Bunyi terompet lalu menggema, di ruangan itu. Pertanda pertandingan olahraga telah berakhir. Catherine lalu mengajak Indi, untuk meninggalkan ruang latihan dan bergabung dengan yang lainnya, ke depan panggung.
Tak terasa banyak hal yang Indi lewatkan hanya untuk berlatih di hari festival itu. Bulan mulai berpendar, namun semarak festival masih begitu terasa. Bahkan, suasana lebih bersemangat dari biasanya.
Semua anak-anak asrama berdiri membentuk barisan sesuai asrama mereka. Indi masih tampak bingung dengan apa yang akan terjadi, namun melihat ratusan anak yang membawa pedang, busur, maupun pistol tentu saja membuat bulu kuduknya merinding.
Sorak-sorai lalu terdengar saat pemimpin tempat itu Maddam Noella, naik ke atas panggung.
“Apa yang sebenarnya akan kita lakukan di pertandingan ini?” Tanya Indi.
“Kau akan tahu sebentar lagi,” kata Catherine.
Maddam Noella mengetukkan jarinya pada pengeras suara.
“Para Indigo!” dia mengumumkan,
“Malam ini adalah puncaknya. Penentuan untuk mencari tahu siapa yang terbaik dari yang terbaik!” perkataannya bergema melalui pengeras suara.
Tak perlu menjadi anak Indigo untuk dapat merasakan aura pekat dari Maddam Noella, malam ini. Ia memakai jubah hitam panjang, yang harus terseret setiap kali ia berjalan. Riasannya hitam pekat, sama seperti biasanya.
“Kalian sudah tahu aturannya. Kalian harus merebut penanda yang diikat di tangan dari masing-masing orang yang ikut serta. Setiap penanda yang kalian dapat akan terhitung sebagai poin. Jika kalian berhasil merebut penanda yang ada pada kepala asrama masing-masing, maka otomatis tim dari kepala asrama yang gugur akan ikut gugur. Semua kemampuan diperbolehkan dan penggunaan senjata diperbolehkan, namun tidak dengan membunuh maupun merusak badan! Di setiap tempat akan ada para tetua hantu yang menjadi wasit. Bersiap-siaplah mereka yang bertahan hingga akhir akan menerima hadiah yang tak pernah kalian bayangkan!”
Dia lalu melebarkan tangan, “Pertandingan Indigofera dimulai!”
Anak-anak kembali bersorak. Regu-regu lalu bersiap-siap menuju ke asrama masing-masing. Pertandingan akan dimulai saat bunyi terompet terdengar. Sebelum itu semua regu akan mengatur strategi di asrama masing-masing.
Semua tempat di UCI menjadi arena pelaksanaan. Menjadi suatu keuntungan bagi asrama yang memiliki anggota yang banyak, seperti spiritus dan tempus. Anggota elementum mungkin memiliki kemampuan yang lebih dari satu, tapi jumlah mereka terlalu sedikit, dan tentu saja akan menjadi kelemahan terbesar mereka.
“Akan kujelaskan lagi, musuh terbesar kita adalah para spiritus dan interiorem. Mereka sangat ahli dalam pertarungan, baik itu jarak dekat maupun jarak jauh. Anak-anak cerebellum mungkin akan sedikit merepotkan kita dengan alat-alat aneh mereka, juga kemampuan hipnotis jadi kita harus tetap waspada. Ingat pengalihan kemampuan anak cerebellum dapat kita lakukan dengan suara. Anak-anak tempus dan naturae tidak akan terlalu menyusahkan, selama kalian mengingat semua latihan kalian,” jelas Catherine, dengan busur yang disandangkan di belakangnya.
“Selama ada aku, mereka akan cepat teriliminasi!” celetuk Fanny, diikuti oleh gelak tawa para hantu pengikutnya.
Diluar dari Fanny yang tampak biasa saja. Semua orang di ruangan itu tampak begitu gugup dan ketakutan. Indi lalu mengangkat tangan.
“Apakah ada hukuman bagi mereka yang kalah?” Tanya Indi, diikuti dengan semua tatapan anak di ruangan itu.
“Mereka yang kalah akan dianggap gagal, dan dikirim kembali ke dunia luar.” Kata Catherine gugup.
Di kejauhan, trompet berbunyi. Terdengar teriakan, dentang logam, anak-anak bertempur. Pintu asrama elementum lalu terbuka. Salah seorang anak lelaki, berdiri tepat di depan pintu.
Ia lalu melemparkan sesuatu. Ledakan cahaya lalu memenuhi ruangan itu. Indi tak bisa melihat apa-apa. Seseorang lalu menarik tangannya untuk pergi dari tempat itu. Mereka berlari higga tiba di loteng asrama.
“Catherine?” Tanya Indi, “Bagaimana bisa?”
Catherine lalu membuka kacamata yang dipakainya, “Kacamata pemberian Lisa, dengan kacamata ini kita tetap bisa melihat dengan normal,” jelasnya.
“Jadi bagaimana rencananya?” Tanya Indi.
“Kita akan pergi dari tempat ini!” katanya.
“Oke, kemana kita akan pergi?”
“Ke dun-“ ledakan lalu terjadi, yang membuat Indi dan Catherine terhentak.
Indi mengerjap-ngerjap. Kepulan asap lalu mulai hilang. Akibat ledakan itu sebuah lubang tercipta di dinding loteng. Diluar seorang anak gadis tampak melayang. Tidak. Ia dibuat melayang oleh beberapa hantu.
Gadis itu tersenyum, ia lalu mulai mendekat, ketika sebuah anak panah melesat tepat di bahunya. Ia berteriak lalu terjatuh. Di belakang, Catherine tampak sigap dengan panahnya. Indi tampak histeris.
“Apa kau barusan membunuhnya?” Tanya Indi ketakutan.
“Tentu saja tidak!” Catherine lalu memperlihatkan anak panahnya. Anak panah miliknya tak memiliki kepala.
“Aliran listrik. Anak panahku menggunakan aliran listrik.” Jelas Catherine.
“Baik.” Gumam Indi, tampak lega.
“Kita harus keluar dari si-“
Catherine lalu ditarik oleh sesuatu yang membuatnya terlempar keluar dari loteng. Indi panik. Ia tak tahu harus berbuat apa. Di lantai bawah di dengarnya suara-suara pertarungan.
Indi berdiri disana sendirian. Ia terlalu takut untuk turun. Latihan kemampuan yang selama ini ia ikuti tampak tak berguna. Suara derit tangga lalu membuat jantungnya berdegub kencang. Dari suaranya ada dua orang yang naik menuju loteng asrama.
“Aku menemukanmu,” sosok itu lalu mulai tampak jelas, dibawah cahaya lampu loteng.
“Lisa?”
***
Hi Guys! Bagaimana episode kali ini? Terima kasih buat yang masih bertahan dan membaca Indi Go! Jangan lupa vote, comment, dan share cerita ini supaya author bisa lebih semangat buat nulis! Thank you.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Efendi Dalundas
okey ada apa dg lisa?
2020-10-18
1