Terlihat dari arah sana, Fajri berlutut sembari memegang dua benda yang ada di tangannya. Tangan kirinya memegang sebuah balon dan tangan kanannya memegang boneka kecil berwarna pink.
Seseorang memberikan microphone untuk Fajri. Mungkin, tujuannya agar semua orang tahu ketika ia menembak Nada.
“Nad, ada 2 benda yang aku pegan. Jika kamu memilih balon, berarti kamu tolak cintaku. Dan jika kamu memilih boneka, berarti kamu menerimaku.”
Fajri terlihat berlutut di hadapan Nada. Riuh suara dari para pengunjung southbox dan tepuk tangan sebagai tanda menyemangati Nada agar ia menerimanya.
Terlihat wajah nervous Nada, tapi aku tahu itu wajah nervous bahagia. Karena, malam ini sesuai dengan ekspektasinya yaitu jadian dengan Fajri.
Fajri memandang Nada, begitu pun sebaliknya. Kini netra telah saling memandang, seakan bercerita dari pandangan netra yang telah berada di satu titik.
Terlihat Nada tersenyum lebar dan memandang wajah Fajri lekat. Nada meraih balon yang ada di tangan kiri Fajri.
Terlihat kekecewaan pada wajah Fajri, karena Nada telah memilih balon yang mengartikan Nada telah menolaknya. Fajri tertunduk lesu.
Hening.
Hingga akhirnya, Nada melepaskan balon yang ada di tangannya, seraya meraih boneka yang masih Fajri pegang.
Fajri mendongak, heran.
“Apa maksudnya, Nad? Apakah kamu menerimaku?”
Nada menganggukan kepala.
Refleks, Fajri hampir memeluk Nada. Namun, tangan nada menahannya, sehingga Fajri hanya menggenggam kedua tangan Nada.
Waktu yang hening, seketika menjadi Riuh penuh sorak dari para pengunjung.
Kini, hubungan Nada dan Fajri malam ini resmi berpacaran. Mereka melanjutkan makan malam romantis. Sedangkan aku melanjutkan nyanyi di atas panggung.
Setelah perfome selesai, kami bergegas pulang. Karena waktu telah menunjukan pukul sepuluh malam. Nada dibonceng oleh Fajri, sedangkan motorku mengekor mereka dari belakang.
Di perempatan, motor yang dikendarai Fajri berhenti. Motorku menyalip dan berhenti setelah melewati perempatan. Aku menoleh ke belakang, ternyata Nada turun dari motor Fajri, ia melenggang menuju ke arahku.
“Ngapain lu jalan kaki?"
“Gue takut dimarahin babe, makanya gue turun. Kan, tadi gue pamit ke babe sama elu,” Nada terkekeh.
Nada naik ke motorku, masih lumayan jauh menuju rumahnya. Namun, di perjalanan ban motorku kempes.
“Shit! Malah bocor lagi.”
Aku dan Nada jalan kaki, hingga akhirnya menemukan bengkel di ujung jalan. Hampir saja bengekel mau tutup, tapi berkat teriakan Nada, si abang masih menunggu.
“Malem-malen gini habis dari mane?” ucap si abang tambal ban.
“Nganter yang habis pacaran, bang,” ucapku.
Nada menoyor kepalaku.
“Aduh! Sakit, tau!” ucapku.
Mata Nada mendelik melihatku.
Malam minggu ini, menjadi malam yang sangat indah untuk Nada. Ia menceritakan ketika tadi ia ditembak Fajri dengan romantis. Malam ini sepertinya Nada tidak akan bisa tidur, membayangkan hal indah yang ia lewatkan barusan, dengan disaksikan banyak orang.
***
Tok ... Tok ... Tok ....
Aku mengetuk pintu rumah babe Rano.
Cklek ....
Pintu rumah dibuka.
“Dari mane aje, lu pade? Jam segini baru pade nongol,” ucap babe Rano.
“Maaf, be. Tadi motor aye bocor. Jadi, aye tambal dulu dah,” jawabku.
“Ya udah, lu balik sono. Enyak lu udah bolak-balik nanyain elu ame Babe.”
“Iya, be.”
Akhirnya, setelah antar Nada pulang, aku menuju kontarakan tempat tinggalku yang bersebelahan dengan rumah babe Rano.
Logatku bisa menyesuaikan dengan lawan bicara, enggak seperti ibu yang sunda banget.
“Assalamu’alaikum, bu,” ucapku.
“Wa’allaikum salam.”
Terdengar suara ibu dari dalam kontrakan.
“Ti mana wae kasep? Ibu mah meuni hariwang. (Dari mana aja ganteng? Ibu begitu khawatir.)”
“Ngajajap Nada ameung, Bu. Tapi ban motorna malah ka bitu. (Ngantar Nada main, Bu. Tapi ban motornya malah bocor.)”
“Ya udah atuh, istirahat. Udah malem,” ucap ibu seraya mengunci pintu.
Kaki melangkah menuju tangga, bergegas membuka handle pintu kamar dan masuk untuk istirahat. Dalam kamar yang sesak dan panas ini, aku menghabiskan waktu. Ketika penat sekalipun, tempat inilah yang selalu memberi naungan untukku. Udara siang hari yang panas, kini telah berganti dingin yang disertai turunya gerimis.
Aku selalu kasihan melihat Ibu yang sedari kecil telah membiayaiku seorang diri. Setelah SMP barulah aku dibawa sama ibu merantau ke Jakarta.
Dari kecil, aku tidak mengenal sosok bapak seperti apa? Foto pun, ibu tidak menyimpannya. Di buku nikah, foto bapak udah memudar.
Drett ... Drett ....
Gawai bergetar. Kuraih gawai yang terletak di atas meja belajar. Ku sentuh layar gawai dan ku baca isi pesan WA dari Nada.
‘Ken. Thank’s, ya. Udah bantu gue malam ini,” isi WA dari Nada.
‘Oke!’
.
Alarm berbunyi, menandakan aku mesti segera bangkit dari tempat tidur untuk melaksanakan sholat subuh. Kebetulan, mesjid sama kontrakan berdekatan. Mungkin ini point plus untuk ibu mempertahankan tinggal di kontrakan yang sempit ini.
Aku bergegas mandi dan ambil wudhu. Langsung bergegas pergi ke mesjid untuk sholat subuh berjama’ah.
Enggak terlalu banyak orang ketika sholat subuh. Matahari mulai bersinar dengan cahaya jingga yang menghangatkan tubuh di pagi ini.
“Bang Kenzo. Habis sholat subuh di mesjid, ya?” sapa ibu-ibu komplek.
Aku tersenyum.
“Ih, seneng deh lihat senyumnya, coba kalau aku masih gadis. Aku mau dah sama kamu Bang. Udah soleh ganteng lagi,” sambung ibu komplek yang tadi.
“Haduh jeng, jangan halu deh. Eyke juga mau kalau orangnya kek gini. Udah soleh, hidungnya mancung, kulitnya putih, badannya tinggi lagi. Cuco pokoknya.”
Akhirnya aku berlalu pergi setelah digodain ibu-ibu yang sedang nongkrong nungguin tukang sayur.
Masih terdengar suara ibu-ibu itu membicarakanku. Tapi aku tidak menoleh, masa bodo dalam batinku.
Aku bergegas masuk dalam rumah. Ternyata Nada sudah ada di kursi yang terbuat dari banbu. Dia lagi sarapan sambil selonjoran.
“Duh! Enak bener, ye? Pagi-pagi udah sarapan, di rumah orang lagi,” kataku sambil menepuk kaki Nada yang sedang berselonjor santai.
Nada nyengir.
Emang udah biasa Nada seperti ini. Makanya, dia gak itung-itungan kalau sama aku. Aku pergi sarapan dan bergegas ganti baju untuk pergi ke kampus.
“Ya Allah, gara-gara kemalaman gue lupa print tugas kampus! ****** gue, mana tugas dosen killer lagi”
Aku langsung menuruni anak tangga setelah aku ambil flash disk dan bergegas mengeluarkan motor.
“Eh! Mau ke mane?” tanya Nada.
“Mau print tugas kampus, semalem gue lupa. Udah, lu makan dulu gih! Ntar juga gue balik lagi," ucapku.
“Etapi .... “
Aku tancap gas untuk bergegas ke rental komputer. Sialnya, tokonya masih tutup. Aku mencari sampai keujung jalan, belum juga ada yang buka.
“Fix! Habis gue sama dosen killer!”
Ku putar motor untuk kembali ke kontrakan, menjemput Nada yang masih tertinggal.
“Nape lu?” tanya Nada.
“Rentalnya masih tutup, vangke!”
“Hahaha ... pan tadi gue mau ngomong, lu malah nyelonong aja. Sini! biar gue prit. Nama datanya apa?” tanya Nada.
“Tugas dosen killer,” jawabku.
“Segitunya lu kasih nama, dasar bangke!” ucap Nada
“Biarin!”
Aku menunggu sekitar 10 menit. Kemudian keluarlah Nada dari dalam rumahnya. Ia membawa beberapa kertas print yang berisikan tugas kampusku.
“Nih! Coba lu cek dulu,” Nada menyerahkan kertas print yang berisi tugas.
Aku mengecek dan menghitung lembar kertas.
“Oke! Makasih, Doremi.”
“Dasar, bangke!” ucap Nada.
Kami tersenyum. Entah dari kapan aku menyematkan nama panggilan itu untuk Nada. Yang jelas, ini menjadi nama ledekan untuk kami.
Kami bergegas menaiki motor matic. Seperti biasa, kami terjebak macet, banyak lampu merah dan bunyi bising klakson kendaraan.
Setelah sampai di kampus. Aku menyerahkan tugas ini ke dosen killer. Materi kuliah pun dimulai.
Kadang aku berpikir, coba kalau aku dapat beasiswa. Pasti ibu gak akan memikirkan biaya untuk kuliahku. Namun apa daya, otakku ke pelajaran mungkin pas-pasan. Atau mungkin, Allah memberikan kelebihan untukku dalam hal yang lain, entahlah.
Jamnya pak killer udah habis hari ini. Aku bersiap untuk pulang karena ibu pasti sedang menungguku untuk mengantarkan jahitan-jahitan baju yang telah selesai ke pelanggannya. Aku mengangkat pantat yang menempel di kurai.
“Ken,” ucap Nada.
Aku menoleh dan mengangkat alis, pertanda bertanya apa?
“Nanti malam jalan lagi, yuk? Ajak Nada.
“Ogah!”
“Ayok lah, pliiissss ....”
Wajah melas itu selalu membuatku tak tega untuk menolaknya.
“Hemmm." Aku mendehem, lebih tepatnya membuang napas kesal.
“Ya, Ken?”
Terlihat mata Nada yang berbinar seolah ia sedang memohon.
“heu’ueh! (iya!)” ucapku.
.
Hingga waktunya malam tiba, aku sudah siap dengan memakai celana jeans dan kaos berwarna putih yang ku dobel dengan kemeja kotak-kotak. Nada terlihat memakai rok di bawah lutut dan setelan atasan polos berwarna putih. Nada tampak manis ketika berpenampilan seperti itu.
“Mau kemana sih, Nad?”
“Ke pesta temannya Fajri,” ucap Nada.
"Pesta apaan? ulang tahun?"
"Entah, yang jelas gue suruh datang kata Fajri," ucap Nada.
Hadeuh, alamat enggak enak nih gue, pasti dikacangin. Pekik dalam hati.
Kami bergegas pergi setelah meminta ijin kepada orang tua masing-masing. Melaju dengan motor matic berwarna hitam. Menembus di bawah naungan langit yang hitam pekat karena mendung.
Akhirnya, kami tiba di pesta sahabat Fajri.
“Wah, kalian serasi sekali. Cocok untuk jadi couple goals. Pasti nanti kalian terpilih deh. Nanti ada pemilihan couple goalsnya di sini. Ya seru-seruan aja sih kayaknya,” ucap seorang wanita yang entah itu siapa.
Kami tersenyum dan bergegas masuk meninggalkam wanita yang tidak kami kenal.
“Idih, males banget couple’an sama elu, bangke!” ujar Nada.
“He’eleh ... Emanh gue mau couple sama lu yang cerewet, doremi?”
Seketika, Fajri menghampiri kami. Mengajak Nada masuk ke dalam. Berjoget mengikuti alur musik yang di play.
Rangkaian acara demi acara telah terlewati. Kini saatnya pemilihan couple goals. Ada beberapa orang yang bertugas mencari beberapa orang cowok dan cewek yang di pasangkan. Lalu nanti akan di pilih sebagai couple goals di pesta ini.
Tiba-tiba lenganku ditarik, dan ada beberapa kandidat cowok yang lainnya termasuk Fajri. Di seberang sana ada barisan cewek yang telah terpilih dan ada Nada juga di situ.
"Baiklah, yang akan gue dorong berarti itulah couple goals malam ini," suara MC yang memberikan keterangan.
MC itu mendekati lajur para gadis, bolak-balik melihat dan memandang gadis-gadis yang berbaris rapi. Mereka mendorong salah satu gadis.
"Namanya siapa?" tanya MC tersebut.
"Nada."
Fajri tersenyum dari lajur cowok.
"Etdah!" pekikku yang telah di dorong MC.
"Namanya siapa?" tanya si Mc tersebut.
"Kenzo," ucapku.
"Selamat kepada Kenzo dan Nada, kalianlah pasangan yang terpilih pada malam ini sebagai couple goals."
Riuh suara, dan tepuk tangan dari tamu yang datang. Nampak wajah Fajri menjadi masam. Sedangkan Aku dan Nada bertatap mata dengan ekspresi wajah yang entah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 234 Episodes
Comments
🌍ɢ⃟꙰Ⓜ️🎯Fatimahᵇᵃˢᵉæ⃝᷍𝖒❁︎⃞⃟ʂ
Kasihan Bang Ke jadi obat nyamuknya Doremi
2021-07-22
1
💎"BS"yulidewi
lanjut thor
2021-03-08
0
🍾⃝⃡ ⃯sͩᴀᷝʙͧɴᷠᴀͣ•᭄͜͡
cembokur kamu ya Fajri.wkwkwkwk
2021-03-08
0