Hari demi hari, ku habis di kampus dan di southbox untuk bernyanyi.
“Ken, maaf ya. Ibu telat kasih uang semester kamu.” Ibu menyodorkan uang semeateran kepadaku.
“Emang Ibu sudah ada uang?”
“Ada, ini sudah ibu kumpul. Yang sebagiannya ibu bayar kontrakan ke babe Rano,” ucap Ibu.
Aku melihat wajah yang lesu. Mungkin ibu kelelahan tiap hari harus menjahit. Aku menerima uang pemberian dari Ibu.
Sebenarnya, uang yang di kasih ibu aku simpan, aku tabungkan untuk keperluan nanti kalau ada kebutuhan yang mendesak. Toh, sekarang aku bisa menutupi kebutuhan di kampus semenjak aku ikut bernyayi.
“Makasih ya, Bu. Ibu udah besarin Kenzo, ibu kuat memikul ini semua tanpa ada sosok bapak yang mendampingi.” Aku menggenggam kedua tangan ibu.
Ibu mendekat dan memelukku. Terlihat netra yang berkaca-kaca, yang kini mulai ada kerutan tipis di area bawah matanya karena usia yang sudah tak lagi muda. Ibu menangis di pelukanku.
“Ken, maafin ibu ya, Nak. Dari dulu sampai sekarang. Kenzo belum bisa ibu bahagiain. ibu selalu menyusahkan Kenzo. Masa mudamu habis karena selalu bantu Ibu.” Air mata ibu kian deras membasahi bajuku.
Aku terdiam. Aku hanya memeluk ibu sampai ibu tenang dan melepaskan pelukannya dariku. Aku memandang wajah ibu dan tersenyum.
“Kata siapa Kenzo enggak bahagia? Kata siapa ibu selalu nyusahin Kenzo? Yang harus ibu tahu, Kenzo sayang banget sama ibu. Kenzo bangga punya ibu yang sekaligus menjadi bapak yang kuat buat Kenzo.” Aku mengusap air mata di pipi ibu.
“Sing janten murangkalih nu sholeh, kasep. (semoga jadi anak yang sholeh, ganteng) Hanya itu yang Ibu minta dari Kenzo.” Ibu kembali berurai air mata.
“Aamiin, insya Allah. ibu do’ain Kenzo, ya?”
“Selalu, ibu do’akan, Nak."
***
Hari-hari yang ku lalui bersama ibu , selalu berkesan buatku. Ibu selalu ada untukku. Bahkan ketika aku tidak mempunyai teman, ibu menjadi sahabat terbaikku.
Ketika orang lain mempunyai ayah, ibu juga bisa menjadi ayah yang kuat untukku. Sampai kapanpun, jasamu tak’kan bisa terbalas, bu.
.
Akhirnya, aku menghela napas. Menikmati libur kuliah di hari Minggu. Aku menghabiskan waktu di kamar. Menikmati kesunyian dalam kamar dan menenangkan pikiran sambil memejamkan mata.
“Kenzo!” Suara Nada memanggil.
Aku membuka mata.
“Doremi, Lu lagi ... Lu lagi! Mau ngapain sih?” tanyaku.
“Traktir ice cream dong, Ken. Pan Lu udah gajian sekarang. Tiap hari malah,” ucap Nada.
Langsung ku bekap mulutnya. Mata Nada membulat.
“Ssstttt! nanti ibu denger!” Mataku membulat.
Namun, jariku digigit ketika mendekap mulutnya.
“Aww! Sakit, Nada!” Pekik suaraku pelan.
“Lagian, Lu gak ada kerjaan bekap mulut Gue!” Nada nyengir.
“Au! Ah!” Aku meniup jari yang digigit Nada.
“Beli ice cream sekarang, yok?” Nada mulai manja.
Eh! Kenapa sekarang Nada agak manja ke gue, ya? Entahlah.
Akhirnya, aku mengalah dan mengikuti keinginan Nada membeli ice cream. Lalu kami memacu motor ke taman kecil yang ada dekat rumah Nada, setelah ice cream yang Nada mau telah di tangan. Nada terlihat bahagia. Ia menceritakan tentang Fajri pada waktu lalu. Mungkin ia sedang mengenang, karena sekarang mereka LDR-an.
“Gue gak nyangka, Ken,” ucap Nada yang sedang menjilat ice creamnya.
“Paan?”
“Udah tiga bulan Gue LDR-an. Lu kapan punya pacar? Masih kuat Lu dengan julukan jomblo bangke dari Gue?” Sambil terus menjilat ice cream.
Gue hanya tersenyum. Melihat dan mendengarkan Nada yang cerewet. Entah kenapa, aku suka melihat kalau dia lagi nyerocos kek burung beo.
“Pulang yuk, Ken?” Ajak Nada.
“Udah, ngedumelnya?” ucapku.
Nada tersenyum dan menggandengkan lengannya ke lenganku.
Tak lama, kami melesat dari taman menuju rumah Nada. Tiba-tiba dari dalam rumah, babe Rano memberikan selembar undangan.
“Dari siape, Be?” tanya Nada.
“Lu bace aje ndiri. Pan Lu anak kuliahan, Nada!” Babe Rano langsung balik ke dalam rumah.
“Dari siapa, Nad?” tanyaku.
Nada membuka undangan berwarna hitam yang terbungkus rapi. Nada membaca undangan dengan ekspresi wajahnya mulai berubah. Seperti melihat hal yang ia benci.
“Apaan sih, Nad?”
Aku merebut undangan yang masih ada di tangannya. Dalam undangan tersebut, tertulis nama dari tinta emas yang berukir nama pengantin Fajri & Nadia.
Entah disengaja atau tidak, tetangga kontrakan kami memutar lagu dangdut yang membuat Nada semakin mewek.
Sedih hatiku menerima undangan
Mantan kekasihku naik pelaminan
Dia bahagia tapi aku berduka
Sesungguhnya 'ku masih menyimpan rasa
Undangan mantan kekasih mengganggu hatiku
Teringat semua kenangan saat bersamamu
Undangan mantan kekasih membuatku pilu
Rela tak rela tapi memang bukan jodohku.
“Vangke!” Kata itu yang keluar dari mulut Nada yang sedang mewek.
Nada terlihat kecewa, ketika mengetahui bahwa yang selama ini ia pacari tega menikah dengan wanita lain. Sebenarnya, dari dulu aku ingin memberi tahu akan hal ini. Tapi, ya sudahlah mungkin ada baiknya kalau Nada mengetahui dengan cara seperti ini.
Aku masih diam di samping Nada yang masih ingin mencari tahu di mana letak kesalahannya. Nada terlihat membuka hand phone lalu beberapa kali ia menelpon nomor Fajri, namun tak pernah diangkat.
“Lu, mau ngapain lagi sih, Nad?”
“Mau meminta klarifikasi sama Kak Fajri, kenapa ia ninggalin Gue?”
“He’eleh, masih mau minta klarifikasi? Percuma! Nanti yang ada Lu yang semakin tersiksa.”
Tiba-tiba tangisnya terhenti. Netranya kini melihat ke arahku dengan tajam.
“Sebenernya, Lu tahu tentang Fajri kan, Ken?”
Aku terdiam.
“Jawab, Kenzo.”
Masih terdiam.
“Kenzo!” Suara Nada terdengar membentak memanggil namaku.
“Oke, fine! Sebenarnya Gue tahu sesuatu hal tentang Fajri. Waktu lalu Gue enggak sengaja mendengar perbincangan Fajri sama teman-gemannya ketika di kantin kampus. Fajri dan teman-temannya sedang membicarakan ceweknya Fajri yang LDR-an, termasuk ngomongin Lu, Nad. Fajri udah punya pacar selain Elu!” ucapku panjang lebar.
“Lalu, kenapa Lu enggak bilang sama Gue sih, Ken?” Suara Nada melemah.
“Gue enggak ingin Lu salah paham sama Gue. Karena pada saat itu Gue enggak punya bukti apa-apa untuk gue tunjukan sama Lu, Nad. Hanya telinga Gue yang jadi saksi pada masa itu.”
Hening.
“Ken,” ucap Nada yang terdiam beberapa waktu.
“Hem.”
“Nanti antar Gue, ya?”
“Kemana?”
“Menghadiri pesta perkawinan Kak Fajri, Minggu depan.”
Wajahku yang tadinya terfokus melihat jalanan, kini berputar melihat Nada. Kenapa sih, ni cewek sok kuat banget! Pekik dalam hati.
“Enggak bisa, Gue ada acara,” ucapku beralasan.
“Kemana? Kan kampus libur hari minggu. Lagian kita berangkat pagi kok. Biar siang udah nyampe rumah lagi. Mau ya, Ken? Plissss ....” Nada memasang wajah melas dengan netra yang masih berkaca-kaca.
Aku terdiam.
Hening.
“Ken, plisss ....” Sekali lagi ekspresi melas itu diperlihatkan Nada.
“Ya udah.” Akhirnya aku mengalah.
***
Malam ini, aku masih perform di tempat biasa. Nada menemaniku hingga aku selesai perform. Terlihat Nada menikmati suasana malam ini dan lagu-lagu yang ku dendangkan. Nada terlihat jauh lebih membaik dibanding ketika ia menerima undangan mantan. Ya, sebenarnya bukan mantan juga sih. Nada ditinggal kawin sewaktu ia masih berstatus pacarnya Fajri.
Aku tahu, sebenarnya Nada masih penasaran kenapa Fajri memilih menikah dengan wanita lain. Tapi ia mencoba menutupi perasaan sedihnya dariku.
“Ken.”
“Hem.”
“Kita ke pantai dulu, yuk?”
“Mau ngapain?”
“Gue ingin berteriak!”
Akhirnya, ekspresi kesalnya ia tunjukan lagi. Aku mencoba mengikuti orang yang sedang patah hati ini. Kami berangkat menuju pantai. Ombak yang lumayan besar dengan disertai angin yang cukup kencang. Seperti mengibaratkan kemarahan Nada pada malam ini. Aku mencoba mengikuti orang yang sedang patah hati ini. Akhirnya Nada teriak dengan sekencang-kencangnya. Aku masih menemani Nada di sampingnya.
Betapa terlihat, kemarahannya malam ini. Ia menunjukan ekspresi kecewa dengan keadaan ini. Aku membiarkan apa yang ia lakukan malam ini. Mungkin Nada mencoba membuang semua kenangannya bersama Fajri di malam ini. Entahlah.
“Nad, mending Lu enggak usah hadir di acara pernikahan Fajri besok, ya?” ucapku.
“Gue harus datang, Ken! Gue enggak mau terlihat lemah di mata laki-laki berengsek itu!” ucap Nada tertunduk.
“Gue enggak mau Lu nambah sakit hati, Nad. Percaya sama Gue, Lu akan lebih baik kalau tidak menghadiri pernikahan Fajri.” Pintaku.
Nada menggelengkan kepala.
.
Selepas sholat subuh, sengaja aku tidur lagi agar Nada telat dan kalau bisa enggak jadi datang ke acara pernikahan Fajri. Namun, selang beberapa menit ia menggedor pintu kamarku.
“Kenzo! Bangun!” Tangannya masih menggedor pintu.
“Ya Allah ya Robb, kek nya ni anak tahu deh arah pikiran Gue,” ucapku dalam kamar.
Aku membuka pintu, “Kenape?”
“Ayok mandi, nanti telat,” ujar Nada.
“Emang mau kemane, Doremi?” Aku pura-pura amnesia.
“Hemm ... Gak usah berpura-pura amnesia deh, lu! Cepetan mandi! Mau Gue mandiin, Lu?”
“Ayok. Mandiin Gue dong.” Aku menggodanya.
“Najis! Buruan, ah! Nanti kita telat lagi.”
Akirnya aku beranjak dari tempat tidur, dan meraih handuk yang tergantung di balik pintu. Hingga akhirnya, aku balik kamar setelah aku selesai mandi. Ternyata Nada telah mempersiapkan baju di atas kasur. Ia memilih warna yang sama seperti gaun yang ia kenakan saat ini, warna navy.
“Kenzo, buruan!” ucap Nada dari balik pintu.
Aku membuka pintu.
Nada terdiam dan mengamati penampilanku. Aku memakai celana jeans dan memakai kemeja panjang berwarna Navy yang dilipat sampai di bawah sikut, terlihat lebih nyantai namun masih terlihat rapi kalau dipakai untuk acara pesta/resmi.
“Kenapa Lu liatin Gue kek gitu? Terpesona sama Gue?” Aku memandang mata Nada seraya memainkan alis.
Nada terdiam. Matanya masih memandangku.
“Jiah! Beneran’kan. Lu terpesona melihat penampilan Gue hari ini? Gue tahu kalau Gue ini ganteng, Nad. Akuin aja deh!” Aku menggodanya agar Nada tidak bersedih.
Nada tersenyum.
“Gue terpesona sama Lu, Ken! Kalau di dunia ini udah gak ada cowok lain lagi!” Nada menoyor kepalaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️🎯Fatimahᵇᵃˢᵉæ⃝᷍𝖒❁︎⃞⃟ʂ
Kasihan Bang Ke cinta dalam diam
2021-07-22
1
🍾⃝⃡ ⃯sͩᴀᷝʙͧɴᷠᴀͣ•᭄͜͡
ilang satu tumbuh seribu nada ga usah galau ga usah sedih kan masih ada bangke..🤭🤭
2021-03-09
0
🦐 Avi 🐾🐾
bahkan gemuruh ombakmu dapat menenangkan jiwa #kangen pantai🥺
2021-01-21
0