“Gue gak salah, dipasangin sama lu, bangke?”
“Gue juga bingung, padahal banyak cewek yang lebih cantik dari lu. Kenapa lu yang terpilih, Doremi?”
Netra kami saling bertatapan. Bukan pujian yang kami lontarkan.
Di seberang sana, ada Fajri yang menunjukan ekspresi kesal. Mungkin ia berpikir akan dipasangkan dengan Nada menjadi couple goals malam ini.
“Baiklah, karena sudah ada yang terpilih menjadi couple goals malam ini. Gimana kalau kita meminta mereka untuk berdansa? Uuuu ... sepertinya seru ya, guys?” ucap MC.
Uuuu ... sembari tepuk tangan.
Riuh suara dari para tamu yang meminta kami berdansa. Tampak wajah Fajri yang semakin merah menyala karena kesal. Akhirnya, Fajri melangkahkan kakinya menuju pintu dan duduk di luar. Mungkin, baginya udara di dalam terasa panas. Atau bahkan hatinya yang sekarang mulai memanas terbakar api cemburu? Entahlah.
“Maaf, gue enggak bisa,” ucap Nada.
Namun, MC itu mencegah langkah kaki Nada yang hendak melangkah menyusul Fajri. Tangan Nada ditarik oleh Mc itu dan meminta berdansa walau hanya 5 menit saja. Dengan langkah kaki yang gontai, Nada kembali dan berdansa denganku.
Kami saling berdekatan. Kedua tangan Nada, kini telah melingkar di leher belakangku. Sedangkan tanganku telah berada di pinggul Nada. Mata kami bertatapan, aku merasa terpesona dengan Nada malam ini. Detak jantung yang semakin kencang, membuatku kikuk melihat netra Nada. Apalagi, tubuhku malah didorong sama MC itu, sehingga jarak tubuh kami semakin dekat, nyaris tanpa jarak.
Berbalik dengan ekspresi wajah Nada yang seperti jengkel dengan acara dansa ini. Wajahnya terlihat cemberut. Mungkin, waktu lima menit yang diberikan MC itu, baginya terasa lima tahun. Detik demi detik terasa lama untuk dilalui.
“Ken, kenapa gue dipasangin sama elu, sih?” akhirnya Nada berbicara.
“Entah, mungkin gue yang paling ganteng di sini,” ucapku terkekeh.
“Anjer! Pede banget lu, bangke!” Wajah Nada seperti kesal mendengar perkataanku yang mungkin menurutnya garing.
Akhirnya, lima menit waktu yang berkesan untukku telah selesai. Bergegas Nada melangkahkan kaki keluar. Mendekati Fajri yang dari tadi duduk termenung di luar. Terlihat, Fajri sedang menghembuskan asap rokok di luar sana.
Nada mendekat, memegang lengan Fajri dan seperti berusaha menerangkan pada Fajri. Mungkin Fajri cemburu. Aku berusaha mendekati pintu, mendengar percakapan mereka dari balik pintu.
‘Kak, Kakak marah sama aku?'
Terlihat Fajri masih menghembuskan rokok dan tidak menjawab pertanyaan Nada.
‘Kak, aku enggak ada perasaan sama sekali pada Kenzo. Kenzo hanya sahabat aku.' Nada mencoba menjelaskan.
‘Lalu, kenapa kamu mau berdansa sama dia?’ Fajri bertanya.
‘Ya, aku enggak enak sama para tamu yang datang. Lagian, siapa juga yang memaksa aku menghadiri pesta seperti ini?’ ucap Nada yang mulai terlihat malas menghadapi Fajri yang masih marah.
Nada mulai melangkahkan kaki menuju pintu. Namun dengan cepat tangan nada diraih oleh Fajri.
‘Tunggu, Nad. Maafin Kakak. Sebenarnya Kakak cemburu.’
Nada kembali mendekat kepada Fajri. Tangan Nada kini berada dalam genggaman Fajri. Seperti biasa, Fajri hendak memeluk Nada. Namun, Nada selalu menahannya. Entah maksudnya apa.
‘Maaf, Nad.’
Nada menganggukkan kepala.
‘Ya udah, ayok kita pulang, kak. Udah malem. Enggak enak sama babe di rumah.’
Aku berlari menjauh dari balik pintu. Terlihat, Nada seperti mencari keberadaanku. Hingga akhirnya, Nada tersadar tentang di mana keberadaanku. Nada menghampiri dan menarik lenganku.
“Paan?” ucapku yang pura-pura bingung.
“Balik yok, udah malem.” Ajak Nada.
Aku mengekor dari belakang Nada. Terlihat Nada kembali menggandeng lengan Fajri.
He’eleh ... berasa kek obat nyamuk gue! pekik dalam hati.
Mereka telah ada di atas motor, bersiap menempuh perjalanan di malam yang gelap. Rintik hujan pun turun, Fajri masih memacu motornya. Hingga seperti biasa, di perempatan motor Fajri terhenti. Nada turun dan motor Fajri berlalu pergi.
Nada mendekat dengan wajah yang basah. Ketika hendak menaiki motorku, akhirnya aku menyerahkan kemeja panjangku untuknya. Karena aku melihat Nada mulai kedinginan.
“Paan?” pekik Nada.
“Pake aja, lu kedinginan, kan?’
Aku menunggu Nada memakai kemeja panjangku. Lumayan lah, biar dia enggak terlalu kedinginan. Hingga akhirnya Nada menaiki motorku. Lalu, kami kembali melanjutkan perjalanan.
Entah karena apa, tiba-tiba Nada memelukku dari belakang, menyenderkan kepalanya di pundakku. Aku merasa ada keanehan dari dalam sini. Ada debar yang semakin kencang, entah perasaan apa yang ku punya untuk Nada.
Akhirnya, kami sampai di depan rumah Nada, turun dari motor dan membuka pintu pagar yang tidak terlalu tinggi. Kami masuk ke halaman rumah Nada. Namun, Nada menahan lenganku ketika aku hendak mengetuk pintu rumahnya.
“Gak usah diketuk, gue bawa kunci rumah kok.” Nada memperlihatkan kunci yang ia simpan dalam tas kecilnya.
“Lah, gue gak enak sama babe Rano,” ucapku.
“Babe, udah tudur kok. Lu pulang aja gih, udah malem,” ucap Nada.
“Lah, dari mana lu tahu kalau Babe udah tidur?”
“Babe sendiri yang nyuruh gue bawa kunci cadangan. Katanya, babe mau bangun lebih awal. Jadi, babe tidur lebih cepat,” ucap Nada menjelaskan.
“Oke!”
Aku mulai melangkah dan keluar dari pagar rumah Nada dan memasuki kontrakan yang tepat berada di samping rumahnya.
Tok ... Tok ... Tok ....
Aku mengetuk pintu.
“Tos mulang, kasep? (Udah pulang, ganteng)” ucap ibu dari balik pintu.
Aku tersenyum dan mencium tangannya.
“Udah, bu,” jawabku.
“Sok tuang heula. (makan dulu gih.)” ucap ibu.
“Tos tuang, Bu (Udah makan, Bu) Aku masuk kamar aja, ya?”
Ibu tersenyum.
“Ibu juga istirahat, ya?” pintaku.
Kembali, ibu tersenyum padaku. Damai sekali melihat senyuman dari Ibu. Hanya ada Ibu yang paling aku sayang.
Aku melangkahkan kaki dan menginjak tangga satu per satu hingga akhirnya sampailah aku di tangga terakhir. Terlihat handle pintu yang akan ku buka.
Aku membenamkan tubuh ini di kasur. Menatap keadaan kamar yang dindingnya penuh dengan gambar poster dan dinding yang sengaja aku jadikan sebagai galeri foto kebersamaanku dengan Nada.
Entah, rasa apa yang ada dalam sini. Hingga membuat ku tidak dapat memejamkan mata. Ku raih gitar dan menyanyikan sebuah lagu.
Aku ingin menjadi mimpi indah dalam tidurmu
Aku ingin menjadi sesuatu yang mungkin bisa kau rindu
Karena langkah merapuh tanpa dirimu
Oh, karena hati telah letih
Aku ingin menjadi sesuatu yang selalu bisa kau sentuh
Aku ingin kau tahu bahwa 'ku selalu memujamu
Tanpamu sepinya waktu merantai hati
Oh, bayangmu seakan-akan.
Drett ... Drett ....
Tiba-tiba hp bergetar, ternyata ada WA dari Nada.
(Berisik, woy! Gue mau tidur.)
Aku tersenyum membaca WA dari Nada, walau dalam hati mengatakan Vangke! Merusak suasana aja ni anak.
Kamar ku dan Nada memang bersebelahan, jadi kalau aku berisik Nada bisa dengar, begitupun sebaliknya.
Hingga akhirnya, aku melihat jam yang ada di dinding kamar telah menunjukkan pukul dua belas malam. Aku memejamkan mata setelah ku seting alarm lebih awal.
***
“Sarapan dulu, kasep!” ucap ibu.
“Iya, sebentar Bu.”
Aku memasuki kamar untuk ganti baju setelah mandi tadi dan menyemprotkan parfum. Ku sambar, tas dan buku yang hendak ku bawa ke kampus. Menuruni anak tangga dan ambil nasi sama potongan daging ayam yang tersedia di dapur.
Aku membawa sarapanku ke depan teras. Aku makan di kursi yang terbuat dari bambu yang ada di depan teras kontrakan. Sambil melihat aktivitas di depan kontrakan. Banyak yang berlalu lalang di pagi hari. Dari yang mengendarai mobil, motor, bahkan yang hanya berjalan kaki.
“Apaan, nih?” Tangan Nada telah mengambil potongan sayap ayam kesukaanku.
Dengan ekspresi yang cuek, Nada duduk dan memakan potongan sayap yang ia ambil dari piringku.
“Vangke!”
Nada tertawa melihat ekspresi kesal yang ada di wajahku.
“Ambil sana kalau lu mau makan.”
“Kagak! Gue udah makan kok.”
“Lah terus ngapain ambil sayap ayam gue?”
“Biar lu bete, pan lu terlihat cute kalau lagi marah ... hahaha.” Nada tertawa.
Aku lanjut makan tanpa sayap ayam yang ku suka.
“Karena gue baik, nih deh. Gue kasih sepotong sayap ayamnya,” ujar Nada yang hendak memotong sayap ayam di tangannga.
“Gak usah, gue gak mau. Enak aja, udah lu jilat pan biar gue nurut sama lu?”
“Anjer! Gue gak mau dibuntutin sama lu, bangke! Najis gue,” ucap Nada.
“He’eleh! Biasanya juga lu yang buntutin gue. Gue masuk SMP ini, lu ngikut. Gue masuk SMA ini, lu ngikut. Sampe gue kuliah juga lu masih tetep jadi buntut gue.”
“Yaealah, itu pan permintaan babe. Kalau gue suruh milih, gue ogah deh bareng terus sama lu.”
Hening.
“Udah, ributnya?” tanya ibu.
“Eh, ade encing.” Nada mencium tangan ibu.
“Heleh, modus lu!”
“Malah ribut terus. Engke janten bogoh geura. (Nanti jadi cinta coba.)” ucap ibu terkekeh.
“Uwooo!” ucap aku dan Nada berbarengan.
“Tos cocok’lah, jadian wae atuh! (Udah cocok’lah, jadian aja dong!)” ibu terus meledek kami.
“Udah, ah! Doremi, ayok berangkat!”
“baiklah, bangke.”
Seperti biasa, aku mencium tangan ibu dulu. Baru berangkat kampus.
Jalanan ibu kota macet. Padat dengan begitu banyak macam kendaraan. Pengendara motor lebih mendominasi. Tak ayal, terik matahari dan debu melekat pada tubuh ini.
Akhirnya, kami sampai juga di kampus. Dimana Fajri telah menunggu di gerbang parkiran. Mungkin menunggu Nada. Entahlah.
“Kak Fajri?” Nada turun dari motorku.
“Ayok, Nad! Ikut Kakak.” Fajri menarik tangan Nada.
Dari awal, Fajri seperti enggak suka terhadapku. Terlebih, setelah kejadian dansa kemarin. Ketika melihatku raut wajahnya berubah seperti monster.
Fajri itu memang karismatik, pintar, pria populer di kampus ini. Namun ada sisi buruknya. Dia seorang play boy. Mungkin karena ia memanfaatkan kepopuleran, kepintaran dan karismatiknya. Banyak cewek yang mendekatinya.
Aku masuk mengikuti kelas Pak Killer. Nada termasuk anak yang cerdas. Dia orang yang kritis dalam segala hal, termasuk pelajaran.
“Bangke, gue pulang bareng Kak Fajri, ya?”
“He’eleh, yang baru jadian, nempel terus dah." Aku terkekeh.
“Dasar, lu!” Nada memukul lenganku pelan.
“Ya udah, gue balik duluan ya? Bye.”
Akhirnya, aku pulang menaiki motor matic hitamku seorang diri. Di jalan terlihat ada yang berkerumun. Ketika motorku mendekat, ternyata ada babe Rano.
“Babe Rano?”
“Ken, tolong Babe. Tadi Babe kecopetan,” terlihat ada luka tusukan di perut Babe Rano.
Akhirnya, aku membawa babe ke rumah sakit. Aku mencoba menelpon Nada ketika udah di rumah sakit namun sial, enggak diangkat-angkat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️🎯Fatimahᵇᵃˢᵉæ⃝᷍𝖒❁︎⃞⃟ʂ
Bang Ke sudah punya rasa
2021-07-22
0
Wati Simangunsong
jka tau babe reno anaknya pcaran sm org lain..beuhhh psti sokk
2021-06-12
0
🌿A⃠︭⇋ͩNaᷡllaᷜ ʕ •ᴥ•ʔ
Tom & Jerry🤭🤭🤭🤭
2021-03-20
3