Suasana di kantor pagi ini tetap sama seperti biasa. Semua orang yang berpapasan dengan Nisa sedikit membungkukan badannya dengan sopan. Nisa itu masih muda dan cantik, tapi dia sudah berhasil menjadi orang kepercayaan bosnya dalam bidang marketing. Selain Nisa, ada Nadya yang jadi anak emas. Nadya adalah ketua tim dari divisi kreatif design, yang tugasnya membuat design-design baru. Sudah menjadi rahasia umum kalau Nisa dan Nadya itu mempunyai hubungan yang buruk, alias tidak akur. Saat penjualan merosot Nisa acap kali menyalahkan tim design, dengan alasan model sepatu yang mereka ciptakan kurang diminati masyarakat. Sedangkan Nadya menyalahkan Nisa tidak becus kerja yang mengakibatkan penjualan merosot.
Hari ini di divisi Nisa akan ada karyawan baru. Sebelum karyawan itu datang, Nisa terlebih dulu melihat Curriculum Vitae orang tersebut. Dia lulusan Ekonomi Management UI yang sedang menunggu wisuda. Namanya Yuda Arie Pratama, berusia dua puluh dua tahun.
Tak lama kemudian karyawan itu datang diantar oleh Lena asisten Nisa ke ruangan. Lena mengetuk pintu ruangan Nisa yang terbuka.
"Mbak, karyawan baru sudah datang, nih," kata Lena. Nisa yang sedang serius menatap laptopnya langsung mendongak lalu berdiri mempersilakan masuk.
"Silahkan duduk," sahut Nisa dengan satu gerakan tangan ringan. Lena yang terkenal genit di kantor terlihat salah tingkah melihat karyawan baru itu ternyata ganteng banget. Nisa yang tahu tabiat asistennya itu, akhirnya berkata, "Lena kamu boleh kembali ke mejamu." Lena mengangguk, tapi dengan wajah memberengut. Nisa tertawa dalam hati melihat reaksi asistennya itu.
"Selamat datang di Vreeset Shoes. Nama kamu, Yuda, kan?" Yuda mengangguk sambil tersenyum.
"Iya," katanya singkat.
"Kamu sudah tahu kan, perusahaan ini bergerak di bidang sepatu wanita. Produk kami sebagian besar digunakan oleh seluruh wanita di negara ini termasuk para selebrity dan pejabat-pejabat. Mereka suka produk ini karena kualitasnya yang bagus, kalau bicara soal harga, Vreeset memang agak di atas dari yang lain, tapi itu sepadan dengan kualitas dan model-modelnya yang bagus. Perusahaan ini adalah perusahaan asing dari Paris tapi sudah membuka cabang di Indo dan negara-negara lain juga. Karena kamu akan bekerja di divisi saya, jadi saya akan menjelaskan garis besar bagaimana pekerjaannya."
Senyuman Yuda dari tadi tidak pudar dari bibirnya, dan mata tajamnya tidak berkedip melihat Nisa yang sedang menjelaskan. Yuda sungguh tidak menyangka ketua tim marketing perusahaan sebesar ini adalah seorang wanita muda nan cantik. Tadinya Yuda mengira ia akan berhadapan dengan lelaki gendut, berkepala pelontos dan berkacamata tebal, tapi dugaannya salah besar. Rasanya ia akan semangat bekerja di sini kalau melihat bos yang seperti itu. Ini benar-benar langka.
"Kamu paham sekarang?" tanya Nisa setelah menjelaskan bagaimana makanisme pekerjaannya.
Yuda mengangguk. "Iya," jawabnya singkat.
"Baiklah, kamu boleh pergi, nanti Lena akan membantumu," kata Nisa. Yuda agak gugup di kursinya, sebenarnya ia masih ingin duduk di sana dan memandang wajah imut bosnya. Dahi Nisa berkerut, ia sedikit heran melihat Yuda yang seolah enggan pergi dari sana.
"Silahkan ...," kata Nisa dengan satu gerakan tangan ringan mempersilakan Yuda untuk segera pergi. Yuda mengangguk lalu meninggalkan ruangan. Setelah keluar dari ruangan, Yuda memegang dadanya dan membuang napas panjang dari mulut. Selama di ruangan, Yuda benar-benar gugup dan jantungnya berdegup kencang.
'Astaga, tuh cewek benaran cantik abis.'
Ternyata ada karyawan yang tak sengaja melihat tingkah Yuda itu. Dia tersenyum dan geleng-geleng kepala, pasti karyawan baru itu sudah terkena pesona bos. Hal itu terjadi juga padanya saat pertama kali bekerja, tapi tunggu saja setelah tahu bagaimana saat bosnya ngamuk, pasti dia akan melupakan wajah cantik dan manis itu.
🌸🌸🌸
Lena menerangkan bagaimana pekerjaan Yuda dan apa saja yang harus Yuda kerjakan. Mereka sibuk di depan komputer, tapi bayangan Nisa belum pergi juga dari mata Yuda. Akhirnya, di saat Lena sedang bicara panjang lebar Yuda berceletuk, "Mbak Nisa masih single?"
"Heh? Maksud kamu?" Lena menghela napas panjang dan menatap Yuda dengan wajah kesal. Ia baru sadar ternyata dari tadi ngomong tidak benar-benar diperhatikan oleh anak ini, karena di otaknya cuma ada bosnya.
"Iya, dia masih single, muda dan cantik. Terus elo mau ngapain?" Karena kesal, Lena mulai menggunakan kata 'elo'. Yuda mengerjap, ia sadar sekarang tutornya mulai ngambek.
"E ... enggak cuma tanya aja," jawab Yuda kikuk.
"Hei, gue bilangin ya sama lo. Jangan sekali-kali lo berurusan sama Bos. Dia itu queen ice-nya kantor ini. Kalau dia lagi marah, lo jangan coba-coba tunjukin muke lo depan dia, bisa-bisa entar lo dimakan sama dia."
"Wah, serius Mbak?" Mata Yuda mendelik kaget plus tidak percaya.
Lena mengangguk tegas.
"Makanya lo jangan terpesona dulu sama dia. Kenali dulu, baru deh lo boleh terpesona sama dia." Yuda mengangguk setuju.
"Ya udah deh, sampe mana tadi? Gue tau dari tadi lo enggak merhatiin gue, kan? Awas aja kalo gue tes elo gak bisa." Yuda menelan ludah sambil melirik sekilas wajah Lena yang masih kesal, lalu kembali menatap komputer. 'Ini sih gampang, makanan gue sehari-hari, cuma merekap-rekap doang,' batin Yuda.
🌸🌸🌸
Di hari pertama kerja, Yuda sudah mendapat keberuntungan bisa tugas luar dengan Nisa. Setidaknya itulah yang dipikirkan Yuda. Padahal menurut karyawan yang lain bertugas luar dengan Nisa sesuatu yang mengerikan.
Lena mendadak sakit jadi dia tidak bisa menemani Nisa tugas luar, jadi Nisa memilih Yuda, alasannya biar Yuda bisa tahu bagaimana situasi di lapangan.
"Bagaimana pekerjaanmu, lancar? Kamu sudah mengerti semuanya?" tanya Nisa sambil menjalankan mobilnya. Yuda mengangguk sopan.
"Iya mengerti, Mbak. Aku akan berusaha. Mmm ... apakah tugas luar setiap hari?" tanya Yuda.
"Ya, bisa dibilang begitu. Karena kita yang mengatur penjualan di toko- toko atau di mall-mall. Tugas kita adalah tombak maju mundurnya perusahaan, jadi selain harus berusaha dan semangat, kita juga dituntut untuk kreatif. Kamu harus berpikir bagaimana caranya agar penjualan sepatu kita meningkat setiap bulannya." Yuda manggut-manggut, sekarang ia beneran tambah kagum sama bos cantiknya itu. Yuda tahu tugas marketing itu tidak mudah, tapi Nisa berhasil berada di posisinya sekarang di usia dua puluh delapan tahun. Ini pencapaian yang luar biasa.
Siapa tahu sisa hari ini Yuda habiskan dengan mencatat, merekap, mengecek, dan menghitung ratusan pasang sepatu yang ada di beberapa toko. Luar biasa di hari pertamanya bekerja ia sudah sangat sibuk, tapi satu pujian dari Nisa membuatnya melupakan lelahnya.
"Untuk pegawai baru sepertimu, itu sangat baik. Kamu bahkan lebih baik dibanding karyawan yang sudah bekerja satu atau dua tahun," kata Nisa. Yuda tersenyum geer.
Akhirnya setelah capek keliling-keliling, Nisa mengajak Yuda makan dan minum di sebuah café.
"Terima kasih untuk hari ini. Kamu sudah bekerja keras. Jadi aku akan membayar semua makanan yang kita makan sekarang," kata Nisa. Senyum manis Yuda kembali terbit.
Wow, ia tidak menyangka hari ini bekerja lalu makan bareng bosnya yang cantik. Dan sepertinya ia tidak setuju dengan omongan-omongan dari karyawan lain yang mengatakan Nisa bos yang galak plus julukannya sebagai queen ice. Karena sepanjang hari ini Yuda tidak melihat sedikit pun hal itu dari Nisa. Memang, Nisa adalah cewek yang workaholic, tapi itu adalah sebagai bukti bahwa ia sangat bertanggung jawab pada pekerjaannya.
Bukankah harus seperti itu sebagai ketua tim? Sekarang Yuda mengerti kenapa karyawan lain tidak mau kalau harus kerja luar dengan Nisa, karena tidak akan menemukan waktu sekadar istirahat sebentar, atau pun untuk basa-basi. Karena kata Nisa, bermain-main dalam bekerja itu hanya akan menyusahkan dirimu sendiri. Bermain-main ada waktunya. Kamu akan puas dengan pekerjaanmu lalu kamu bisa istirahat dan makan dengan tenang. Yuda setuju dengan pandangan bosnya itu.
Tiba-tiba Yuda teringat ucapan Lena tadi pagi, kenali dulu baru deh lo boleh terpesona sama dia. Sepertinya Yuda mulai terpesona beneran karena sekarang ia mulai mengenali bosnya.
🌸🌸🌸
Setelah kerja luar Nisa dan Yuda kembali ke kantor setelah hari mulai gelap. Tadi sebelum pulang Nisa mampir dulu ke toko buku, sepertinya Nisa butuh refreshing dengan membaca bacaan ringan seperti novel. Pilihannya jatuh pada novel dengan sampul warna putih, gambar sampulnya menarik dan Nisa sempat membaca blurb belakang novel tersebut, ceritanya juga terlihat menarik.
Saat Nisa keluar dari mobil, rasanya ia melihat sesosok makhluk yang sangat dikenalnya sedang mengobrol dengan satpam di depan pintu utama kantor.
Nisa dan Yuda berjalan di parkiran. Saat Nisa semakin dekat barulah ia bisa melihat dengan jelas siapa orang itu.
"Seno? Ngapain lo di sini?" seru Nisa. Yuda yang ada di samping Nisa nampak heran sekaligus terkejut, ternyata bosnya bisa juga berucap kata-kata yang tidak formal.
"Ngapain lagi, ya jemput elo lah," jawab Seno santai.
"Jemput gue?" tanya Nisa heran. Yuda nampak berpikir dan menerka-nerka apakah pria ini cowoknya bos? tapi kalau cowoknya, mana mungkin bahasanya elu-gue.
"Ya ampun, elo masih dua puluh delapan tahun tapi lupaannya ngalahin nenek gue tahu gak!" celetuk Seno asal yang disambut dengan tawa tertahan dari Yuda dan satpam.
"Sialan lo. Apaan sih?" Nisa memonyongkan bibirnya.
"Sekarang resepsi kawinannya Lala. Ingat sekarang?" Seno berkata sambil mencondongkan mukanya pada muka Nisa.
"Oh my God, sumpah gue lupa. Gimana dong? Gue belum prepare nih! Masa gue ke acara kawinan pake baju ginian?"
Seno berdiri tegak sambil melipatkan tangan di dada, matanya menyipit menatap Nisa dari atas sampai bawah.
"Oke. Baju kantor itu cocok banget buat lo Nis, tinggal lo dandan dikit, biar muka jelak lo sedikit tersamarkan," kata Seno sambil memutar-mutar telunjuknya di depan muka Nisa. Kembali Yuda dan satpam tersenyum.
Yuda berpikir lagi, apakah sifat asli Nisa sebenarnya seperti ini? Sangat jauh dari kategori queen ice. Nisa sama aja kayak cewek kebanyakan. Apakah orang kantor belum ada yang mengetahuinya?
"Sialan lu. Asal lo tahu Sen, gue itu udah keren dari lahir tauk!" Nisa berkata sambil memonyongkan bibirnya. Seno tertawa, ya sebenarnya perkataan tadi tidak benar-benar keluar dari hatinya.
"Cepetan dong! Keburu malam nih," ujar Seno sambil melirik arlojinya. Nisa mengerjap. "Oh, oke-oke tunggu bentar." Nisa berjalan masuk ke kantor diikuti Yuda. Setelah Nisa berada di ruangannya, ia menyerahkan sisa pekerjaannya pada Yuda dan Lena. Lalu ia ke toilet untuk cuci muka dan berdandan sebisanya. Setelah selesai Nisa kembali ke depan.
"Sudah, ayo pergi," sahut Nisa pada Seno.
"Yuk ...," kata Seno sambil mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya.
"Pak, aku titip mobilku ya," sahut Nisa pada satpam.
"Siap Mbak," kata satpam sambil mengangkat ibu jarinya.
🌸🌸🌸
Di mobil Honda City-nya Seno, Nisa sibuk sendiri dengan bacaannya yang tadi ia beli. Sekarang masih jam tujuh malam dan lalu lintas masih sedikit macet. Jadi untuk mengisi waktu di kemacetan, membaca adalah hal yang terbaik.
Seno melirik Nisa di sampingnya yang tengah tenggelam dengan dunianya sendiri.
"Sekarang bacaan lo kayak gituan? Enggak baca bukunya Peter F Drucker lagi yang tebelnya minta ampun itu?"
"Enggak, gue butuh refreshing jadi gue butuh bacaan ringan," jawab Nisa santai.
Seno tertawa. "Elo itu entah aneh atau ajaib gue gak ngerti, tapi semua orang kalau butuh refreshing ya liburan, elo malah baca novel."
Dari dulu Nisa memang seperti itu, Seno sebenarnya sudah tahu tapi tetep aja ia pengen komentar. Sering mereka bertengkar cuma gara-gara si Peter F Drucker itu, Nisa yang memang sangat hobi membaca, nyuekin Seno yang datang untuk curhat. Akhirnya Seno sebal dan pergi, tapi setelah itu Nisa yang datang menemui Seno untuk minta maaf dan mereka kembali seperti semula. Lalu mendengarkan curhatan-curhatan Seno yang selalu soal yang sama: cewek-cewek.
"Gak ada yang ngajakin dan ngebayarin gue liburan soalnya. Kecuali kalo elo mau ngelakuin keduanya baru gue mau liburan," celetuk Nisa sambil mesem-mesem.
"Monyong lu emang. Gimana elo enggak cepet kaya, semuanya pengen gratisan aja." Nisa tertawa keras.
"Nah itu lo tau."
"Kayaknya gue mulai ngerasa ketiban sial jadi temen lo." Nisa kembali tertawa.
"Itu sih udah jadi nasib elo, Sen."
Entah kenapa walaupun seperti itu, Seno tetap merasa nyaman jadi sahabat Nisa. Bahkan terlalu nyaman. Ia tahu semua kejelekan Nisa, dan ia tahu semua kelebihan dan kebaikan Nisa. Ia juga sudah terlalu sering dimanfaatkan Nisa dalam hal apapun, tapi Seno masih tetap menganggap Nisa adalah teman terbaiknya.
Saat mereka masih sama-sama di Singapura, Seno tidak akan pernah sedikit pun melupakan kebaikan Nisa yang satu itu.
Ketika pertama kali Seno mendarat di Singapura, Seno kehilangan satu tasnya, yang ternyata isi tas itu barang-barang berharganya, termasuk dompet dan hape, ia masih beruntung karena passport-nya ia sakuin di saku celana jadi tidak ikut hilang bersama dompet dan hapenya. Saat itu Seno tidak tahu harus ngapain, tanpa uang sepeser pun dan tanpa alat komunikasi. Ia benar-benar seperti gembel di negara orang. Mau menghubungi orang tuanya di Indonesia tidak bisa, mau nelepon dari telepon umum butuh uang, sedangkan dirinya enggak ada uang seperak pun.
Namun, saat genting seperti itu ada Nisa yang mengulurkan bantuan padanya. Nisa meminjami Seno uang dan memberi makan. Padahal Seno tahu gadis itu juga sedang kesulitan karena ia hanya diberi uang yang sangat pas-pasan oleh orang tuanya.
Karena uang Nisa dipinjami ke Seno alhasil selama beberapa hari gadis itu hanya memakan roti dan minum air keran saja. Dari sana Seno tahu Nisa orang yang sangat baik, dan Seno berjanji pada dirinya sendiri, ia akan selalu menjaga malaikat penolongnya itu sampai kapan pun. Sekarang ia membeli apartemen di samping apartemen Nisa pun karena janjinya itu. Padahal orang tuanya sudah memberi rumah untuknya, tapi Seno memilih tinggal di apartemen.
Karena kejadian itu, Seno jadi dekat dengan Nisa bahkan terlalu dekat. Sampai tidak ada rahasia di antara mereka. Termasuk soal Viko. Pria di masa lalu Nisa.
Seno tidak canggung membahas soal apapun dengan Nisa kecuali soal Viko. Nisa akan berubah jadi sensitif kalau disinggung soal mantannya itu, karena menurut Nisa hal itu tidak lucu sama sekali. Seno tahu, Nisa mempunyai trauma soal pasangan gara-gara si Viko itu. Dan karena pria itu juga Nisa hampir saja kehilangan nyawanya dan hidup dalam keterpurukan selama bertahun-tahun.
Awalnya Seno beranggapan Nisa terlalu lebay menanggapi soal asmaranya itu, tapi setelah tahu ceritanya, akhirnya Seno bisa memaklumi Nisa sampai trauma seperti itu. Ia dihianati oleh pacarnya dan sahabatnya sekaligus. Seno semakin geram ketika mendengar kisah persahabatan Nisa dengan Gita yang terjalin dari mereka masih sama-sama duduk di sekolah TK. Tidak habis pikir kenapa Gita sampai tega melakukan itu pada Nisa.
Selain trauma soal laki-laki Nisa juga enggan menjalin hubungan pertemanan yang terlalu dekat dengan perempuan, karena menurutnya perempuan itu penuh dengan kepalsuan. Alias lain di mulut lain di hati, dan suka membicarakan di belakang, sedangkan di depan dia bersikap manis.
Dari itu itu Nisa cuma dekat dengan Seno. Nisa hanya nyaman dengan Seno.
🌸🌸🌸
Seno memarkirkan Honda City nya di pelataran parkir gedung tempat resepsi pernikahan Lala. Dan sepertinya mereka datang di waktu yang tidak tepat, sekarang tamu sedang membludak-membludaknya. Tadi juga Seno sedikit susah mencari parkiran. Maklum yang kawinan adalah anak pejabat. Suami Lala yang anaknya pejabat.
"Sen, gimana nih? Panjang banget antriannya. Kayaknya kita bakalan kebagian salaman sama penganten jam sepuluh malam," kata Nisa.
Seno menggigit bibir, ia nampak sedang berpikir.
"Mending kita makan dulu aja yuk. Gue laper banget nih," ucap Seno dengan muka memelas. Nisa mendengus, kirain dia memikirkan ide untuk bisa salaman dengan penganten lebih cepat tahunya soal makan.
"Makanan aja yang lo pikirin, Ndut," kata Nisa sebal. Seno menyeringai menunjukan deretan gigi putihnya.
🌸🌸🌸
Setelah selesai makan, Nisa dan Seno langsung bergabung ke dalam barisan. Sampai sekarang tamunya benar-benar masih banyak. Tidak sedikit juga selebrity yang datang. Karena pengantin wanitanya adalah seorang produser beberapa program di sebuah stasiun televisi swasta. Jadi produser memang mimpinya si Syahla alias Lala, waktu ia kuliah di Singapura bareng Seno dan Nisa, Syahla mengambil jurusan media pertelevisian. Lala dan Nisa sekarang bekerja sesuai dengan jurusan yang mereka ambil saat kuliah, tapi Seno kuliah jurusan hukum, tapi sekarang jadi tukang iklan. Begitulah Nisa dan Lala menyebutnya. "Tukang Iklan."
Benar saja apa kata Nisa, kayaknya mereka bakal kebagian salaman sama pengantin jam sepuluh malam. Sekarang jam sepuluh kurang sepuluh mereka baru bisa nyampe ke karpet pelaminan. Lala terlihat semringah ketika melihat dua mahluq yang sangat dikenalnya itu, ia tidak sabar untuk segera bersalaman dengan Nisa dan Seno.
Saat mereka sudah berada di depan pengantin, Lala langsung memeluk Seno dan Nisa sambil teriak kegirangan tidak peduli dengan tamu lain dan mertuanya yang melihatnya aneh. Perempuan itu memang dijuluki miss riweuh sama Nisa dan Seno.
"Heh, gue kira kalian enggak datang. Tadinya gue akan kecewa banget kalo lo berdua enggak datang. Gua akan marah banget dan lo berdua akan gue delkon dari hape gue. Kita kan udah hampir setahun enggak ketemu, rasanya keterlaluan banget kalau kalian enggak datang sekarang."
"Sekarang kita di depan lo, kan? Hihihi," kata Nisa.
"Gila nih kawinan lo, antriannya panjang bener, gue ampe pegel tauk!" seloroh Seno.
"Hei, itu karena gue dan laki gue populer abis. Oh iya ini suami gue, namanya Brian. Sorry gue baru bisa ngenalin Brian secara langsung sama lo berdua sekarang." Nisa dan Seno menyalami pengantin pria dengan sopan.
"Bi, ini Nisa dan ini Seno, mereka ini sahabatku waktu kuliah di Singapura dulu," kata Lala, Brian melempar senyum hangat.
"Kalian suami istri?" celetuk Brian. Nisa dan Seno mendelikan mata kompak. Sedangkan Lala langsung menyemburkan tawanya.
"Bukan Bi, mereka cuma temen. Ya ... walau bisa dibilang temen kayak pacar sih, hahaha ...."
"Apaan sih lo," kata Nisa sambil manyun, tapi setelah itu ia tertawa juga. Sedangkan Seno ia diam saja. Entah kenapa ucapan Brian tadi sedikit menyentil sebuah ruang hatinya.
"Suami istri? Apakah kita terlihat seperti suami istri?" batin Seno. Entah kenapa ia merasa senang ketika ada orang yang beranggapan seperti itu.
"Nis, Sen, selfie dulu yuk, buat kenang-kenangan nih," kata Lala sambil menyomot ponselnya di kursi pelaminan.
"Ok."
Pertemuan mereka pun ditutup dengan acara selfie heboh, yang membuat antrian di belakang mereka menunggu dengan kesal.
Sebelum pulang, Nisa dan Seno nonton dulu perform-nya Judika. Kapan lagi bisa nonton penyanyi papan atas Indonesia nyanyi secara live dengan gratis.
Saat Nisa dan Seno serius menonton Judika, ada seseorang yang tidak jauh dari mereka memerhatikan. Orang itu berpikir ia kenal dengan si perempuan. Iya, ia tidak salah.
Bagaimana ia tidak mengenalnya, perempuan itu adalah orang yang sangat dirindukannya selama bertahun-tahun dan yang membuatnya merasa ingin mati karena merasa bersalah. Ia ingin menghampirinya saat itu juga, tapi ketika perempuan itu tersenyum cerah dan bahkan bicara lalu tertawa dengan seorang laki-laki di dekatnya, ia mundur lagi.
🌸🌸🌸
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Jenong
like Thor, siapa perempuan itu ya thor
2021-01-12
0
CebReT SeMeDi
viko si gelo yak
2020-12-06
0
Fitriy Ritri
sang mantan tuh
2020-11-22
0