Acara pembukaan sambutan dari Kamarudin, sambutan wakil kepala sekolah sudah lewat, berlalu dengan cepat. Sekarang yang di tunggu-tunggu oleh semua siswi untuk sambutan kepala sekolah baru, anak-anak yang tadinya sibuk main ponsel tidak mendengarkan apa yang di sampaikan oleh Kamarudin dan Wakil kepala sekolah. Anak-anak yang tadinya sibuk bicara-bicara entah apa yang di bicarakan sekarang antusias memanjangkan kepala ingin melihat, melupakan urusan mereka.
Hana bangkit dari duduknya menuju mimbar, tanganya meraih mekropon, "Acara selanjutnya penyampaian kata sambutan dari Bapak Afriadi, waktu dan tempat dipersilahkan."
Siswi-siswi yang berada di sekeliling Latika asik berbisik satu sama lain setelah mengetahui nama kepala sekolah itu, "Wah... Namanya Afriadi."
"Pasti tampan."
"Namanya saja sudah bagus apalagi orangnya."
"Kyaaaa... Mana orangnya."
Kepala mereka semua memanjang ingin tahu seperti apa rupa kepala sekolah itu.
"Huuusss.. Diam.. Diam.." sebahagian anggota osis yang mengawasi di sekitar siswa siswi menyuruh mereka agar tenang.
Tap.. Tap.. Tap.. Langkah kaki berdengung di langit-langit aula suasana jadi hening sesaat mendengar langkah kaki yang keluar dari balik tirai merah di depan sana berjalan menuju mimbar.
Susana berubah heboh siswi yang melihat Kepala sekolah baru itu.
"Wah.. Bapak tampan muncul juga."
"Kyaaa..."
"L-lihat itu seperti pangeran dari mana gitu."
"Kyaaa... Oppaaaa..."
Teriakan dan bisikan histeris siswi-siswi.
Siswa yang merasa terganggu dengan kelakuan siswi.
"Berisik amat, ini cewek-cewek."
"Macam tidak pernah melihat pria tampan saja."
"Oi! Berisik.. Oi!"
Omel sebahagian siswa.
Suasana aula yang riuh dengan teriakan histeris siswi dan omelan siswa.
"Tuh, lihat itu cewek kau, lagi apa itu," ucap salah seorang siswa yang melihat pacar temannya yang ikut-ikutan heboh, memberitahu kepada temanya.
"Kayak kesurupan saja," ucap teman di sebelahnya.
"Awas itu cewek aku putusin setelah ini," ucap sang pacar, melihat pacarnya yang ikut heboh.
Siswa mulai tidak senang dengan siswi yang berlebihan melihat Afriadi.
"Latika.. Apa aku sudah berada di surga?" Salasiah mengsandarkan kepalanya di bahu Latika, "Tampannya kelewatan."
Latika hanya diam saja, seluruh tubuhnya gemetar peluh dingin keluar melihat siapa yang berdiri di depan sana? Afriadi.
Tidak disangka pria yang ia tabrak tadi adalah kepala sekolah.
"Mati aku, nilai yang selama ini aku bangun, lalu aku bangun, lalu aku hancurkan sendiri, pria yang aku tabrak tadi adalah kapala sekolah." Latika berseru dalam hari, kalut dan cemas perasaannya bercampur aduk, melihat pria yang ia tabrak pagi tadi, sekarang berdiri di depan sana.
"Latika benar yang di katakan orang-orang soal Bapak itu." Salasiah bicara dengan Latika, tapi Latika tidak merespon, "Latika.. Latika.. Latika.." merasa tidak dihiraukan Salasiah mulai kesal.
Plaak..
Salasiah memukul pelan bahu Latika, "Woy!!! Kacang sekilo berapa?"
Latika terkejut sadar dari lamunannya, merespon polos, "Eh... Ya, ada apa?"
"Dari tadi aku bicara kau kacang terus." Salasiah mulai marah.
Afriadi menyampaikan kata sambutan di tengah keributan. Siswi yang terus menatapinya dengan mata yang berkaca-kaca, tampa berkedip.
Semangat sekali siswi mendengarkan penyampaian Afriadi sampai selesai.
Beberapa menit kemudian Afriadi selesai dengan kata sambutannya. Nana bangkit dari tempat duduknya, mengambil alih, "Terimakasih atas kata sambutannya dari Bapak Afriadi. Baiklah khusus hari ini bagi yang ingin bertanya tentang visi misi Bapak Afriadi dipersilahkan."
"Subahanallah tampannya." Hana melirik Afriadi bersorak dalam hati, "Astaghfirullah, jaga pandangan Hana."
Semua siswi berebut ingin bertanya, suara riuh mulai terdengar lagi.
"Kakak... Saya kak, saya."
"Kakak saya mau bertanya."
"Aaa..." Hana kebingungan ingin memilih yang mana hampir semua siswi ingin bertanya.
"Yang mana, ya. Banyak sekali yang ingin bertanya." hati Hana kebingungan, jari telunjuknya berjalan bersiap menunjuk salah satu dari mereka.
Terdengar sorakan beberapa siswi yang memecah keributan, "Kakak saya kak, saya."
Anggota osis yang mengawas berkali-kali menyuruh siswi agar tenang, sampai-sampai guru-guru yang lainnya ikut bertepuk tangan dengan keras memberi kode untuk diam, tapi tetap tidak diam juga.
Sampai Bu Laila, guru yang kiler itu turun tangan bangkit dari tempat duduknya berjalan menghitari siswi-siswi matanya yang tajam menatap para siswa siswi, seketika saja mereka diam tidak berkutip, menciut.
Kalian jangan tertipu dengan tampangnya yang imut dan manis itu, imut-imut begitu dia sudah ditandai oleh murid sebagai guru yang kiler.
Hana yang mesih bingung memilih yang mana, memutuskan untuk menyerahkan kepada Afriadi, biar Afriadi yang memilih, "Karena banyak yang ingin bertanya maka dari itu saya persilahkan kepada Bapak Afriadi untuk memilih."
"Em.." Afriadi menatap semua wajah siswa dan siswi dari ujung keujung, "Ah. Perempuan yang ada di sana, yang duduk di ujung." Afriadi menemukan pilihannya.
"Aaa, yang mana pak?" Hana bertanya masih kebingungan, perempuan yang mana, banyak sekali perempuan yang duduk di ujung sana.
"Perempuan yang main ponsel." Afriadi menujuk.
"Habislah aku." Latika bersorak dalam hati menyedari kalau itu dia, sebab cuma dia saja yang memainkan ponsel, yang lainnya tidak.
Mata semua penghuni Aula mencari siapa perempuan yang di tunjuk Afriadi.
Dengan cepat Latika memberikan ponselnya kepada Salasiah setelah itu ia melambaikan tangan menunjuk Salasiah di sebelahnya, yang di tunjuk malah senang mengangkat ponsel, berteriak, "Saya pak!!!"
"Perempuan yang memakai suiter pink." Afriadi menujuk sekali lagi.
Latika yang menyadari lagi yang dimaksud adalah dia, dengan cepat ia membuka suiternya, di berikannya kepada Salasiah.
"Apa yang Bapak Afriadi maksud Latika."
Hana berseru dalam hati.
Latika sibuk mengangkat tangan mengeleng tidak ada, menunjuk Salasiah.
"Apa perempuan yang itu, pak.
Yang sibuk sendiri itu, pak." Hana menatap Afriadi, yang di tatap mengangguk.
"Di persilahkan kepada saudara Latika untuk bertanya," tunjuk Hana, yang di tunjuk tercengang.
Semua mata tertuju kearah Latika pandangan siswi-siswi yang sinis dan tajam melihat Latika.
"Aku kan tidak ingin betanya. Salasiah macam mana ini? Bantu aku." Latika panik menguncang tubuh Salasiah.
"Iya.. Ya.. Ya.. Berhenti, jangan guncang aku terus," pinta Salasiah kepalanya sedikit pusing.
Latika berhenti menguncang tubuh Salasiah, tangannya menggenggam erat tangan Salasiah.
Salasiah merasakan dinginnya tangan Latika dan wajah Latika kelihatan tegang, "Tengang sekali Latika, setakut itukah disuruh bertanya. Ah... Aku ada ide." Salasiah berseru dalam hati, tertawa kecil dengan idenya.
Setiap siswi yang memandang Latika berseru tidak suka, "Cih.. Kenapa cewek itu?."
Mekropon berjalan melewati hamparan siswa dan siswi, bagaikan melewati lautan berombak, menghampiri Latika.
"Silahkan saudari Latika untuk bertanya tentang visi dan misi Bapak Afriadi." Hana sekali lagi menyuruh Latika.
Salasiah memberikan mekropon kepada Latika, Latika berdiri terbata-bata tangannya gemetar memegang mekropon, hatinya berseru "Haiiisss.... Apa yang ingin ditanyakan? Orang tidak ingin bertanya disuruh bertanya."
Siswi terus mendesak Latika, gara-gara Latika lama membuka mulut untuk bertanya, "Cepatlah ingin bertanya itu, kami juga ingin betanya," desak siswi.
Kesempatan ini, Salasiah menjalankan idenya, "Latika... Tanya kacang sekilo berapa?" Salasiah berkata pelan.
Karena terlalu gugup dan ditambah dengan desakan siswi membuat Latika tidak berpikir lagi, ia asal lepas saja tampa di pikirkan lagi, kalimat yang Salasiah ucapkan tadi.
"kacang sekilo berapa?" Latika bertanya, suaranya lantang menyebar di seluruh ruangan Aula.
Siswa yang tadinya ribut menjadi diam, penghuni Aula ikut terdiam , suasana menjadi hening.
Masing-masing siwa mengorek telinga mereka, saling bertanya satu sama lain memastika kalau mereka tidak salah dengar. Afriadi saja kelihatan bingung tanda tanya memenuhi pikirannya.
Latika yang sadar menutup mulutnya, berseru dalam hati, "Apa yang baru saja aku katakan." hati Latika bersorak, wajahnya menerah, tertunduk menyembunyikan wajahnya, perlahan-lahan ia kembali duduk dengan terpatah-patah.
Hahaha... Suara tawa memenuhi ruangan Aula.
Afriadi tersenyum getir menahan tawa.
Salasiah yang di samping Latika turut menahan tawa.
Latika mengerutu tertunduk melirik Salasiah.
Hari itu hari yang memalukan bagi Latika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Christina Hartini
😀😀😀😀 kepala sekolah ditanya kacang sekilo berapa?😂😂😂
2022-04-02
0
Any any
hahahahahaha......kacang beb. 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-03-12
1
⍥⃝◡̈⃝︎⍨⃝⍢⃝⍣⃝ RIS⍥⃝⌓̈⃝⍨⃝⍣⃝
hahaha definsi tmen gaada akhlak😭🤣
2022-01-12
0