Pagi-pagi aku mengetuk jendela kamar Nada.
“Ngapin Lu?” Terlihat rambut Nada yang masih acak-acakan.
“Jalan, yuk?” Ajakku.
“Males, ah!” Nada mau menutup jendela kamarnya.
“Eits ....” Aku menahan.
“Mau ngapin lagi sih? Sana pulang, bangke!” Nada memutar bola matanya.
“Gue gak mau balik, sampai Lu mau jalan sama gue!” Aku menunggu di dekat jendela.
“Serah!”
Nada masuk kamar dan aku masih menunggu di balik jendela. Lima menit aku menunggu, Nada belum juga mau ke luar. Aku masih menunggu.
Sepuluh menit, belum juga terlihat batang hidung Nada.
“Ayok, jalan!” Ajak Nada setelah setengah jam aku ngongkrong di depan jendela kamarnya.
“Mau kemana?” tanya Nada.
“Ambil motor,” jawabku.
“Gak usah! Jalan kaki aja!” Nada terlihat masih kesal.
Mungkin Nada kesal karena aku mengajak jalan rada maksa. Tapi, biarinlah dari pada murung dalam kesendirian. Aku rela kalau dibeci Nada.
Kami jalan kaki melewati gang sempit, dimana banyak anak kecil yang sedang bermain, dan Emak-emak yang asik ngerumpi.
Langkahku terhenti ketika ada bangku di pinggir jalan. Sambil menarik napas yang ngos-ngosan karena kami telah berjalan dengan jarak yang lumayan jauh.
“Ngapain Lu?” tanya Nada.
“Duduk. Ayok duduk sini.” Aku mengajak Nada duduk, sembari menepukan telapak tangan ke kursi.
“Ogah!” Nada masih berdiri seperti patung di hadapanku.
.
Nada kembali melanjutkan perjalanannya. Tak ada raut capek pada wajahnya. Mungkin, Nada masih kesal atau bahkan marah karena ia di tinggal nikah sama Fajri selagi ia masih berstatus pacaran dengan Nada.
Aku berjalan, mengekor dari belakang. Setelah satu jam perjalanan, akhirnya kami telah sampai di rumah Nada. Wew! Di rumah Nada? Iya. Nada hanya Berjalan, mengelilingi komplek doang.
“Udah kan, jalan-jalannya?” ucap Nada.
Aku tersenyum, merasa lucu melihat orang yang sedang patah hati ini.
“Balik sana! Satu lagi, jangan berisik dalam kamar. Gue mau, gak ada suara dalam kamar Lu, paham?”
Lagi-lagi aku tersenyum melihat Nada yang memperlihatkan mimik wajah seperti itu. Wajah natural seorang wanita yang sedang patah hati. Kini Nada telah masuk ke rumahnya, meninggalkanku yang masih berada di halaman depan. Akhirnya, aku keluar dari dalam halaman rumah Nada, melewati pagar yang tidak terlalu tinggi.
KREKK ....
Ku buka pintu rumah kontrakan, terlihat ada ibu yang sedang menjahit tersenyum melihatku. Aku berlalu, melewati anak tangga yang terbuat dari kayu. Terlihat handle pintu, lalu ku buka dan aku membenamkan tubuh ini ke tempat tidur.
Sunyi.
Itu yang aku rasa saat ini. Dimana tidak ada keceriaan ketika Nada sedang patah hati. Akhirnya, aku meraih gitar yang tergantung dari dinding kamar. Ku petik senar gitar lalu ku menyanyikan sebuah lagu.
Drett ... Drett ....
Ku lihat ada WA dari Nada. Namun, aku biarkan dan melanjutkan bersenandung.
Drett ... Drett ....
Drett ... Drett ....
Nada terus kirim pesan WA bahkan ia nelpon dan video call, aku tetap tidak menghiraukannya. Aku tetap bersenandung.
Terdengar langkah kaki dari tangga yang menuju ke kamarku. Terlihat handle pintu bergerak. Pintu terdorong dan terlihat Nada yang masih acak-acakan rambutnya kek tarzan.
Sorot matanya yang merah sudah seperti monster yang siap menerkam mangsa.
“Bangkeeeee! Kan Gue udah bilang jangan berisik! Mana gitar Lu!” Nada mengambil gitarku dan bergegas kembali menuruni anak tangga.
Aku melihat dari jendela, Nada berjalan cepat dan memasuki lagi rumahnya. Kini sosok Nada sudah tak terlihat, mungkin ia masuk kamar.
Sunyi.
***
Ngampus again skuy.
Pagi ini, Nada tak terlihat. Biasanya pagi-pagi ia selalu menggangguku ketika sarapan. Akhirnya aku yang datang menemuinya, bermaksud untuk mengajaknya ke kampus.
Baru saja ku buka pagar rumah Nada. Terlihat babe Rano yang mendatangiku. Babe Rano menceritakan kalau Nada libur ngampus karena sakit. Akhirnya, aku pamit ke kampus sendirian.
Aktivitas di kampus pun di mulai. Entah mengapa, aku merasakan pelajarannya gak ada yang nyangkut di otak. Berkali-kali aku mencoba berkonsentrasi, namun nihil. Aku selalu terbayang Nada yang sedang bersedih, bahkan ia sedang sakit hari ini. Aku melamun.
“Kenzo!”
“Apaan sih Lu!” ucapku.
Aku tidak tahu kalau yang menyebut namaku itu pak dosen killer. ****** gue! Pekik dalam hati.
“Kenzo, sini kamu!”
Aku kedepan, menghampiri pak dosen killer yang seperti bersiap mengeluarkan jurus kamehame nya.
“Iya, Pak.”
“Dari tadi bapak perhatikan kamu melamun di pelajaran bapak. Bapak tidak suka kalau di pelajaran bapak ada yang melamun. Sekarang, Kamu berdiri di depan sini. Angkat kaki dan tangan menjewer telinga!”
Terlihat teman-temanku mulai menertawakanku. Mungkin hukuman ini tak menyeramkan seperti jurus kamehame punya Goku di film drangon ball. Namun, malu itu melebihi dari kamehame milik Goku.
Aku berdiri sampai selesai jamnya pak killer. Berakhir sudah hukuman yang diberikan pak dosen. Aku melangkahkan kaki ke parkiran, ku ambil motor dan melesat meninggalkan kampus.
“Stop!” Motorku dihalang sosok laki-laki.
“Paan?” Aku membuka kaca helm.
“Nada mana, Ken?”
“Fajri?”
Aku turun setelah motor tak menghalangi gerbang kampus. Ku dorong tubuh Fajri hingga terpentok ke tembok kampus.
“Mau apa Lu nanyain Nada? Belum puas Lu sakiti Dia?” ucapku yang tersulut emosi.
“Sabar, bro! Gue ingin menjelaskan semuanya sekarang.”
“Telat Loh! Mestinya Lo menjelaskan sebelum perkawinan Lo!”
Aku berlalu meninggalkan Fajri yang terlihat syok karena aku mencengkram lehernya. Ku lihat dari kaca sepion, ternyata motor Fajri mengikutiku. Sengaja aku biarkan, agar dia mau menjelaskan alasannya terhadap Nada. Walau mungkin akan menyakitkan Nada.
Aku berpura-pura tidak melihatnya. Terlihat, Fajri sedang bertanya kepada rumah sebelah. Mungkin ia menanyakan rumah Nada. Aku bergegas masuk, menaiki anak tangga.
Satu jam kemudian.
“Kenzo ....” Nada memelukku.
Seperti bisa ada debar di dalam sini ketika Nada memelukku.
“Hey ... kamu kenapa, Nad?”
“Kak Fajri jahat!” Air mata Nada telah membasahi kaos yang ku pakai.
“Loh, kenapa kamu bisa ngomong seperti itu?”
“Tadi Kak Fajri ke rumah. Ia bilang kalau nikahin Nadia karena terpaksa. Nadia hamil, Ken.” Air mata Nada semakin meluap.
Tanganku tak terasa telah mengepal. Coba kalau Fajri ngomong itu ke gue, udah gue tonjok tuh orang! Pekik dalam hati.
Aku terdiam. Bingung harus berbuat atau berkata apa. Satu-satunya yang dapat ku perbuat mengusap pelan rambut Nada.
Sepuluh menit berlalu setelah diisi dengan acara curhat dan tangisan, akhirnya Nada tersadar.
“Maaf, Ken.” Nada melepaskan pelukannya.
Aku tersenyum.
“Aku enggak sengaja,” ucap Nada.
“Gak papa, sini kalau mau peluk lagi.” Aku membuka lebar kedua tangan.
“Yey! Modus, Lu!” Nada memutar bola matanya.
“He’eleh ... gak ada yang modus Nad. Masa, modus sama orang yang belum mandi?” ucapku.
“Emang kecium, ya?” tanya Nada.
“Hm’em.” Aku menganggukan kepala.
“Ya udah, Gue mandi dulu,” ucap Nada yang beranjak berdiri dari tempat tidurku.
Aku menarik tangannya. Memandang wajahnya, sampai tak terasa netra kami bertemu. Aku mendekatinya. Kini mulutku telah berada tepat di telinganya dan berbisik “Mandi gih ... biar wangi ya, Nad!”
Nada mendorongku sampai aku terjatuh di atas ranjang. Terlihat wajah yang kesal. Entah apa yang ada dalam pikiran Nada ketika aku berbisik tadi. Bisikan apa yang yang ia harapkan dari ku? Entah. Hanya Nada yang tahu.
***
Gak ada job manggung malam ini. Aku memutuskan untuk ngajak jalan Nada.
Aku mengetuk jendela kamar Nada, namun sial! Yang membuka jendela kamar malah babe Rano.
Aku nyengir.
“Ngapin Lu? Kek anak burung aje getok-getok jendela kamar anak Babe?”
“Nada mane, be?” Aku tersenyum malu.
“Ada noh, lagi nonton tivi. Musuk sono! Mau ngobrol sama babe Lu di mari?”
Akhirnya aku membuka handle pintu rumah Nada. Terlihat Nada sedang tiduran di sofa ruang tv sambil mencet-mencet remot tv. Entah chenel apa yang ia cari. Aku mendekati Nada.
“Nad, jalan yuk?” Aku berbisik ke telinganya.
Nada terperanjat, dan remot tv pun akhirnya mendarat di kepalaku. Satu getokan remot dari Nada hari ini.
“Aduh, sakit Nad!” Aku mengusap kepalaku.
“Ngapain sih Lu, ngagetin gue aja?” Wajah malasnya terlihat apabila aku mengagetkannya.
“Pan, Gue udah bilang dari awal. Jalan yuk? Malah di getok pake remot tivi.”
“Salah sendiri ngagetin gue. Ogah! Gue mau di rumah aja. Emang lu enggak gawe malam ini?”
Eaa ... Akhirnya Nada nanya juga.
“Kagak. Makanya Gue ngajakin, lu main malam ini.
Nada masih terlihat cuek. Masih sibuk dengan remot tv yang ia pencet-pencet. Tak ada suara dari mulut kami, hingga akhirnya kebisuan kami berakhir gara-gara suara babe Rano.
“Woy! Ngobrol nape, diem-diem bae. Tivi aja ade suaranye,” ucap babe Rano yang ngeloyor ke arah dapur.
Aku dan Nada kaget, kami terperanjat gara-gara babe Rano. Akhirnya Nada masuk ke kamar.
“Mau ke mana, Nad?” tanyaku.
“Ganti baju!”
Sambil menunggu Nada, aku melihat majalah yang ia letakan di atas meja. Ada halaman yang ia lipat dan ia tuliskan, suatu saat aku mau bikin baju kek gini. Tulisan tangan Nada ke gambar baju couple.
“Ayok!” ucap Nada yang telah berganti baju.
Aku berjalan dan Nada mengekor dari belakang.
Kami menaiki motor dengan laju motor sedang. Menikmati bias lampu taman yang terpasang di pinggir jalan. Semilir angin malam yang berlalu seakan mengusap tubuh ini.
“Mau kemana sih, Ken?” tanya Nada.
“Ada, deh!”
“Ih! Rese!” Terlihat dari sepion, bibir Nada mengerucut.
Setelah sampai di salah satu Mall, aku memarkirkan motorku. Beranjak turun dari motor, namun Nada masih nangkring di atas motorku.
“Ngapain ke sini?” tanya Nada.
“Lu ikut ajalah.”
“Gak mau!”
“Mau Gue genong, Lu?”
“Ogah!”
Akhirnya Nada turun dari motorku, melenggang dan mengekor dari belakang.
Kami memasuki Mall. Nada sibuk dengan gawainya, yang entah sedang memainkan permainan apa. Sedangkan aku sibuk mencari tempat pembuatan baju couple.
Akhirnya, ketemu juga. Aku memasuki salah satu toko yang menyediakan jasa pembuatan print baju couple. Mungkin Nada tersadar, kalau aku tak ada lagi di depannya. Terlihat Nada membuka aplikasi hapenya.
Drett ... Drett ....
Gawaiku bergetar dalam saku celana. Aku ambil hape dan melihat ada nama Nada calling.
(Hallo ....) Aku mengangkat telpon.
(Lu di mana, bangke?) tanya Nada yang terlihat sedang mencari.
(Dalam toko yang ada di samping Lu, Nad. Masuk aja.)
Bola mata Nada memutar dan melihatku dari dalam toko. Ia mendekat. Bingung. Terlihat ekspresi wajah Nada yang bingung ketika melihatku yang sedang memilih warna baju.
“Bagus yang mana, Nad?” Aku mengangkat beberapa warna kaos.
Nada terlihat memperhatikan baju yang ku angkat.
“Yang ini.” Nada menunjuk kaos yang berwarna navy.
“Ya udah, yang ini bang. Ukuran sama tulisannya yang tadi ya?” ucapku sambil menyerahkan sample baju.
“Oke!”
Aku menunggu sembari duduk di sofa yang sengaja di persiapkan untuk customer yang sedang menunggu.
Nada terlihat memperhatikanku. Mendekat dan duduk di sampingku.
“Lu ngapin mampir di mari? Tu baju buat siapa lagi?” Terlihat wajah heran Nada.
“Ada deh. Kepo lu!”
“Ngeselin, lu!”
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya si abang toko membawa baju yang udah jadi. Aku menghampirinya.
“Di cek dulu Bang,” Abang toko menyerahkan kaos couple itu padaku.
Aku mengecek. Ukuran besar yang bertuliskan BANGKE nya DO RE MI. Sedangkan ukuran kecil bertuliskan DO RE MI nya BANGKE.
“Sip, Bang.”
Aku menerima kaos dan membereskan pembayaran. Sengaja, aku minta bungkus satu-satu agar mempermudah aku memberikannya pada Nada.
Aku mengajak makan malam di sebuah cafe yang ada dalam Mall. Kami memesan makanan dan minuman ringan.
.
Aku memacu motorku kembali ke rumah Nada. Tepat di depan pagar rumah Nada, aku memberikan bungkusan ini kepada Nada.
“Apaan ni?” tanya Nada heran.
“Buka aja kalau lu udah di kamar,” ucapku.
“Thank’s ya, Ken. Lu udah ajak jalan Gue malam ini. Thank’s juga atas hadiahnya,”
Terlihat lengkungan tipis di bibir Nada.
Aku tersenyum dan berlalu, setelah Nada tak terlihat dalam halaman rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️🎯Fatimahᵇᵃˢᵉæ⃝᷍𝖒❁︎⃞⃟ʂ
kok selalu lewat jendela bukan pintu
2021-07-22
1
N four B
next
2021-01-05
0
👑sandra Liu💣༺
hehe sibabe ngagetin orang lgi diem aje dech🤣🤣🤣
2020-12-19
0