa?” tanyaku heran.
“Gue menyayanginya tapi gak ada rasa nyaman yang Gue dapat dari Fajri. Yang ada malah rasa takut karena kejadian kemarin ini,” ucapnya sambil tertunduk.
Nada seperti masih terauma atas kejadian kemarin yang hampir di lecehkan oleh kekasihnya sendiri.
“Lalu?” tanyaku lagi.
“Gue bingung Ken. Selain Babe tidak menyetujui. Rasa Gue juga kini berubah menjadi takut, bukan rasa sayang yang ada di dalam sini,” ucap Nada sambil menunjukkan telunjuknya ke arah dada.
Aku bingung dengan keadaan ini. Ada rasa senang mendengar Nada bicara seperti itu. Tapi, aku takut akan hal masa lalu. Setelah aku menggebu dengan rasa ini. Tapi Nada malah balik lagi bersama Fajri.
Kami duduk di bangku yang ada di pinggiran jalan. Menikmati udara yang masih sejuk di pagi hari.
Menyelonjorkan kaki dan membuka tutup botol air mineral yang kami bawa. Aku menyeka keringat yang ada di atas dahi. Keringat mengucur tanpa henti.
Drett ... Drett ....
Aku ambil gawai yang ada dalam saku celana. Aku menggeser layar pada gawai dan ternyata ada pesan dari mba Rere.
‘Ken, Mas Hari selingkuh,” isi WA dari mba Rere yang di selipkan emoticon mewek.
“Ya Allah,” tercetus spontan dari bibirku.
Nada melihat ekspresi kagetku, akhirnya ia terpancing untuk bertanya. Walau sepertinya ada rasa ragu pada rona wajahnya.
“Kenapa, Ken? Sepertinya Lu lagi bingung,” ucap Nada yang menjadi kepo.
“Gak papa. Balik yuk, Nad.”
Akhirnya kami berjalan santai menuju rumah, walau rona penasaran masih terpancar pada wajah Nada.
Aku pura-pura tidak melihatnya. Masih jalan sambil sesekali minum air mineral untuk mendinginkan pikiranku yang sedang kalut.
Langkah demi langkah telah membawa kami menuju rumah masing-masing. Tanpa banyak tanya, Nada pun masuk dalam rumahnya.
Sedangkan aku memutuskan untuk mandi dan berencana melesat pergi ke rumah mba Rere.
Dengan cepat, aku mengganti baju. Memakai kaos pendek dan celana jeans berwarna navy. Mendouble baju dengan sweater.
Aku meraih helm dan kunci motor yang terletak di bupet televisi.
“Bu, Ken berangkat.”
“Kemana, Ken?” tanya Ibu.
“Ada perlu,” sambil melesat pergi. Entah, ibu ngomong atau enggak. Aku tidak mendengarnya karena aku berangkat dengan terburu-buru.
Aku membawa laju kendaraan dengan kecepatan tinggi. Kadang dalam hati merasa bingung. Kenapa gue selalu terlibat masalah orang yang lagi pacaran? Pekik dalam hati. Seperti hubungan Nada dengan Fajri. Dan sekarang terlibat juga hubungan mba Rere sama pak Hari. Sebenarnya aku ini siapa? Orang yang selalu terlibat dengan masalah percintaan. Padahal, aku ini tidak mempunyai pacar. Kenapa malah jadi aku yang ribet? Pekik dalam hati.
Gerbang pintu kost mba Rere terbuka lebar. Dengan mudah aku masuk ke dalam halaman kost mba Rere.
Ku langkahkan kaki menuju rumah kost yang terdapat kamar-kamar yang berjajar rapi. Melewati beberapa kamar dan terlihat mba Rere yang bermata sendu, mungkin ia terlalu banyak mengeluarkan air mata.
“Mba,” aku mengucap sambil mengetuk pintu kamar mba Rere yang terbuka.
Mba Rere menyuruh masuk. Air matanya semakin tak terbendung ketika ia menceritakan perselingkuhan pak Hari kepadaku. Katanya sudah tiga kali mba Rere melihat pak Hari bersama wanita lain, tapi wanita itu merupakan orang yang sama.
“Mba, belum tentu Pak Hari bersalah,” ucapku yang mencoba menenangkan.
“Entah, Ken.”
Terlihat mba Rere merundukan kepala dan lagi-lagi air matanya meluncur tak terbendung. Aku melihat banyak tisue yang berserskan. mungkin karena mba Rere nangis dan air mayanya ia seka menggunakan tisue, entahlah. Hanya mba Rere yang tahu.
Aku mengajak mba Rere membuntuti pak Hari saat ini. Sengaja aku meminta mba Rere naik motorku, biar bisa lebih berkonsentrasi melihat ke arah sekitar. Atau ketika aku kehilangan jejak karena harus berkonsentrasi dengan motor yang aku bawa, mba Rere bisa fokus untuk melihat laju mobil pak Hari.
Akhirnya pak Hari keluar dari rumah mewah. Iya. Pak Hari memapah seorang wanita yang entah dia itu siapa? Pak Hari keluar dari rumah. Kami membuntuti dari belakang mobil yang melesat cepat dan tak tahu akan berlabuh di mana.
Terlihat mobil pak Hari memasuki parkiran rumah sakit. Mata mba Rere terbelalak ketika wanita itu di papah oleh pak Hari.
Terlihat wajah yang memerah pada wajah mba Rere, mungkin ia cemburu. Di sini aku merasa ada kejanggalan, namun mba Rere segera pergi tanpa mau mendengarkan pendapatku dan tidak mau untuk menemui pak Hari. Aku mengejarnya.
“Mba, kita masuk yuk? Gimana mba tau wanita itu siapa, sedangkan mba Rere sendiri memilih pergi,” ucapku.
“Mba terlalu takut Mas Hari ninggalin Mba, Ken. Mba gak kuat, Mba terlalu takut,” ucap mba Rere dengan suara parau.
Hingga akhirnya, mba Rere menghentikan taksi dan menaikinya. Taksi itu berlalu pergi dari hadapanku hingga kini tak terlihat lagi dari pandanganku.
Karena aku penasaran. Aku memutuskan untuk mendatangi pak Hari dan berharap ia tidak marah padaku.
Aku melihat Pak Hari di sudut ruangan. Aku menghampirinya.
“Ken, ngapain Kamu di sini?” tanya pak Hari yang seperti sibuk dengan gawainya.
“Maaf, Pak. Bolehkah saya bertanya?”
“Iya. Silakan.”
Akhirnya aku dan pak Hari ngobrol di kantin rumah sakit. Aku mengobrol panjang lebar terhadap pak Hari. Untungnya pak Hari orangnya bijak dan mendengarkan semua perkataanku.
Pak Hari menceritakan bahwa wanita yang ia antarkan itu adalah adiknya yang kecelakaan. Mba Rere memang belum mengenal adiknya. Tiap ke rumah sakit, pak Hari mengantarkan adiknya untuk kontrol dan terapi. Karena Kakinya ada maslah jadi pak Hari masih sering antar adiknya kontrol ke rumah sakit ini.
Akupun ngobrol sebentar dengan adiknya pak Hari. Ternyata dalam hal ini, mba Rere 1.000 % telah salah sangka menilai pak Hari.
Mungkin, karena ia terlalu sayang. Entahlah.
Tapi yang aku dapat ambil kesimpulan dari kesalah pahaman ini yaitu, menyelesaikan masalah itu penting, bukan kabur-kaburan kek mba Rere.
Aku juga tidak ada niatan membuat keruh urusan mereka. Aku malah ingin membantu mba Rere yang benar-benar salah paham terhadap pak Hari.
Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi ke kost mba Rere, mumpung masih ada waktu. Jam baru menunjukan pukul setengah delapan malam. Pintu gerbang kost masih terbuka lebar.
***
“Mba ....” aku mengetuk pintu kamar mba Rere.
“Mau ngapain lagi, Ken? Mba mau istirahat,” ucap mba Rere yang menjawab dalam kamar.
“Mba, are you ok?”
“Iya, Ken. Pulang sana!”
“Mbaaa ....”
KREKKK!
Pintu kamar dibuka, terlihat mata yang sembab dan rambut yang acak-acakan kek tarzan. Entah mba Rere ngamuknya seperti apa? Yang jelas penampilan malam ini benar-benar membuatku terbelalak. Apakah cewek yang cemburu bisa berbuat di luar nalar? Entahlah. Gue gak se’ekstrim ini waktu kecewa terhadap Nada.
“Pulanggggg! Kenzo! Mba mau tidur!”
Hingga alasan dari mba Rere hanya tidur gak ada alasan yang lain.
“Makan yuk, Mba?” ajakku.
“Ogah!” ucap mba Rere ketus.
“Beli ice cream yuk, Mba?”
“Gue bukan bocah!” masih cemberut.
“Beli racun yuk, Mba?” aku masih belum nyerah.
“Buat apaan?” tanya mba Rere heran.
“Buat di minum,” jawabku.
“Gue belum mau mati, Kenzooooo!” mba Rere memukul kesal lenganku.
Baguslah, dia gak ada niatan ke arah situ. Jadi walau aku pulang pun tidak khawatir meninggalkannya.
“Udah?”
“Iya, Gue balik ya, Mba,” ucapku sambil berlalu pergi.
Terlihat dari kaca spion, mba Rere menepok jidatnya.
***
Aku membawa si matic membelah kemacetan kota Jakarta. Lampu-lampu jalan yang menerangiku malam ini sampai si matic terparkir di depan kontrakan.
Aku memasukan si matic ke dalam kontrakan dan bergegas mengambil air wudu. Segera ku kunci pintu rumah dan melangkahkan kaki menuju anak tangga. Aku mendorong handle pintu kamar dan bergegas sholat isya.
“Ya Allah, tolong selalu jaga Ibu di usia senjanya. Semoga Aku bisa bahagiain Ibu suatu saat nanti, Aamiin .... “ terucap dari lisanku.
Aku membuka jendela. Melihat ke samping kamarku. Ternyata lampu kamar Nada telah gelap, mungkin ia telah tertidur malam ini.
Aku tutup jendela kamar dan bergegas menaiki tempat tidur dan masuk ke dalam selimut. Aku memutar beberapa lagu dalam handphone menggunakan ear phone. Hingga pikiranku telax dan tertidur.
.
“Ken, bangun Ken!”
Nada membangunkanku di pagi ini, suaranya sudah seperti dulu. Ceria dan cerewet. Suara yang ku rindukan di pagi hari ketika Nada membangunkanku, kini telah kembali.
“Ayo, bangun!” Nada masih belum menyerah untuk membangunkanku.
Aku pura-pura tak menghiraukannya.
“Gue sayang sama Lu, Ken.”
Mataku terbelalak mendengar kata Nada barusan. Nada yang masih ada di samping telingku tersenyum manis.
Aku tak percaya, Nada akan ngomong sayang kepadaku. Debaran jantung yang semakin mengencang. Mataku yang tak henti memandang wajahnya, lekat.
‘Gue gak percaya, Gue gak percaya ya Allah. Benarkah ini? Ataukah Gue hanya mimpi?’ kata dalam hati.
Wajah Nada kini mendekat di depan wajahku. Mata yang berwarna hitam kini tertuju di satu titik. Kami berpandangan.
Bibir tipisnya kini mendekat ke bibirku. Aku semakin tak karuan dihadapkan dengan keadaan ini. Ingin rasanya saat ini berlalu dengan waktu yang lama. Hingga akhirnya, bibir nada mengungkapkan sesuatu padaku.
“Tapi, bo’ong! Hahaha mana mungkin juga Gue sayang Lu, Kenzo! Buruan bagun!” Nada masih tertawa, merasa menang telah mengerjaiku.
“Shit!” ucapku yang terlanjur malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️🎯Fatimahᵇᵃˢᵉæ⃝᷍𝖒❁︎⃞⃟ʂ
Kasihan Bang Ke diprank
2021-07-22
1
👑sandra Liu💣༺
klo cwe lgi cemburu jan dideketin jdi begono kan🤣🤣🤣
2020-12-19
0
RN
lanjut
2020-11-12
0