Dalam kamar super minimalis yang ku cat berwarna putih, aku menghela napas panjang. Aku merebahkan ke kasur yang ditutup sprei bermotif bintang.
Aku tutup manta ini, setelah aku mengerjakan kewajibanku, sholat isya. Aku berharap bisa terlelap untuk menyongsong hari.
Hingga waktu menunjukan jam dua pagi, aku baru bisa terlelap karena mendengarkan lagu-lagu pengantar tidur, relax.
“Ken, bangun. Nak. Udah siang. Kamu gak pergi kuliah?” Terdengar suara ibu sambil mengetuk pintu.
“Astagfirullah hal ‘Azim. Iya Bu,” ucapku yang langsung bangkit dari tempat tidur.
Ku ambil handuk dan segera menuruni anak tangga. Untung kamar mandi sudah kosong. Jadi, aku bisa langsung masuk kamar mandi tanpa antrean.
Sial!
Ketika aku keluar dari kamar mandi. Aku melihat Nada dijemput oleh Fajri. Dengan sekelebat, motor Fajri pun melesat sudah tak terlihat.
“Ya Allah, mungkin memang gue dan Nada hanya ditakdirkan bersahabat. Tapi ini lebih menyakitkan. Memiliki tak bisa, bersahabat pun kini Gue merana,” ucapku tertunduk.
Langkah ku lanjutkan ke kontrakan, dimana ibu telah menunggu aku sarapan di meja makan.
“Sarapan dulu, Ken,” ucap ibu tersenyum.
“Kenzo langsung ke kampus, bu. Udah telat.” Aku mencium tangan ibu dan melesat pergi.
***
“Ken, maaf ya. Tadi Gue berangkat duluan,” ucap Nada.
“Gak masalah,” ucapku datar.
Nada seperti memperhatikanku. Ia duduk di sampingku dan mendekatkan wajahnya tepat di depan wajahku.
Aku memalingkan pandangan. Karena bagiku, ini sangat menyiksa.
“Lu kenapa, Ken?” tanya Nada sambil menggenggam kedua tanganku.
“Gak papa,” ucapku lagi.
“Jangan bohong! Gue tahu, Lu lagi menyembunyikan sesuatu dari Gue,” ucap Nada.
“Gak.”
Hingga akhirnya pak dosen killer masuk dalam ruangan ini. Ia mulai memberikan pendidikan kepada kami. Aku mencoba untuk berkonsentrasi. Namun, lamunanku lebih mendominasi tubuh ini.
“Kenzo!” Pak dosen killer menepuk pundakku.
“Diam kau bangs*t!” ucapku spontan.
“Apa?” Terlihat mata pak dosen memerah seperti monster di film kartun.
****** Gue! pekik dalam hati.
“Maaf, Pak. Barusan Saya melamun. Suer! Gak ada maksud ngomong kasar sama Bapak." Aku berusaha menerangkan.
Tapi nasi sudah menjadi bubur. Pak dosen tetap saja mengeluarkan jurus kamehamenya.
Bukan disuruh berdiri lagi di depan kelas. Namun sekarang, aku di suruh keluar menuju lapangan. Hormat di depan tiang bendera sampai jam kampus selesai.
PASRAH!
Hanya itu yang dapat aku perbuat saat ini. Bahkan, ketika kampus istirahat pun, aku tidak diizinkan meninggalkan lapangan.
Terlihat, Nada membawa minuman dingin untukku. Ia melenggang, mendekatiku.
“Nih, Ken.” Nada menyodorkan satu botol minuman dingin.
“Thank’s, Nad. Gak usah, nanti Lu ikut di hukum sama Pak killer,” ucapku memalingkan pandangan.
“Gak papa. Gue iklas kalau dijemur bareng-bareng sama Lu, Ken.”
Aku menggelengkan kepala seraya memutar bola mata.
Akhirnya, pak dosen melihat keberadaan Nada lalu memanggilnya. Entah, apa yang mereka bicarakan.
Banyak teman yang berbisik bahkan menghampiriku dengan ucapan-ucapan yang menyakitkan. Kalau sudah kek gini, hanya satu yang bisa ku lakukan. Seperti pepatah, anjing menggonggong. Kafilah diem di jemur aja. Lah itu Gue dong? Pekik dalam hati.
Hingga akhirnya, selesai sudah jam kampus. Aku terkapar, duduk di lapangan yang masih terik oleh sinar matahari. Terlihat wajah bahkan tanganku yang memerah karena terlalu lama di jemur.
“Ini, Ken.” Nada menyerahkan tasku yang memang masih di dalam kelas tadi.
“Thank’s, Nad." Aku mengambil tas dan bergegas meninggalkannya.
“Ken! Kenzo! Tungguuuuu!”
Aku tak menghiraukannya hingga aku berada di parkiran. Nada masih tertinggal jauh di dalam sana.
Terlihat, Fajri berada di pintu gerbang. Mungkin menunggu Nada, serahlah, pekik dalam hati.
“Kenzo!” Fajri menghalang laju motorku.
Aku rem seketika dan membuka kaca helm.
“Lu jangan coba-coba deketin Nada dan merebutnya dari gue!” Terlihat wajah sangar dan lengan Fajri memegang kaosku di bagian leher.
Aku menepisnya. Tak menjawab apa-apa hingga terdengar suara Nada memanggil namaku.
“Kenzo tunggu!”
Aku langsung melesat pergi meninggalkan Nada yang sedang bersama kekasihnya.
Di simpang jalan, aku merasa ragu untuk pulang ke rumah. Aku belum merasa siap diinterogasi oleh Nada. Akhirnya aku memutuskan telepon ke handphone ibu, mengabarkan bahwa aku akan pulang malam. Karena ada tugas kampus yang mesti selesai hari ini juga.
Kembali aku memacu si matic dengan kecepatan sedang. Pikiranku entah kemana, aku hampir menabrak anak kecil yang hendak menyebrang.
‘He’eleh, Lu tau lah kalau anak kecil nyebrang kek mana? Maen nyelonong aja.’
Ku rem motor, malah aku yang hampir terjatuh dari motor. Aku bergegas turun dan memastikan anak itu baik-baik.
Namun, untunglah. Tidak ada luka sedikit pun pada anak kecil ini. Aku melanjutkan perjalanan yang tak bertujuan.
Drett ... Drett ....
Aku ambil gawai yang ada dalam saku celana, ku sentuh dan menggeserkan layar gawai. Ternyata pesan dari mba Rere.
‘Ken, kamu perform kan malam ini?’
Tanpa basa basi, akhirnya aku mempunyai tujuan. Aku menelepon mba Rere.
Tut ... Tut ...
Aku menunggu panggilanku dijawab.
Namun nihil, sampai aku dimarah-marahin operator telpon. Mba Rere belum juga mengangkat telponku.
Akhirnya, aku hanya berdiam diri di kursi taman. Menikmati lalu lalang kendaraan yang melintas di depanku saat ini.
Drett ....
Aku tersadar dalam lamunan, ada yang bergetar di dalam sini. Benda kecil yang berbentuk pipih. Ku ambil dari saku celana, ternyata mba Rere.
(Hallo, Ken) terdengar suara hand phone dari dalam.
(Iya, Mba.)
(Maaf, tadi Aku lagi mandi. Ada apa?) tanya mba Rere.
(Gue boleh gak main ke rumah Mba?)
Terdengar suara tertawa dari dalam gawai.
(Aku di sini ngekost, Ken. Ya udah, main aja sini. Ntar Aku share loc alamatnya ya?)
(Oke.)
Telpon terputus.
Hingga akhirnya, aku melaju melanjutkan perjalananku menelusuri kos-kosan mba Rere sesuai arahan aplikasi dalam hand phone.
Hingga akhirnya aku terhenti di kost yang lumayan rapi. Dengan tulisan pengingat yang di tempel pada pintu gerbang JAM 21.00 BATAS TAMU BERKUNJUNG. Terimakasih, ttd. Ibu Kost.
Aku masih di atas motor, akhirnya aku memutuskan nelpon mba Rere takut salah masuk. Baru juga tersambung satu kali. Mba Rere sudah terlihat, ia menghampiriku.
“Masuk, Ken,” ucapnya, sambil membuka pintu pagar.
Aku nyelonong dan memarkirkan motor di halaman kost mba Rere. Aku mengekor dari belakang.
Kami melewati beberapa kamar untuk sampai ke kamar Mba Rere. Ternyata, kamarnya ada di ujung yang bersebelahan dengan taman belakang si pemilik kontrakan.
Kami duduk di bangku yang terdapat di depan kamar mba Rere.
“Minum apa, Ken?”
“Gak usah, Mba.”
“Hem ... bentar ya?”
Mba Rere masuk dalam kamarnya, entah mau apa. Sedangkan aku menghembuskan napas panjang seperti sedang membuang rasa jenuh dalam diri.
“Ken.” Mba Rere melempar minuman kaleng bersoda untukku.
Aku menangkapnya dan tersenyum. “Thank’s, Mba.”
“Sebenarnya ada masalah apa, Ken? Tumben, Kamu mau main ke kost Aku?”
“Lagi jenuh gue, Mba.” Sambil ku buka pengunci kaleng minuman bersoda.
Mba Rere terdiam. Mungkin, ia mengetahui perasaanku. Aku meneguk minuman bersoda yang ada dalam kaleng ini.
“Wahh ... Mba Rere, pacarnya udah ganti lagi. Ganteng lagi, cariinlah Mba, buat Intan,” ucap seorang wanita, mungkin temannya mba Rere.
Aku menghentikan tenggukanku.
“Bukan, Tan. Ini temen Mba. Kek Adek lah buat Mba,” ucap mba Rere sambil mengusap pundakku.
Aku tersenyum.
“Ya udah Mba, buat Intan aja ya?” Sambil tersenyum manja.
“Ambillah kalau dia mau.”
Derai tawa pun pecah seketika. Tat kala mereka meributkan seorang cowok yang sebenarnya sedang patah hati. Aku pun tersenyum.
Akhirnya Intan pun berlalu pergi meninggalkan aku dan Mba Rere.
Intan itu orangnya cantik berkulit kuning langsat, ada lesung pipit di pipinya apabila ia mengembangkan senyuman maka akan terlihat. Hidung yang mancung dan bibir yang tipis.
“Mba, siapa sih yang tadi? Temen Mba?” tanyaku dengan penuh penasaran.
“Cieee ... kamu suka, ya. Sama Dia?” mba Rere menggoda.
“Kagak!”
“Ichhh ... Malu-malu tuh, hahaha ... Namanya Intan, Ken. Anak pemilik kos-kosan ini.”
Mati Gue! Kek Nada juga nanti akhirnya, terbesit dalam hati.
“Kamu masih ngamenkan malam nanti?” tanya mba Rere.
“Insya Allah, Mba.”
Aku melanjutkan menenggak minuman bersoda yang kalengnya ada dalam genggamanku.
Di sini mba Rere enggak terlalu banyak tanya. Apalagi tentang Nada, sepertinya mba Rere orang yang sangat peka dengan perasaan orang lain. Beruntunglah orang yang menjadi kekasihnya.
“Ken, pulang dari kampus. Pasti Kamu belum mandikan?” tanya Mba Rere.
Aku menggelengkan kepala sambil nyengir.
“Mandi tuh di dalam, biar Aku menunggu di luar,” ucap mba Rere.
“Gak papa gitu?” tanyaku memastikan.
“Gak papa, masuk aja. Tuh dari sini juga pintunya kelihatan.” Tangan mba Rere menunjuk jarinya ke dalam pintu kamar mandi.
Akhirnya aku melangkah melewati ruang tamu kecil mba Rere. Aku menuju ke pintu kamar mandi yang berwarna biru, bersebelahan dengan dapur kecil namun mba Rere piawai menata barang. Hingga semuanya terlihat rapi.
Aku melangkahkan kaki ke dalam kamar mandi yang berlantaikan keramik bermotif kotak-kotak, dengan dinding yang terpasang keramik bermotif bunga. Terlihat pengharum kamar mandi yang menggantung dengan mengeluarkan wangi Mint yang segar, membuat relax seketika.
Guyuran air yang mengalir ke badan pun ikut meluruhkan perasaan jenuh akan hari ini. Di tambah dengan candaan dari mba Rere dan Intan yang memberikanku semangat baru.
Hingga tiba saatnya. Aku dan mba Rere pergi ke tempat kerja. Sengaja kami berangkat lebih awal. Kami berangkat membawa motor masing-masing.
“Masih sepi, Mba,” ucapku setelah berada di parkiran tempat kerja.
“Sengaja,” ucap mba Rere.
“What?”
“Udah, Kamu duduk di bangku depan sana. Aku mau masuk dulu ke dalam. Bentar ya?”
Aku ngeloroy dan duduk di bangku depan. Sementara mba Rere gak tau sedang berbuat apa di dalam ruangan sana.
Setelah kurang lebih 15 menit aku menunggu. Sosok mba Rere pun terlihat. Ia datang membawa sepiring nasi goreng dan segelas air putih yang di suguhkan untukku.
“Paan, nih?”
“Nasi goreng,” ucap mba Rere.
“Iya ... tau. Buat siapa?”
“Buatmu lah. Aku tau, Kamu belum makan kan?” ucap mba Rere.
Mba ... Mba ... Lu tuh care banget sama semua orang kek nya,) pekik dalam hati.
Aku tersenyum “Makasih, Mba.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
RE🐾
jgn2 mbak re suka Ken ya
2021-06-01
1
👑sandra Liu💣༺
top ka lanjut yaaa
2020-12-19
0
RN
next
2020-11-12
0