5. Welcome Home, Princess

Dia bukan model, bukan pula artis. Namun siapa pun yang melihatnya pasti akan terpesona. Tingginya hanya seratus enam puluh lima centimeter, cukup tinggi untuk ukuran wanita Asia namun termasuk rata-rata di Eropa maupun Amerika. Kulitnya putih bersih, bahkan satu jerawat pun tidak berani menutup sinar di wajahnya.Berkat gen orang tuanya dan tentu saja jutaan dolar untuk perawatan.

Tidak ada red carpet, tapi jalan yang dilalui wanita itu seakan hamparan catwalk run away musim semi yang tanpa ujung. Decitan heels Debbie Wingham yang dipakainya mengetuk-ngetuk ritme lantai di antara hiruk pikuk suasana bandara Internasional Soekarno-Hatta. Long Coat Burberry dipadu-padankan dengan miniskirt koleksi musim panas keluaran terbaru Chanel tak pernah seelok ini dipakai model manapun. Terkesan simple, tapi juga classy and elegan di saat yang sama. Belum lagi Lugano Diamond Sunglasses yang menutup kedua netra hazelnya berbingkai senada dengan warna lipstik yang membingkai lengkungan tipis bibir cherry itu.

Acha melepas kacamatanya. Dia menghembuskan nafas kasar. Empat tahun itu bukan waktu yang sebentar. Tapi dalam kurun waktu yang panjang itu, pulang ke Indonesia masih saja terasa berat. Bukan karena terik panasnya yang menyengat, atau pun kemacetan serta polusi yang merajah dimana-mana, tapi karena satu orang yang belum siap dia jumpai. Hei.. bukankah Jakarta itu luas? Dengan penduduk sekitar sepuluh juta jiwa dan luas wilayah enam ratus enam puluh empat kilometer persegi, kemungkinan bertemu mantan hanyalah em.. lima persen? Tapi memperhitungkan circle pertemanan yang bisa saja membuat mereka hadir di satu event yang sama, maka kemungkinan itu menjadi lima puluh persen? Oh tidak! Bukankah itu angka yang cukup besar?

Tapi, tidak mungkin juga dia bisa menghindari Fariz seumur hidup. Suatu saat nanti mereka pasti bertemu. Entah di acara reuni sekolah, pesta pernikahan, atau hanya secara tidak sengaja bertemu di jalan. Let's just think about it later Acha, karena ada yang lebih mendesak untuk di hadapi.

"Baby..!" Yes, that's right. Wanita yang meneriakkan nama putri bungsunya itu sudah melambai-lambaikan tangannya di kejauhan. Lihatlah, bahkan di usia yang menginjak kepala lima wanita itu masih sangat energik dan cantik. Perawatan jutaan rupiah ternyata cukup efektif untuk menunda munculnya keriput di wajah cantik istri bos besar itu. Melihatnya sekilas saja orang-orang pasti sudah paham darimana Acha mendapat kecantikannya.

"Mam..!" Acha balas berteriak. Kakinya pun melangkah lebih cepat menemui wanita yang telah melahirkannya itu. "Mami..!" seperti anak kecil, Acha langsung memeluk erat dan merengek manja melepas rindu pada ibunya.

"My baby.. coba Mami lihat dulu kamu" ibu Acha mengedarkan pandangannya naik-turun, mengecek keadaan putri kecilnya dari ujung ke ujung. "Kamu jadi tirusan gini, baby? Nggak cocok ya makanan di sana? Atau karena cuaca? Kegiatan di kampus?"

"Come on Mam, Acha baru aja nyelesein thesis. Liat gimana kurusnya Acha sekarang!" jawab Acha dengan ekspresi bak anak kecil minta dikasihani.

"Kamu cuma ngerjain skripsi, bukan maju perang. Jadi stop melebih-lebihkan, anak kecil!" bukan sang ibu yang berbicara, tapi Aldrich, kakak laki-lakinya yang entah muncul darimana langsung mengacak rambut indah Acha yang tergerai sempurna.

"Oh my God, Aldrich!" ucapnya histeris sembari memeluk erat kakak satu-satunya itu.

"Panggil aku Kakak, Acha. Di sini Indonesia. *M*anner, huh!" protesnya.

"Mana Papi?" tanya Acha begitu melepas pelukannya. Dia melihat ke sekeliling tapi pria tua kesayangannya itu tidak nampak.

"Karena jantung Papi kemarin emang sedikit drop, jadi Papi nggak bisa ikut jemput Acha. Yuk buruan pulang, Papa udah kangen banget ketemu Acha" ucap sang Mama menggandeng anak gadisnya itu berjalan keluar.