"Mom? Mom..?"
Di suatu malam hari, Alexa mengamati ibunya yang tertidur sambil mengucap-ucapkan sesuatu.
Keringat dingin membasahi kening ibunya. Alexa pun segera mengambil sebuah handuk kecil dari dalam lemari, lalu mengelap wajah ibunya dengan perlahan.
"Alexa.."
Jane pun terbangun.
"Iya, mom?" balas Alexa.
"Kamu akan berlatih hari ini?"
"Mom, ini masih malam hari di hari yang sama. Tadi pagi hingga sore Alexa sudah berlatih bersama teman-teman di One Solution. Mommy terlihat pucat.. apakah mommy memimpikan sesuatu?" tanya Alexa, mengkhawatirkan ibunya.
Jane menggelengkan kepala, lalu berkata; "Tidak, tidak ada apa-apa. Mommy hanya kelelahan."
"Mom.. bukankah Alexa sudah bilang? Kini, kita berdua saja di rumah ini, jadi mommy bebas untuk mengutarakan apa saja."
"... Alexa. Baiklah."
"Mom, kini mommy tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi."
"Alexa.. mommy bermimpi bahwa daddy mencarimu. Dia bahkan sampai pergi ke One Solution dan menjumpai Mrs. Elise.. lalu.."
"Mom. Semua itu hanyalah mimpi. Selama ini, Alexa tidak pernah memberitahu mommy dan daddy tentang One Solution secara mendetail. Kini, mommy jauh lebih mengerti mengenai Alexa dan One Solution. Mana mungkin daddy akan mencari tempat kami, bila ia bahkan tidak mempedulikan Alexa?"
"Alexa.. rupanya kamu tidak mengerti."
"Maksud mommy?"
"Daddy menyayangimu, Alexa. Kamu adalah orang yang paling dipikirkannya. Sebenarnya.. mommy takut kehilangan kamu, namun mommy tidak tahan lagi bila harus tinggal bersama dengan daddymu."
"Mom."
Alexa memeluk ibunya, lalu berkata lembut; "Mommy juga rupanya masih kurang mengerti tentang pemikiran Alexa. Mana mungkin Alexa akan memilih daddy, meski daddy ternyata mempedulikan Alexa? Daddy sama sekali tidak mempedulikan mommy dan berbuat sejauh itu! Mana mungkin Alexa dapat memaafkannya?"
"Alexa.." Jane melepaskan diri dari pelukan, lalu menatap anaknya.
"Mom. Jangan khawatir. Alexa akan selalu berada di sisi mommy, selamanya."
"Anakku.. terima kasih ya, Nak." Jane merasa terharu, lalu merangkul kembali anaknya dengan sayang.
Alexa tahu bahwa ibunya amat rapuh dan lemah lembut. Oleh karena itu, kini Alexa akan menjadi pelindung bagi ibunya.
"Mom, kita harus tidur kembali. Jangan memikirkan apapun dan beristirahatlah dengan tenang." ucap Alexa.
Ibunya pun menurut dan mulai berbaring kembali.
Mereka pun tidur hingga pagi hari. Ketika jam menunjukkan pukul 7 pagi, Alexa bangun dan beranjak dari tempat tidur. Ia membersihkan diri dan mulai menyiapkan sarapan.
Makanan yang dibuatnya hari ini lebih sehat, yakni semur daging. Ia ingin kesehatan ibunya segera pulih, karena ibunya itu masih lemah dan jarang makan.
Seketika ibunya bangun, Alexa telah selesai menyiapkan sarapan. Ia meminta ibunya untuk duduk dan menikmati sarapan bersama dengannya.
"Alexa. Untuk apa kamu memasak sebanyak ini?" tanya Jane kebingungan, sebab ia tahu bahwa mereka berdua takkan mungkin mampu menghabiskan sewajan besar semur daging yang nampaknya dapat dimakan selama berhari-hari tersebut.
Alexa sengaja menggunakan wajan besar yang biasanya dipakai untuk pesta atau menjamu beberapa orang, karena ia berencana untuk membagikannya dengan beberapa orang temannya.
"Baiklah kalau begitu." balas Jane.
Alexa tersenyum lebar, lalu berkata; "Namun, mommy harus memakan setidaknya 5 mangkuk dari semur daging ini."
Jane merasa heran, lalu bertanya; "Mengapa harus begitu?"
"Karena mommy adalah orang pertama dan terutama yang hendak Alexa beri perhatian melalui semur daging ini!" Alexa berkata demikian, dengan bangga akan masakannya. Namun, ia hampir saja menumpahkan semuanya karena tingkahnya.
Jane tertawa kecil melihat tingkah anaknya, lalu berkata; "Alexa, siapa yang mengajarimu memasak semur daging?"
"Ah, itu.. sebenarnya Alexa belajar sendiri." Alexa cengar-cengir.
Jane terkejut, lalu ia langsung mencicipi semur daging itu.
Alexa tersenyum puas. Sebenarnya, ia memesan semur daging itu dari salah seorang teman di One Solution dua hari sebelumnya, lalu membekukannya di dalam freezer.
Melihat ibunya yang langsung makan setelah mendengar bahwa anaknya telah memasakkan semur daging untuknya, Alexa sejenak berharap ia benar-benar dapat memasak.
Mungkin sudah saatnya bagi Alexa untuk belajar melakukan pekerjaan rumah tangga. Ia menyesal karena selama ini telah membiarkan sang ibu bekerja keras seorang diri.
Hari ini, mereka berdua akan berlatih bersama para sahabat mereka masing-masing. Keduanya amat senang karena pada akhirnya mereka dapat melakukan aktivitas mereka tanpa merasa dikekang.
Alexa pun tiba di One Solution, sementara ibunya berlatih bersama dengan teman-temannya di sebuah gedung di Surabaya Timur.
Hari ini, Alexa terlihat begitu bersemangat, seperti dirinya yang sesungguhnya.
Teman-temannya merasa ikut senang. Mereka pun kini berani berharap kepada gadis itu untuk lomba yang akan datang dalam 10 hari ke depan.
Hari ini, Alexa harus segera memilih salah seorang teman untuk membantunya dalam lomba fotografi berpasangan itu.
Setelah berpikir sekitar 2 hari, ia pun memutuskan untuk bertanya kepada Zahra.
"Zahra, apa kamu bersedia untuk membantuku dalam kompetisi fotografi tahun ini?" tanya Alexa.
Sejenak, Zahra seperti membeku dan tidak merespon. Mulutnya menganga, seolah ia tidak dapat mempercayai apa yang baru saja didengarnya dari Alexa.
"Zahra?"
"Alexa.. apa kamu serius?" tanya Zahra dengan wajah ragu.
"Tentu saja aku serius. Untuk apa aku berbohong di saat seperti ini?" jawab Alexa santai.
"Alexaaaa!!"
Tiba-tiba, wajah Zahra berbinar dan ia melompat memeluk Alexa dengan girangnya.
Zahra benar-benar tidak terkendali bila ia sedang girang atau sebaliknya. Ia akan melompat-lompat atau menari-nari, dan lain sebagainya.
Zahra yang berusia 16 tahun itu adalah anak termuda di tim One Solution. Meski demikian, ambisi dan semangatnya tidak kalah dengan yang lain. Walaupun ia masih labil dan terkadang ceroboh, Zahra benar-benar dapat diandalkan dalam banyak hal.
Karena kali ini adalah kali pertamanya terpilih dalam kompetisi, semangatnya pun naik dua kali lipat dari biasanya.
"Hahaha. Zahra memang selalu membuat tim kita hidup." ujar Zhen, seorang anggota asal Hong Kong.
"Benar. Zahra memang centil, namun amat mendorong kita untuk maju." balas Zac, seorang anggota asal Ghana, sebuah negera di bagian barat Afrika.
Semua anggota tim fotografi menerima dan menghargai keputusan Alexa. Bahkan, mereka akan selalu siap untuk membantu, bila diperlukan. Sementara setiap mereka terus berlatih setiap hari.
Tema yang diambil oleh Alexa dan Zahra adalah gabungan antara teknik pergerakan kamera atau camera movement technique, dan teknik komposisi refleksi suatu benda.
Untuk sementara ini, mereka berdua menggunakan efek dari beberapa kaca atau cermin dalam pemotretan pertama mereka secara berpasangan.
Hasil pemotretan mereka semuanya indah. Namun, Alexa masih merasa kurang puas dan berkata kepada Zahra; "Sepertinya ada yang kurang. Kurasa kita harus mencoba memotret di luar tempat ini."
"Di luar? Maksudmu di tempat terbuka?" tanya Zahra.
Alexa mengangguk, lalu menambahkan; "Ada beberapa efek dan pencahayaan yang tidak akan dapat kita tangkap di dalam ruangan tertutup. Selain itu, di tempat terbuka kita akan lebih mudah menemukan dan memilih objek untuk dijadikan model atau pusat fokus kamera kita."
"Aha, begitu rupanya. Aku mengerti. Lalu, apakah kamu ingin menggunakan 'efek air' andalanmu itu untuk lomba kali ini?" tanya Zahra.
"Benar. Lalu, aku akan menambahkannya dengan warna dan sentuhan emosi." jawab Alexa.
"Warna dan sentuhan emosi?" Zahra bertanya lagi, kali ini dengan bingung.
"Benar. Kali ini aku akan meminta seorang model untuk memperagakan ekspresi dan pergerakan itu." kata Alexa.
Zahra terkejut, lalu membalas; "Namun, bukannya kamu belum pernah menggunakan seorang model atau manusia sebagai objek fokus kamera? Apakah ini tidak berisiko?"
"Tidak apa-apa, Zahra. Model atau manusia itu tidak perlu secara langsung menjadi objek fokus kita, melainkan sebagai pelengkap." ujar Alexa.
Zahra terlihat semakin bingung. Ia tidak dapat berkata-kata selama beberapa saat, lalu--
Alexa menambahkan; "Mungkin kita dapat menggunakan suatu benda besar atau bangunan yang membingkai atau melatar belakangi model tersebut. Ya kan, Zahra?"
Setelah menyimak sambil mengerutkan kening selama beberapa detik, tiba-tiba wajah Zahra kembali berseri. Ia pun mengangguk kencang, lalu mengacungkan kedua jempol tangannya.
Keduanya tersenyum lebar. Aunty Elise yang melihat mereka pun merasa bahwa sepertinya konsep mereka kali ini benar-benar menarik, sehingga mampu mendorong semangat kedua gadis itu dan seluruh anggota tim.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Ara Gucci
baguss 😍😍 Zahra kyknya mirip aku deh 😁😁😎 lols
2020-03-26
1
Justin AAA
aww baguss lanjut Pink 👍😎😉
2020-03-26
1
leeeun
wawawaw sdh klr eps baruu secepat ini?? Nice work Pink! ! ! 💖💖
2020-03-26
1