Nisa mematri ucapan Seno semalam di otaknya, "Jangan berpikir berlebihan hanya karena sebuah jaket!" Ya mungkin benar Nisa hanya melebih-lebihkan saja.
Nisa berjalan masuk ke kantornya dengan tegak dan terkesan angkuh. Seperti biasa.
Ia menekankan pada dirinya sendiri, jangan menganggap lebih semua perlakuan Yuda padanya. Jangan! Ia harus menjaga kewibaannya sebagai ketua tim. Seperti yang selalu ia lakukan selama ini.
Saat Nisa masuk ke ruangannya, secangkir kopi dan secarik kertas itu ada lagi. Nisa mendengus, entah mengapa ia mulai merasa terganggu dengan semua itu. Nisa duduk di kursinya lalu membaca tulisan itu.
"Kamu baik-baik aja? Tidurmu nyenyak? Minumlah kopi ini agar kamu segar." Nisa kembali meletakan kertas itu. Yuda sudah mulai berani memanggilku 'kamu,' batin Nisa.
Sepertinya feeling Nisa benar, Yuda memang menyukainya. Apa yang harus Nisa lakukan?
Hari ini berjalan seperti biasa, orang-orang sibuk dengan kerjaan masing-masing, tapi di saat sibuk itu, Yuda masih sempat memerhatikan sikap Nisa yang sedikit berbeda padanya. Ia berpikir, apakah ia membuat kesalahan? Apakah ia mengucapkan kata-kata yang menyinggung perasaannya? Hingga Nisa terkesan menjaga jarak darinya. Kerja luar pun hari ini Nisa mengajak Deni, karyawan yang lain. Keadaan ini berlangsung selama tiga hari, sampai akhirnya Yuda memberanikan diri menanyakan langsung pada Nisa secara pribadi.
Hari itu Yuda pulang satu jam lebih awal, ternyata tanpa diduga Yuda menunggu Nisa di depan apartemennya. Nisa terlonjak kaget mendapati Yuda bersandar di tembok sambil melipatkan tangan di dadanya.
"Yuda, sedang apa kamu di sini?" tanya Nisa.
"Sedang apa lagi, ya nunggu kamu lah," jawab Yuda santai. Nisa terhenyak, anak itu semakin berani saja.
"Apa kamu bilang? Kamu manggil aku apa barusan?" tanya Nisa tidak percaya. Yuda berjalan mendekati Nisa.
"Ini di luar jam kantor, jadi aku berhak manggil kamu apa aja dong, bener gak?" Nisa mengatur napas mengendalikan diri.
"Baiklah terserah kamu. Sekarang aku mau tanya, sedang apa kamu di sini?"
"Aku mau bicara sama kamu."
"Apa?"
Yuda tersenyum sambil sedikit membungkukan badannya, karena walaupun Yuda berumur dua puluh dua tahun dan Nisa dua puluh delapan tahun, tinggi badan Nisa hanya sebatas dadanya saja. Nisa sedikit kikuk melihat senyuman Yuda seperti itu. tidak bisa dipungkiri Yuda memang pria yang tampan, Lena saja langsung terpesona saat pertama kali melihat dia.
"Aku traktir kamu makan, mau?" pungkas Yuda.
Nisa semakin kikuk dibuatnya. Astaga anak ini! Apakah ia sudah biasa memperlakukan wanita seperti ini? Apa sebenarnya ia seorang playboy? Anehnya Nisa tidak bisa berkutik saat Yuda bersikap seperti itu, anak ini memang pintar sekali membuat wanita terpikat padanya.
"Oke," sahut Nisa.
Dalam sekejap mereka sudah berada di atas motor sport Yuda menuju sebuah kafe. Tak lama kemudian sampai, dan langsung mencari meja yang masih kosong. Setelah mereka duduk, ada pelayan yang menghampiri meja mereka. Yuda memesan makanan sementara Nisa masih merasa sedikit kikuk.
"Kamu mau pesan apa, Nis?"
"Hah? Apa aja deh." Nisa benar-benar merasa aneh dengan suara Yuda yang biasa memanggilnya bos, sekarang dengan akrab ia memanggil Nisa dengan sebutan kamu bahkan 'Nis'. Yuda memesan pesanan mereka sementara pelayan kafe itu mencatat. Setelah selesai, pelayan itu kembali dan menyampaikan pada chef.
"Kamu pasti aneh dengan sikap aku yang tiba-tiba dan mungkin kurang pantas ini, ya kan?" Yuda tersenyum. Nisa diam sambil terus menatap Yuda, memastikan bahwa anak ini sedang tidak main-main. Dan memastikan bahwa orang yang ada di hadapannya sekarang adalah benar-benar Yuda Arie Pratama, anak baru di kantornya. Siapa tahu sekarang Yuda sedang dirasuki roh cowok ganjen yang jatuh cinta.
"Jadi apa yang kamu inginkan sebenarnya?" tanya Nisa langsung. Yuda berdeham sambil menunduk lalu mandongak lagi.
"Aku cinta sama kamu," kata Yuda dengan tegas dan tanpa basa-basi. Bibir Nisa langsung terkatup rapat mendengar pengakuan Yuda barusan. Hampir saja jantungnya melorot kebawah. Ternyata dugaannya benar. Anak ini cinta padanya. Nisa menunduk dan memejamkan matanya kuat-kuat sambil mengingat semua ucapan Seno padanya malam itu. 'Nis, lo tahu kan, umur si Angga aja dua puluh tiga tahun, terus si Yuda dua puluh dua tahun. Sama adik bungsu lo aja masih tuaan adik lo. Elo mau adik-adik lo ngeledekin lo abis-abisan? Gak mau, kan? Masa kakak gue jalan sama berondong. Gua aja yang jadi sahabat lo malu tau. Dan apa lo juga enggak malu sama orang-orang di kantor? Lo yang notabennya sebagai Bos marketing jalan sama anak baru yang baru lulus kuliah, gue yakin nanti lo jadi sasaran empuk si Nadya, musuh lo itu.'
Benar. Seno benar. Nisa tidak mau semua itu terjadi, ia tidak mau mengambil risiko untuk itu. Nisa mengangkat wajahnya dan menatap lurus ke mata Yuda dengan berani.
"Kamu tahukan aku ini bos kamu? Kamu juga tahu kan umurku jauh di atas kamu? Jujur saja aku tidak mau pacaran sama cowok yang umurnya di bawah aku," kata Nisa. Raut wajah Yuda langsung berubah sedih. Nisa merasa tidak enak, tapi ia harus katakan itu walaupun tidak dipungkiri Nisa juga sebenarnya sedikit menyukai Yuda. Namun, sedikit suka itu kalau ia utarakan akan mendatangkan dampak yang tidak baik untuk Nisa nanti. Jadi mumpung rasa suka itu belum terlalu besar, lebih baik Nisa menguburnya, bukan?
"Kamu suka sama aku?" Yuda malah bertanya hal yang tidak terduga dan membuat Nisa kikuk.
"Tidak," jawab Nisa.
"Jangan bohong, aku tahu kamu juga suka sama aku. Kamu cuma gengsi. Benarkan?" kata Yuda. Mata Nisa mendelik, ia kaget luar biasa. Bagaimana anak ini bisa mengatakan semua itu dengan benar? Nisa kikuk lagi, tapi ia berusaha menyembunyikannya. Nisa tertawa hambar sambil berusaha mengatakan sesuatu. "Aku baru tahu, ternyata kamu sok tahu juga ya orangnya. Siapa bilang aku suka sama kamu."
Yuda malah tertawa, ia menganggap ucapan Nisa itu sangat lucu.
"Dari cara kamu menatapku, dan dari semua yang aku lakukan untukmu selama ini, itu sudah sangat jelas, kamu senangkan saat aku ada di dekatmu? Hei, aku ini pintar menerjemahkan sorot mata seseorang. Semoga kamu pernah mendengar istilah bahwa mata adalah cerminan kata hati."
Nisa langsung bungkam seketika, ucapan Yuda berhasil menohok jantungnya. Ini gawat. God tolong aku ...!
"Aku sudah punya pacar," ucap Nisa spontan. "Dan sebentar lagi kita mau tunangan," tambahnya, tapi seteleh mengatakan itu Nisa membuang muka sambil menutup matanya kuat-kuat. Astaga, Nisa apa yang kamu katakan? Ini bencana. Kenapa harus kata-kata itu yang keluar dari mulutmu? Seseorang yang entah siapa berkata seperti itu di benaknya.
"Benarkah?" kata Yuda. Nisa mengangguk mantap.
"Kamu tidak pernah bertanya padaku, apa aku sudah punya pacar, kan? Sekarang aku kasih tahu kamu, aku sudah punya pacar dan akan bertunangan. Dan satu lagi yang paling penting, aku sangat mencintai pacarku."
"Aku tidak percaya," kata Yuda dengan gayanya yang santai. Astaga, anak ini benar-benar merepotkan, batin Nisa.
"Kamu perlu bukti?" tantang Nisa.
"Buktikan!"
"Baiklah, aku akan telepon dia sekarang." Nisa mengeluarkan ponselnya dari tas dengan ragu, tapi saat tangan Nisa menggenggam ponselnya Yuda kembali berkata, "Tidak, suruh dia datang ke sini dan jemput kamu."
"Apa?" seru Nisa kaget.
"Ya, suruh dia datang dan jemput kamu. Cepat telepon!" sahut Yuda.
"Oke. Aku telepon sekarang." Nisa menatap ponselnya dengan bingung, ia membuka phone kontak. Tidak ada orang yang bisa ia telepon selain Seno, tidak mungkin ia menelepon Rian adiknya. Sekarang Rian ada di Jakarta, tapi wajah Rian mirip dengan Nisa, bisa-bisa Yuda curiga Rian bukan pacar Nisa. Jadi tidak mungkin Nisa minta tolong sama Rian. Hanya Seno yang bisa menolongnya sekarang.
Nada sambung itu hanya terdengar tiga kali, Seno sudah mengangkatnya.
"Halo Sayang ...," sapa Nisa. Di balik telepon, Seno bergidik dan langsung menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Heh, lo kenapa? Lo mabok, ya?" kata Seno bingung yang tiba-tiba Nisa memanggilnya 'Sayang' biasanya 'Ndut'.
"Sayang, bisa gak sekarang kamu jemput aku di café Love?" Nisa berkata dengan raut muka yang di tenang-tenangkan, ia tahu di seberang sana Seno sedang kebingungan. Dan ia juga tidak bisa menjelaskan pada Seno sekarang karena Yuda sedang melototinya.
"Heh Nisa, lo kenapa sih?"
"Ya udah, sekarang juga aku tunggu di café Love. Cepetan ya ...."
"Sekarang gue mau ketemuan sama klien. Gue gak__"
Tut..tut...tut... telefon ditutup Nisa. Seno menatap ponselnya dengan bingung. 'Tuh anak kenapa, sih? Kejedot di mana nih anak? Ataukah sekarang lagi terjadi sesuatu?'
Beberapa menit Seno berpikir. Akhirnya ia memutuskan, "Aldi, tolong temuin pak Andre di kantornya, katanya mau ada yang direvisi soal konsep yang kemarin. Gue ada urusan penting, nanti kalo dia tanya gue kemana, bilangin gue lagi gak enak badan, oke," kata Seno sama bawahannya memintanya untuk menggantikannya menemui klien.
"Siap, Bos."
Seno langsung mengambil jasnya dan langsung pergi ke café Love menemui Nisa. Pria itu memang paling tidak bisa menolak permintaan sahabatnya itu.
🌸🌸🌸
Seno memarkirkan mobilnya di parkiran café Love, melihat sekeliling, ia tidak menemukan mobil Nisa terparkir di sana. Apa mungkin Nisa sudah pulang? Seno nampak ragu antara masuk atau tidak. Tak lama kemudian ada SMS masuk.
"Sen, lo di mana? Cepetan ke sini, nanti gue jelasin semuanya."
Setelah membaca SMS dari Nisa, Seno langsung mengambil langkah cepat ke dalam. Tidak susah Seno menemukan Nisa, tapi Nisa belum tahu kalau Seno sudah berada di sana.
"Nis ...," sahut Seno sambil menyentuh pundak Nisa. Yuda terhenyak ketika Seno datang, bukankah pria ini yang dulu menjemput Nisa kondangan? batin Yuda.
Nisa berdiri lalu mencium pipi Seno sambil berbisik, "Cowok ini Yuda."
Tadinya Seno kaget sekaligus kikuk saat Nisa mencium pipinya, tapi setelah Nisa berbisik, kagetnya sedikit berkurang.
"Yuda ... ini calon suamiku," kata Nisa sambil menggamit tangan Seno. Mata Seno langsung melotot kaget. Dan ia bersumpah jantungnya seperti mau melompat keluar ketika Nisa menyebutnya 'calon suami.' Seno tersenyum kaku pada Yuda sambil menyalaminya. Nisa dan Seno duduk.
"Bukankah kamu yang dulu menjemput Nisa kondangan?" tanya Yuda tanpa basa-basi.
"Iya itu gue," jawab Seno.
"Gue denger lo suka ya sama calon istri gue?" tanya Seno. Yuda langsung terlihat kikuk dengan pertanyaan Seno.
"Iya, gue emang suka sama dia. Gue beneran suka sama dia. Sorry, gue gak tahu kalau Nisa sudah punya pacar. Tadinya kalau dia masih jomblo gue akan serius hubungan sama dia, walapun dia umurnya jauh di atas gue, gue gak peduli, karena gue tulus cinta sama dia." Nisa menelan ludah getir mendengar pengakuan Yuda. Anak itu memang gak main-main.
Seno mengepalkan tinjunya, ia beneran masuk ke dalam perannya sebagai calon suami Nisa. Emosinya juga emosi beneran, Seno merasa calon istrinya akan direbut oleh pria lain.
"Berengsek!" gumam Seno geram, Yuda dan Nisa menatap Seno bersamaan. 'Akting lo kek beneran aja, Ndut', batin Nisa geli. Sebenarnya Nisa ingin ketawa tapi ia tahan.
"Sekarang gue tahu Nisa sudah punya pacar. Karena gue bukan type cowok yang tukang rebut cewek orang, jadi gue akan mundur teratur. Sorry kalau gue udah ganggu hubungan kalian." Yuda bangkit sambil melihat arlojinya.
"Baiklah, aku pergi dulu kalau gitu," katanya. Tatapan Yuda lurus pada Nisa lalu berkata lagi, "Bos, sampai ketemu besok di kantor, aku harap kamu enggak ngehindarin aku lagi. Aku suka kerja luar sama kamu__Bos." Ada penekanan di nada bicara Yuda pada kata 'Bos.'
Nisa menelan ludah lagi. Lalu Yuda pergi dengan kecewa. Setelah Yuda pergi, tidak dipungkiri Nisa sedikit menyesal. Nisa bukan menyesal karena sudah menolak Yuda, tapi Nisa menyesal kenapa ia harus dicintai dengan tulus oleh pria muda, atau bisa dibilang anak kecil sekaligus bawahannya sendiri?
Seno menatap Nisa yang diam sambil memandang kursi yang tadi diduduki Yuda.
"Nis, lo sedih ya?" tanya Seno.
"Iya. Sen, andai Yuda seumuran sama gue, dan juga dia bukan bawahan gue. Gue gak akan pernah nolak dia. Demi Tuhan rasanya gue hangat banget tiap deket sama dia, gue selalu happy tiap kali dia ada di sisi gue," tutur Nisa dengan wajah sendu. Seno mengerjap, entah mengapa rasanya ia tidak suka mendengar kata-kata itu. 'Apa jangan-jangan gue lagi cemburu?' batin Seno. Lalu untuk menutupi rasa cemburunya Seno berkata, "Nis, lo itu terlalu lebay. Anak seusia Yuda itu akan melakukan apapun kalau emang mereka udah suka sama seseorang, usia mereka itu masih labil belum dewasa, nanti kalau mereka bosan, perlahan sikapnya akan berubah, lo liat aja si Angga atau si Rian kedua adik lo itu, mereka kayak gitu, kan? Lo mau digituin? Keputusan lo udah nolak dia itu keputusan yang benar. Jangan permalukan diri lo sendiri karena pacaran sama bocah itu. Jaga dong kewibawaan lo sebagai ketua tim marketing."
Nisa menghela napas panjang mendengar ucapan Seno. "Iya lo benar Sen."
"Makanya udah jangan sedih lagi. Gue laper nih, gue pesen makanan dulu baru kita pulang ya?" Nisa mendelik, 'Makan aja yang ada di otak lo Ndut'.
Seno mengacungkan tangan memanggil pelayan. Pelayan itu datang dan menulis pesanan Seno kemudian dia kembali ke belakang.
"Sen, kapan lo mulai diet?"
"Gue gak mau diet, Nis. Menurut gue, gue gak gendut-gendut amat, badan gue udah ideal, kok." Seno membela diri. Nisa mendecakan lidah sambil geleng-geleng kepala.
"Ideal pala lo!" katanya.
"Coba lo pikir, tinggi gue 180 CM, bayangin kalau gue kurus? Nanti orang nyangka gue bambu berjalan. Udah bagus gini kan? Gue gak gendut cuma sedikit berisi. Kalau masalah perut off side sih gampang, tinggal sit up atau push up beres perkara. Jadi gak usah diet-diet segala."
Nisa terdiam, benar juga apa kata Seno, sahabatnya ini tinggi banget, apa jadinya kalau dia kurus? Tentu itu akan jelek dilihatnya, udah bagus gini. Nisa ngangguk-ngangguk.
"Oke itu masuk akal juga."
"Gue mau tanya, kenapa sih lo kayaknya suka banget sama cowok kurus?" tanya Seno. Nisa sedikit bingung dengan pertanyaan Seno. Entahlah, Nisa juga tidak mengerti, apakah mungkin karena Viko? Tanpa Nisa sadari, dirinya mematok kriteria cowok idealnya seperti Viko. Tinggi dan kurus. Sampai sekarang ternyata bayang-bayang Viko belum sepenuhnya pergi. Viko seolah mengikatnya tetap di tempat, menyelubunginya hingga Nisa tidak bisa menghempaskan diri. Dan ironisnya itu di luar alam bawah sadar Nisa. Karena Viko adalah Zahir dalam hidup Nisa.
"Entahlah gue gak tahu," jawab Nisa.
🌸🌸🌸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
CebReT SeMeDi
jiahhh bocah ingusan 😍 gentle
2020-12-06
1
Bydayatul Hidayah
yang lain pada teriak Yudha... aku teriak MAS ALDI..... sama aku aja 🤭🤭🤭
2020-11-13
1
Esa Devi
dek Yudha sma ateu aja sini
2020-09-15
1